Sara duduk menunggu makanan kesukaan yang dipesannya. Nasi lele penyet dan lalap atau sering dikenal pecel lele. Tetiba dikejutkan suara musik lagu yang cukup keras. Ada seseorang berjalan pelan mengedarkan tempat untuk menampung uang pemberian.
Seseorang dengan kostum boneka Doraemon besar berjalan sangat lambat. Seorang anak perempuan kecil berjalan di sampingnya perlahan. Sara tanpa pikir panjang memberi sebagian uang yang dipunyainya dan memberikan pada “pengamen” tersebut.
Siapa orang dibalik kostum Doraemon tersebut. Waktu telah menunjukkan pukul 19.00 malam. Jalannya selalu pelan. Sara memperhatikan namun hanya bisa membatin saja.
Pesanan makan pun selesai dan bisa segera dibawanya pulang untuk dinikmati. Hari-hari berlalu dan pengamen dengan kostum Doraemon itu tak lagi dipikirkannya, sampai suatu ketika..
Di sore yang padat, Sara pulang dari kerja masih harus mengerjakan tugas lain. Naik angkotan umum yang sesak. Kemacetan sore itu membuatnya terdiam di dalam angkot. Tiba-tiba matanya tertuju pada dua sosok yang pernah ditemuinya.
Hanya saja orang tersebut sedang beristirahat dan tidak lagi mengenakan bagian kepala kostum Doraemon. Sara terperanjat. Rasanya hampir tidak percaya. Seorang nenek sudah renta, berjalan tertatih-tatih dengan dituntun cucu perempuannya berkeliling kota hingga malam untuk mengamen. Menanti belas kasihan orang memberi meraka uang untuk sekedar makan dan kebutuhan lain.
Sara tak habis pikir. Bagaimana tidak, seseorang di belakang kostum itu ternyata nenek-nenek. Dalam usia senja masih harus bekerja semampunya demi memenuhi kebutuhannya. Di mana anggota keluarga lainnya?
Sara menatap penuh harap ingin bisa berjumpa lagi dengan dua pengamen itu. Angkot membawanya melaju menuju tempat tinggalnya. Menjauh dari dua sosok yang pernah ditemuinya.
…
Beberapa hari kemudian, Sara pulang kerja memilih berjalan kaki. Hari masih sore sekitar pukul 16.00 WIB. Didengarnya musik yang sama dari semacam kaset. Sara ingat, musik itu yang mengiringi nenek dan cucunya yang mengamen saat malam hari. Kini di sore hari dia melihat mereka lagi.
Segera berlari mengejar nenek dan cucu yang berjalan lambat. Nenek itu mengenakan kostum Doraemon. Tanpa banyak bicara, Sara memasukkan sejumlah uang ke dalam tempat uang yang disediakan. Sambil memberi senyuman, cucu dan nenek itu mengucapkan terimakasih pada Sara.
Sara merasa terharu. Tak ada percakapan sore itu. Sara hanya bisa berharap menunggu pertemuan berikutnya dengan kedua sosok pencari makan dengan mengamen ini. Sara bahka tidak tahu nama nenek dan cucunya. Mulutnya gagu mengajak bicara. Ada haru yang menyesak dan membuatnya tak tega berbincang dengan mereka berdua.
Sara hanya bisa bertekad akan memberi pertolongan sebisanya dengan bantuan uang saat mereka bersua.
Semoga nenek pengamen berkostum Doraemon dan cucunya selalu sehat dan mendapat bantuan yang tepat. Sara hanya bisa mendoakan.
…
Note:
Cerpen ini ditulis untuk berpartisipasi dalam Widz Stoopz Anniversary.
Kisah ini saya buat terinpirasi seorang nenek dan cucunya yang berkeliling jalan di sekitar tempat tinggal saya. Memang saya tidak tahu siapa nama nenek tersebut dan cucunya. Saya hanya tahu mereka sering lewat tepi jalan raya tempat saya tinggal. Menunggu belas kasihan orang yang berpapasan dengan mereka di jalan.
…
Written by Ari Budiyanti
8 Februari 2020
#WS
Cerpen ini pernah tayang di Kompasiana