Selama hampir sembilan tahun mengabdi di Tanjungbatu dengan segala suka-duka, Jamel mampu melewatinya. Kini Jamel dimutasi ke Moro, memimpin sekolah baru. Keputusan Pemerintah melalui Kanwil Depdikbud Provinsi Riau menunjuk Jamel sebagai Kepala Sekolah di SMA Moro akan mengubah jalan dan ruang hidup Jamel. Di Moro Jamel tetap bersikap seperti di Tanjungbatu. Tugas-tugas lain selain tugas wajib tetap dia lakukan. Tidak hanya mengurus sekolah, namun kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan sosial-kemaysarakatan juga tetap dia lakukan.
Sebagai Kepala Sekolah SLTA di kecamatan, satu-satunya Sekolah Tingkat Atas (SMA) dia disejajarkan dengan para pejabat setingkat pegawai kecamatan yang ada di sini. Pak Camat adalah pejabat yang selalu mengajaknya dalam berbagai kegiatan. Ketika camat mengadakan kunjungan kerja ke Desa-desa seperti ke Durai, Dusun Nyiur, Sugi dan beberapa desa lain di wilayah Kecamatan Moro, Jamel selalu diajak selain Komandan Koramil dan Kapolsek dan beberapa pejabat kecamatan lain yang diajak Pak Camat. Isteri Jamel, Tati juga ikut sebagai anggota PKK Kecamatan. Hubungannya tentu saja bertambah akrab dengan para isteri petugas (pejabat) yang ada di Moro.
Jamel juga masih ingat, isterinya itu sempat menjadi guru di TK (Taman Kanak-kanak) Pertiwi Kecamatan Moro. Padahal ijazah Tati hanya tamatan SMA. Tapi karena tidak ada guru, itupun sudah memadai untuk menjadi guru di tahun 1995 itu. TK ini adalah sekolah kanak-kanak yang diprakarsai dan dikelola langsung oleh Ibu-ibu pengurus PKK Kecamatan di bawah koordinasi Ibu Camat. Sebagai pengurus dan anggota PKK Kecamatan Moro, isteri Jamel ikut diberi tanggung jawab menjadi guru di TK itu. Tentu saja tidak harus digaji. Sifatnya suka-rela saja.
“Ternyata menyenangkan bermain bersama anak-anak kecil itu, Bang.” Begitu Tati mengatakan keapda suaminya perihal dia diminta Ibu Camat ikut menjadi guru. Jamel hanya tersenyum. Dia memuji isterinya yang bersedia menajdi guru TK sambilan. Jamel malah jadi teringat sekaligus menyesal karena ketika menikahi Tati dan membawanya ke Tanjungbatu, saat itu isterinya baru saja menamatkan sekolah di SMA Negeri Rumbai. Menyesalnya adalah karena ketika tamat, Tati sejatinya melanjutkan kuliah ke Universitas Riau karena mendapat kesempatan sebagai mahasiswa undangan, PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) sebagai calon guru Matematika. Tapi karena ayahnya mengizinkan berangkat ke Tanjungbatru setelah menikah, undangan itu tidak dipenuhi.
“Kalau dulu, Neng kuliah sudah tentu menajdi guru negeri, ya?” goda Jamel kepada isterinya. Tati hanya tersenyum saja.
“Itu sudah jalannya, Bang. Abah izinkan bersama Abang ke Tanjungbatu untuk mendampingi Abang sebagai guru. Tati juga tidak keberatan. Cinta telah menyatukan kita sekaligus memisahkan kesempatan kuliahmitu.”
“Tapi tidak marah, kan?”
“Buktinya kita sudah di sini. Itu catatan tujuh tahun silam, Bang. Allah tahu yang terbaik untuk hamba-Nya.” Jamel dan isteri banyak bercerita perihal kisah mula cinta mereka saat di Pekanbaru. Lalu setelah menikah mereka berangkat ke Tanjungbatu. Di situ pula mereka merajut cinta berdua, cinta seorang guru dan cinta seorang calon mahasiswa guru. Kini mereka fokus akan merajut cinta kepada anak-anak dan juga anak didik di sekolah.*** (bersambung)