Mungkinkah Cinta (part 6)

Cerpen, Fiksiana202 Dilihat

“Putri pamit bu.” Aku mencium tangan Ibuku sebelum aku menuju kampus untuk pertemuan selanjutnya bagi membicarakan masalah KKN dengan kelompokku. Walaupun malam tadi mataku sulit untuk dipejamkan dan sekarang aku masih terasa mengantuk tetap aku tidak boleh tidur apalagi aku sampai telat datang. Tidak bisa aku bayangkan bagaimana malunya diriku kalau aku sampai terlambat lagi, setelah pulang dari kampus kemaren aku langsung menganti bateri jamku supaya aku tidak terlambat lagi.

Berjalan menyusuri tortoar kampus menuju ruangan rapat yang sudah ditentukan, aku masih mengingat pertemuan hari ini pukul 9.30 sama dengan jam pertemuan sebelumnya. Sekarang baru pukul 09 pagi aku tidak mau mengambil resiko terlambat lagi.

Jam sudah menunjukkan pukul 09.30 di pergelangan tanganku, aku juga membuka handphoneku hanya untuk memastikan jam sudah menunjukkan pukul 09.30 tapi aku tidak melihat satu orangpun dari kelompok KKN ku, aneh. Tapi ketika aku berusaha mencari whatsapp grup KKN ku aku mendengar pintu dibuka, seseorang masuk dan aku melihat Edwin berjalan menghampiri tempat dudukku dan mengambil posisi duduk tepat di depanku hanya ada meja panjang yang membatasi kami.

Aku tersenyum kecut memandangnya dan berkata

“Belum ada yang hadir, semoga kamu tidak marah.” Kataku kepada Edwin

Bukannya menjawab pertanyaanku Edwin malah tersenyum manis kepadaku, senyumnya pasti membuat wajahku bersemu merah.  Dengan gelisah aku memandang pergelangan tanganku sudah berlalu setengah jam, akhirnya aku membuka mulut

“Jadi tidak pertemuan kita?”  Sambil menatap ke arah Edwin tapi hanya sebentar karena Edwin melihat tepat dimataku.

“Memangnya ada yang kita tunggu?”

“Lho bukanya kita ada pertemuan untuk membahas masalah KKN?” Tanyaku membulatkan mataku memandangnya.

“Baca lagi whatsappnya, kita hanya berdua saja,  hanya ketua dan sekretaris.” Jawab Edwin santai

Aku bergegas membuka handphoneku mencari whatsapp, ternyata benar aku mendapatkan japri dari Edwin.

“Terus kenapa kita menunggu siapa?”

“Tidak menunggu siapa – siapa.” Santai sekali jawabnya membuatku geram

“Sebenarnya apa yang mau kita kerjakan, jangan membuang waktu. Jika tidak ada yang dikerjakan aku akan pergi.” Sambil mengatakan itu aku berdiri dari dudukku untuk meninggalkan Edwin.

“Siapa bilang tidak ada kerjaan, mana kertas dan pulpennya. Atau mau langsung di ketik dilaptop.” Perintah Edwin kepadaku.

“Apa dulu yang mau dikerjakan, kemaren saya terlambat jadi saya tidak tahu apa yang akan dikerjakan hari ini.” Kataku kepada Edwin yang masih saja tersenyum – senyum membuatku jengkel.

“Kamu memang suka panik begini ya.” Pertanyaan Edwin tentu saja membuatku tambah kesal.

“Tidak usah bertele–tele, langsung saja. Apa yang harus dikerjakan dulu nich?” aku berusaha meredam kekesalan dihatiku melihat Edwin dengan sengaja mengerjaiku. (Bersambung)

Tinggalkan Balasan