Setiap orang memiliki minat dan kecenderungan masing-masing dalam menulis. Ada yang senang menulis fiksi ada juga yang senang menulis non-fiksi. Lalu, apa bedanya?
Apakah Anda senang membaca buku-buku motivasi atau biografi? Jika ya, berarti kamu adalah peminat buku-buku non-fiksi. Jika demikian, bisa jadi tulisan-tulisan yang akan Anda hasilkan pun lebih banyak yang berbau non-fiksi.
Jika Anda lebih senang membaca buku-buku cerita, novel, komik, maka Anda termasuk kelompok pecinta buku-buku fiksi.
Menurut KBBI, fiksi adalah cerita rekaaan, khayalan, tidak berdasarkan kenyataan seperti roman, novel dan sebagainya. Sedangkan non-fiksi adalah yang tidak bersifat fiksi, tetapi berdasarkan fakta dan kenyataan (tentang karya sastra, karangan, dan sebagainya).
Menulis konten non-fiksi biasanya based on data. Harus berdasarkan pada data dan fakta. Sedangkan tulisan fiksi, Anda bisa mengandalkan imajinasi dalam membuatnya.
Untuk menulis karya fiksi, kita bisa menggunakan banyak bahasa kiasan maupun majas. Namun, saat menulis non-fiksi, sebaiknya kita gunakan bahasa denotatif. Menyampaikan apa adanya.
Karya non fiksi biasanya bersifat informatif. Sementara karya fiksi sifatnya karangan. Umumnya tujuan menulis fiksi adalah untuk menghibur.
Menulis fiksi bisa jadi lebih sulit daripada membuat karya non-fiksi. Jika membuat tulisan non-fiksi bisa cukup dengan outline, maka dalam menulis fiksi (misal novel atau cerpen) selain outline cerita, tentu harus dipikirkan juga berapa banyak tokoh yang akan dimunculkan. Bagaimana watak tiap tokoh. Apa konflik yang akan dihadirkan. Alur dan setting ceritanya harus bagaimana, dan sebagainya.
Dalam menulis fiksi bisa digunakan berbagai sudut pandang. Sudut pandang atau point of view (PoV) ini penting dalam menulis fiksi. Karena PoV menentukan bagaimana sebuah kisah fiksi dituturkan.
Misalnya sudut pandang penulis sebagai orang pertama. Biasanya naskah menggunakan kata “aku”, dan si aku inilah yang bercerita. Dengan menggunakan PoV orang pertama, pembaca diajak untuk merasakan seolah dirinyalah yang menjadi tokoh dalam karya yang kita tulis.
PoV orang ketiga membuat sebuah karya fiksi menjadi lebih adil. Karena penulis tidak memihak pada salah satu tokoh. Sedangkan PoV orang kedua yang menceritakan tentang “kamu”, sebaiknya dihindari.
Katakanlah ada tokoh pasien Corona dan seorang dokter. Pada PoV orang pertama, kita bisa menuturkan cerita berdasarkan sudut pandang pasien atau dokter (salah satunya). Sementara pada PoV orang ketiga, kita bisa menceritakan sisi pasien dan dokter.
Adapun contoh yang menggunakan PoV orang kedua adalah :
Kamu berjalan di bawah terik. Keringatmu mengucur deras sementara perutmu meronta meminta jatah makan. Kamu tak peduli tatapan orang di sekitar. Kamu hanya terus berjalan menembus debu yang bergumul.
Menurut Anda mana yang lebih mudah? Menulis fiksi atau non-fiksi? Atau … Anda menguasai keduanya?
Semoga bermanfaat.
Ditta Widya Utami, S.Pd.
NPA. 10162000676