Kompetensi sosial emosional dan penerapannya dalam kebijakan dan program sekolah untuk memuliakan hak anak
Lokakarya ke-3, Komite Pembelajaran Sekolah Penggerak dilaksanakan serentak secara nasional selama 2 hari, 23-24 Februari 2022. Pesertanya terdiri dari pengawas dan kepala sekolah yang tergabung dalam komite pembelajaran pada setiap satuan pendidikan.
Dalam lokakarya kali ini, peserta diajak melakukan diskusi tentang sejumlah hal yang berhubungan dengan kompetensi sosial emosional (KSE) sebagai salah satu kompetensi sikap dalam pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan.
Pada hari pertama saya tidak dapat mengikuti pertemuan secara utuh. Hal ini disebabkan oleh jaringan internet yang timbul tenggelam membuat saya harus keluar masuk dari ruang pertemuan daring (meet).
Pada pertemuan hari pertama, 23 Februari 2022, berdasarkan lembar kerja, peserta ditugaskan pelatih ahli untuk menyelesaikan lembar kerja 1. Peserta diajak berefleksi tentang pengalaman mental yang berhubungan dengan emosi-emosi yang muncul ketika berhadapan dengan peristiwa atau kejadian tertentu di lingkungan kerja. Emosi yang dimaksud bisa berupa gejala positif maupun negatif yang ditimbulkan oleh situasi tertentu yang dialami. Ketika dihadapkan pada kemunculan emosi tersebut, peserta menjelaskan sikap atau peran yang diambil untuk merespon peristiwa atau kejadian yang dialami.
Satu hal yang patut dicatat bahwa proses refleksi ini tentu tidak mudah. Diperlukan sikap kritis terhadap diri sendiri. Refleksi, sebagai bentuk penilaian terhadap diri sendiri, membutuhkan kejujuran pada diri sendiri dan kesadaran total atas potensi dan kekurangan yang dimiliki. Pada saat yang sama, refleksi harus mampu mengenali pola kebiasaan yang rutin dari waktu ke waktu. Perubahan itu tidak saja perubahan lingkungan tetapi juga perubahan emosi sebagai reaksi atas perubahan di luar diri. Hal terpenting dari proses refleksi adalah memahami peran dan tindakan terbaik untuk diri sendiri dan orang lain.
Pada lembar kerja 2, pelatih ahli memberikan kesempatan peserta untuk menganalisis secara kritis kompetensi sosial emosi (KSE) yang dimiliki. Pada lembar kerja yang sama, peserta diminta menjelaskan cara-cara mengelola (emosi) ketika berhadapan dengan perasaan tidak menyenangkan.
Selama berada di lingkungan kerja dapat dipastikan setiap orang memiliki bentang pengalaman panjang. Setiap pengalaman itu secara niscaya menimbulkan respon emosi tertentu. Ketika dihadapkan dengan emosi positif seseorang biasanya dapat menjalankan perannya dengan baik. Kehadiran emosi positif dalam kehidupan sosial sangat memungkinkannya menjalankan perannya secara maksimal.
Akan tetapi, ketika dihadapkan pada situasi yang tidak diharapkan, dengan serta merta emosi negatif akan mewarnai kerja mental yang terekspresi melalui kerja tubuh. Kerja tubuh itu terlihat pada wajah muram, senyum getir, kemarahan, atau terekspresi melalui komunikasi. Pada titik ini, seseorang dituntut mampu mengelola (emosi) diri untuk menghadapi situasi yang tidak menyenangkan tersebut.
Dalam konteks interaksi sosial di sekolah penting untuk memahami cara kerja emosi. Dunia sekolah merupakan bagian kecil dari sebuah lingkungan sosial yang lebih besar. Di dalamnya ada interaksi sosial, interaksi kepala sekolah dan guru, kepala sekolah dan siswa, hubungan antar guru, guru dan siswa, dan interkasi siswa dengan siswa.
Semua orang bersepakat bahwa kehidupan sosial senantiasa diwarnai dengan heterogenitas. Hal ini juga dapat ditemukan pada lingkungan sekolah. Ada kemajemukan sifat, karakter, cara pandang terhadap sesuatu, gaya berfikir, dan berbagai ciri individual lainnya. Kepala sekolah, sebagai figur sentral dalam lingkungan sekolah, dituntut memiliki kemampuan mengelola interaksi tersebut dengan baik.
Seluruh hasil refleksi tersebut terakumulasi dalam lembar kerja 3. Pada bagian ini, peserta melakukan asesmen diri terkait dengan pemahamannya terhadap KSE, cara mengelola dan menerapkannya dalam membuat kebijakan dan program yang mampu memuliakan hak anak.
Hari ke-2, Kamis, 24 Februari 2022, peserta diminta menyelesaikan lembar kerja 4. Di sini peserta ditugaskan membuat rencana pengelolaan diri. Sebagai acuan rencana peserta diberikan kesempatan membuka hasil refleksi sebelumnya. Berdasarkan hasil refleksi, peserta memilih satu atau lebih prilaku positif yang dapat dikembangkan. Peserta juga ditugaskan membuat prosedur pengembangan, personil yang terlibat, serta indikator keberhasilannya.
Bagian akhir dari kegiatan lokakarya hari ke-2, peserta menyelesaikan lembar kerja 5. Pada bagian ini, refleksi berkaitan dengan salah satu kebijakan dan program sekolah yang telah dilakukan dalam konteks upaya memuliakan hak anak, cara menerapkan, indikator keberhasilan, tantangan yang dihadapi, serta cara mengatasi tantangan tersebut.
Bagian ke-2 dari lembar kerja 5 adalah merancang kebijakan dan program sekolah yang memuliakan hak anak dengan mempertimbangkan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) yang ingin dikembangkan. Kebijakan dan program bisa berasal dari program yang sedang berjalan maupun hal baru yang akan dikembangkan.