Novel | Seruni, Catatan Isteri Seorang Politisi #7

Fiksiana, Novel0 Dilihat

Catatan 7

Ada suasana baru di rumahku hari ini, mbak Sum ART aku yang baru, mengambil alih perananku di rumahku. Mas Todhy ternyata benar, karena dengan kehamilanku yang semakin membesar, membuat aku mulai hati-hati, tapi meskipun ada mbak Sum, aku juga tetap beraktivitas ringan.

Tadi aku kembali check up ke dokter, itu pun aku gak bawa mobil sendiri, aku pakai taksi online. Mas Todhy sudah wanti-wanti aku, agar jangan nyetir mobil dulu. Hasil pemeriksaan dokter, kehamilanku sehat-sehat saja, dokter menganjurkan agar aku tetap harus bergerak.

Aku gak tahu, apakah setelah aku melahirkan akan tetap sendiri atau tidak. Sebagai seorang perempuan aku juga butuh teman untuk ngobrol.

Memang aku tidak kesepian, sekarang ada mbak Sum yang bisa diajak ngobrol. Oh ya, tadi mas Todhy kasih kabar, kalau deposito-nya sudah bisa dicairkan. Alhamdulillah, semoga uang itu bisa dijadikan buat usaha.

“Runi, deposito-nya sudah bisa dicairkan, kalau kamu
sudah mau mencairkan kamu kasih tahu mas ya.” Itu yang dikatakan mas Todhy tadi pagi.

Aku cuma bilang sama mas Todhy, aku butuh advis mas Todhy, uangnya dibuat apa? Mas Todhy kasih saran di investasikan ke property atau tanah, karena property dan tanah harganya semakin lama semakin naik, kalau diputarin buat usaha, agak spekulasi kalau gak di urus sendiri usahanya.

Aku percaya sama mas Todhy, aku minta dia yang urus semua, tapi mas Todhy keberatan, dia cuma mau kasih jalan dan pemdampingan saja.

“Runi, uang itu persoalan yang sensitif, mas tetap bantu kamu cari jalannya, dan mas dampingi kamu sampai urusannya selesai,” ucap mas Todhy di telpon

“Tapi aku itu orang yang malas dengan urusan ribet kayak gitu mas, aku sudah anggap mas Todhy bukan orang lain.” Jawabku

Mas Todhy keukeuh pada pendiriannya, dia akan temani aku besok, untuk mencairkan depositonya. Sehabis itu dia mau ajak aku melihat ruko atau tanah yang mau dibeli. Sementara belum digunakan uang hasil depositonya, uangnya akan disimpan di tabungan aku.

Tadi mbak Sum juga tanya tentang mas Todhy, dia pikir mas Todhy suami aku,

“Bu maaf, bapak kok gak tinggal satu rumah sama ibu?” Tanya mbak Sum tadi pagi

“Mbak Sum, pak Todhy teman akrab almarhum suami saya, bukan suami saya,” aku jawab gitu

Mbak Sum bilang dia gak bisa bedakan antara suami dan bukan, karena perhatian mas Todhy persis seperti perhatian seorang suami pada isterinya. Aku bilang sama mbak Sum, kalau mas Todhy adalah seorang duda. Eh mbak Sum malah anjurin aku untuk nikah aja sama mas Todhy, menurutnya mas Todhy adalah laki-laki yang baik,

“Mbak Sum, sampai sekarang mas Todhy belum bicara apa-apa, saya gak mau mendesak dia meskipun saya merasa cocok dengan dia.”

Mendengar ucapanku seperti itu, mbak Sum hampir gak percaya, karena dalam pandangannya mas Todhy sangat perhatian sama Aku. Aku harus gimana dong, jujur saja aku sangat suka dengan mas Todhy, kalau dibandingkan dengan mas Tyasto. Apa aku harus minta di kenalkan sama anak-anaknya mas Todhy ya?

Kan gak baik kalau perempuan yang duluan yang mengungkapkan perasaannya. Aku yakin, mas Todhy belum mau ngomong soal perasaannya, karena aku masih hamil. Semoga saja nanti kalau aku sudah melahirkan dia mau mengungkapkan perasaannya pada aku. Kok aku jadi ngarep gitu ya?

Disaat aku sedang mikir gitu, tiba-tiba mas Todhy muncul di rumah, kali ini dia berani masuk, aku sampai kaget dengan kedatangannya yang tiba-tiba,

“Maaf Runi, mas gak kabarin kamu mau datang, tadi kebetulan lagi ada urusan diwilayah sini, jadi mas mampir deh,”

“Emang mas gak ada perlu sama aku?” Aku bertanya dengan polosnya
“Ya perlunya ketemu kamu, emang gak boleh?” Mas Todhy baru bercanda sama aku

“Mas mau minum apa? Biar aku buatin ya?”

“Gak usah Runi, lihat kamu aja haus mas sudah hilang kok,” dia terus bercanda

“Mas, barusan tadi aku lagi mikir mas Todhy, kok mas Todhy sayang banget sama aku, eh gak tahunya mas Todhy muncul tiba-tiba,” aku mulai coba terbuka sama mas Todhy

“Itu tandanya kita punya ikatan batin Runi, mas juga sering mikirin kamu, bahkan mas pernah menghayal, seakan-akan kamu hidup di rumah mas sama anak-anak.” Ucap mas Todhy, aku sampai melayang rasanya.

Memang benar ya, ternyata Allah kalau mau mempertemukan manusia, selalu ada caranya yang diluar dugaan manusia.

Sejak kedatangan mas Todhy, juga mendengar ucapan-ucapannya tadi, aku merasa mas Todhy memang punya perasaan yang sama dengan aku, hanya saja masing-masing kami masih terhalang oleh keinginan masing-masing untuk mengungkapkan nya secara terbuka.

Masih perlu proses yang panjang sepertinya, padahal aku sudah sangat mempercayai dia, dan tidak menganggap dia sebagai orang lain, atau karena dia menganggap dirinya cuma menerima amanah mas Grasto, sehingga dia tidak ingin bertindak lebih dari itu.

Akhir-akhir ini, aku memang sering mengingat kebaikan mas Todhy, dari kebaikannya yang sangat wajar itu, aku merasa dia cuma sekadar sayang sama aku, karena aku mantan isteri temannya tidak lebih dari itu.

Besok kami akan berjalan berdua untuk mengurus pencairan deposito, aku akan minta mas Todhy bawa anak-anaknya sekalian, supaya aku juga bisa kenal dan dekat dengan anak-anaknya. Itu baru rencana aku, dan belum aku kemukakan pada mas Todhy, aku juga gak tahu apakah anaknya bisa ikut atau gak.

Mbak Sum sangat senang melihat kedatangan mas Todhy ke rumah tadi siang, dari jauh dia melihat seperti apa kami berdua di ruang tamu. Dia juga berharap kalau mas Todhy jadi suami aku.

“Bu, kalau pak Todhy sudah membuka hatinya, ibu harus mau membuka hati juga.” Itu kata mbak Sum.

Aku bilang sama mbak Sum, aku serahkan semuanya kepada Tuhan deh, kalau Tuhan memang menjodohkan, aku siap untuk menerima mas Todhy apa adanya.

Lagi-lagi jodoh itu memang meisteri Tuhan, yang tidak pernah bisa diduga oleh manusia, aku sih pasrahkan semuanya pada Tuhan.

Tinggalkan Balasan