Seminggu kemudian, di dalam kelasnya, di antara sorak sorai teman-temannya, Sila terdiam di tempat duduknya. Jantungnya berdebar keras menantikan hasil dari upayanya selama ini. Akankah ia juga akan memperoleh kesuksesan seperti ayahnya. Kini mereka telah menjalani kehidupan dengan lebih baik. Sila telah berupaya belajar keras dan berlari mengejar ketinggalannya dengan berbagai cara. Semua tugas dan soal telah ia kerjakan dengan baik. Ia ingin memberikan yang terbaik untuk ayah dan ibunya.
“Baik, anak-anak. Selamat kalian telah menyelesaikan ujian dengan baik. Berapa pun nilai yang kalian peroleh, jangan menjadikan kalian berkecil hati. Yang nilainya belum baik berarti masih harus berjuang belajar dengan lebih giat lagi. Begitu juga bagi yang nilainya sudah baik dan memuaskan, tetap belajar agar bisa bertahan. Tapi di antara yang baik ini, pasti ada satu yang terbaik. Jadi, hari ini akan ibu sampaikan bahwa yang terbaik atau juara pertama di kelas ini adalah….” ucap wali kelas sambil tersenyum menantikan reaksi siswa.
Semua siswa bersorak saling menyebutkan calon-calon sang juara, tentu saja kecuali nama Sila. Selama ini, bagi teman-temannya Sila hanyalah seorang gadis bodoh tukang tidur semata. Sila hanya diam terpaku di tempatnya. Ia tak berani terlalu banyak berharap. Dalam hati ia yakin bahwa apapun hasilnya itu adalah yang terbaik untuknya. Ayah dan ibunya tentu dapat mengerti.
“Oke. Nak, benar sekali bila pepatah mengatakan bahwa usaha tidak akan menghianati hasil. Ibu melihat perubahan besar dalam diri teman kalian ini. Ntah karena apa ia terpuruk dank arena apa pula ia bisa bangkit, kita semua tidak ada yang tahu, karena memang ia anak yang begitu tertutup, tidak pernah mengeluh dan menerima apa pun konsekwensi dari apa yang selama ini ia lakukan…” jelas Bu Yuli.
Seluruh siswa mulai kembali menerka-nerka. Jantung Sila berdegup semakin kencang. Akankah ia menjadi yang terbaik? Pikirnya. Beberapa nama yang tadi disebut mereka ralat. Beberapa pasang mata sudah ada yang menatap Sila penuh tanda tanya. Sila semakin menunduk.
“dan peraih nilai rata-rata terbaik untuk ujian semester kali ini adalah…..Siillaaa..!” ucap wali kelasnya sambil tersenyum memandang Sila.
Tidak hanya Sila, tapi semua siswa di kelas itu pun ternganga tanpa ada satu siswa pun yang bersuara. Dalam pandangan mereka ada rasa tidak percaya. Orang yang dulu nilainya tak pernah lebih dari lima, kini justru menjadi yang terbaik.
Jika bagi teman Sila ini suatu kesalahan, bagi Sila ini adalah rahasia Allah. Kesunyian itu berakhir ketika akhirnya Sila seolah mendapat kekuatan untuk bangkit dan maju ke depan menerima lembaran nilai murni ujiannya. Setelah menerimanya, Sila pun tersenyum penuh rasa syukur sembari berdiri menghadap teman-temannya.
“Alhamdulillah, Teman-teman. Benar kata Bu Yuli bahwa Usaha dan satu lagi doa itu tidak akan menghianati hasil. Kuncinya adalah jangan berpaling dari keterpurukan, namun tetap jujur, bangkit, dan hadapilah segala rintangan dengan gagah berani. Yang bodoh juga tidak akan selamanya bodoh, semuanya akan sempurna pada waktunya atas ridhoNya,” ujar Sila penuh makna yang disambut dengan tepuk tangan meriah dan teriakan-teriakan ucapan selamat dari teman-temannya. Kini tak ada lagi Sila si Bodoh.
“Ibu, prestasiku ini untukmu, berkat doa dan dukunganmu untukku” bisiknya saat kembali mejanya. (Selesai)