Antara Dua Cinta

Humaniora, Sosbud46 Dilihat

Sumber gambar:sufimuda.net

Sudah menjadi tabiat kebanyakan manusia bahwa apa yang ada jarang disyukuri dan berbagai nikmat Tuhan yang tak terkira jumlahnya terasa terlewati begitu saja. Sementara apa yang tiada, sering dirisaukan sampai membuat tak enak makan dan tak enak tidur. Banyak di antara kita yang memiliki harta berupa uang jutaan rupiah, namun ketika hilang seratus ribu saja, sudah membuat kepala pusing dan lain sebagainya.

Segala nikmat yang kita terima dan rasakan sebagai pemberian Tuhan, baru akan terasa besarnya nikmat tersebut apabila nikmat itu telah hilang dari genggaman kita. Sering kita menyepelekan nikmat berupa sehat, dan tidak mengisi waktu sehat dengan hal-hal yang bermanfaat bahkan banyak mengisinya dengan hal-hal yang kurang penting dan sia-sia. Namun ketika sakit menghampiri, barulah terasa mahal dan berharganya sebuah nikmat yang bernama kesehatan.

Sering terjadi, kita begitu berambisi memiliki atau mengejar sesuatu, namun ketika sesuatu itu sudah kita miliki atau capai maka timbullah rasa jemu dan bosan serta perasaan yang biasa saja seolah kita kurang mensyukuri apa yang telah dicapai. Sebagai contoh, ketika kita begitu ingin memiliki sepeda motor, maka bayang-bayang indah sepeda motor tersebut begitu menggelayuti alam pikiran kita. Kita begitu membayangkan nikmatnya bepergian dengan sepeda motor baru, jarak yang jauh terasa dekat dan seterusnya. Namun, ketika sepeda motor tersebut telah dimiliki, maka tidak akan berselang lama perasaan kita kembali biasa-biasa saja, sama seperti sebelum memiliki sepeada motor.

Dunia ini ibarat air laut. Apabila kita meminum airnya maka akan menambah haus dan dahaga. Begitulah dinamika hidup, kalau hanya sekedar mengejar nafsu syahwati hanya akan berakhir pada fatamorgana dan kepalsuan. Apabila tujuan hidup kita hanya mengejar kesuksesan duniawi , maka kita akan hidup hanya sebatas bayang-bayang. Kita merasa sesuatu itu manis padahal pahit, dan sebaliknya kita merasa sesuatu itu pahit padahal manis.

Semoga Allah Tuhan yang maha kuasa, yang menggenggam setiap jiwa bahkan seluruh alam jagad raya berada dalam kekuasaanNya, memberikan kesempatan kepada kita untuk dapat memilih antara 2 cinta. Cinta kepada dunia yang fana dan sementara ini atau Cinta kepada-Nya yang kekal abadi. Cinta kepada Allah adalah cinta di atas cinta. Cinta kepada Allah bukan berarti meninggalkan dan membenci yang lain.

Jika hati adalah letak cinta bersemayam, maka tak mungkin hati yang satu ini memiliki dua cinta. Biarlah hati yang Satu ini mencintai Hanya Yang Satu. Jika kita telah utuh mencintai yang Satu tanpa menduakanNya, pasti Yang Maha Satu akan memberikan segalanya kepada kita.

Dengan adanya kesadaran akan Cinta pada yang Satu, maka rasa cinta kita pada harta, rasa cinta kita pada anak/istri/suami, rasa cinta kita pada pekerjaan, rasa cinta kita pada perniagaan, dan rumah yang kita tinggali semuanya akan terasa indah karena berlandaskan pada cinta yang hakiki.***

Ropiyadi ALBA
Ropiyadi ALBA Tenaga Pendidik di SMA Putra Bangsa Depok-Jawa Barat dan Mahasiswa Pasca Sarjana Pendidikan MIPA Universitas Indra Prasta Jakarta.

Tinggalkan Balasan