Teori Kepemimpinan dalam Satuan Pendidikan

Sumber gambar: silabus.web.id

 

Pemimpin adalah seseorang yang diberi kepercayaan sebagai ketua (kepala) dalam sistem di sebuah organisasi/ perusahaan. Sedangkan Kepemimpinan adalah sebuah kemampuan atau kekuatan di dalam diri seseorang untuk memimpin dan mempengaruhi orang lain dalam hal bekerja, dimana tujuannya adalah untuk mencapai target (goal) yang telah ditentukan.

Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, watak , dan kepribadian yang unik, khas, dan berbeda. Antara pemimpin yang satu dengan pemimpin yang lainnya tidak sama, mereka memiliki gaya dan pola tingkah laku yang berbeda.

Gaya kepemimpinan merupakan sekumpulan ciri yang digunakan seorang pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya agar sasaran organisasi dapat tercapai. Ada 3 gaya kepemimpinan menurun Lewin , yaitu : gaya otokratis, gaya demokratis, dan gaya laizes fire. 

Gaya otokratis merupakan gaya seorang pemimpin yang lebih memfokuskan pada otoritas, bersikap mendikte, mengambil keputusan secara sepihak, serta memberikan batasan tertentu terhadap keikutsertaan bawahan.

Gaya kepemimpinan demokratis merupakan gaya dalam memimpin yang melibatkan bawahan dalam mengambil keputusan, memberikan otoritas kerja dan membuka kesempatan serta keikutsertaan bawahan dalam berbagai hal.

Sedangkan gaya kepemimpinan laizes fire yang disebut juga gaya kendali bebas merupakan gaya yang lebih cendrung memberikan kebebasan penuh kepada bawahan dalam pengambilan keputusan dan proses pelaksanaan pekerjaan.

Dari ketiga gaya kepemimpinan di atas, sesunguhnya masing-masing diperlukan dan dapat diterapkan pada situasi-situasi tertentu. Namun ada hal yang tidak bisa dilepaskan dari setiap gaya kepemimpinan, yaitu menyangkut keterampilan yang harus dimiliki. Seorang pemimpin harus memiliki tiga buah keterampilan, yaitu keterampilan teknis, keterampilan manusiawi, dan keterampilan konseptual.

Keterampilan teknis (technical skill) mengacu pada pengetahuan dan keterampilan seseorang dalam salah satu jenis proses atau teknik. Keterampilan manusiawi (human skill) adalah kemampuan bekerja secara efektif dengan orang-orang dalam membina kerja tim.

Keterampilan konseptual (conseptual skill) adalah kemampuan untuk berpikir dalam kaitannya dengan model, kerangka, dan hubungan yang luas, seperti rencana jangka panjang.

Dalam ruang lingkup satuan pendidikan, kepala sekolah sebagai top management memainkan peran yang sangat penting dalam menentukan maju dan mundurnya sebuah sekolah. Walaupun demikian, seorang kepala sekolah tidak bisa bekerja sendiri, dia harus ditopang oleh para pembantu kepala sekolah, yang terdiri dari para wakil kepala sekolah. Para wakil kepala sekolah tersebut dibagi menjadi beberapa bidang kerja, seperti bidang kurilum, bidang kesiswaan/peserta didik, bidang Sumber Daya Manusia yang meliputi tenaga pendidik dan kependidikan, bidang sarana dan prasarana, serta bidang Hubungan Masyarakat (HUMAS).

Seorang kepala sekolah harus mampu mengambil peran sebagai leader, educator, manajer, administrator, supervisor, inovator, dan motivator. Seorang kepala sekolah diharapkan memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran di sekolahnya, dan memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki para gurunya. Selain itu, iapun harus memiliki semangat perubahan sehingga dapat menjadi motivasi bagi seluruh tim kerja di bawahnya.

Dalam menjalankan peran-peran kepemimpinannya, sebaiknya seorang kepala sekolah lebih menekankan gaya kepemimpinannya dengan berorientasi pada hubungan (relationship behaviour), bukan berorientasi pada tugas (task behaviour).

Dengan berorientasi pada hubungan artinya seorang kepala sekolah lebih memberikan motivasi kepada bawahannya, bukan hanya memberikan pengawasan. Seorang Kepala Sekolah melibatkan bawahannya dalam pengambilan keputusan, lebih bersikap kekeluargaan, serta hubungan kerjasama yang saling menghormati.

Sebuah satuan pendidikan atau sekolah merupakan sebuah institusi yang bergerak dalam bidang jasa. Tujuan akhir dari sebuah peyelenggaraan pendidikan di sekolah adalah menghasilkan Lulusan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Oleh karena itu, membangun hubungan inter personal antar warga sekolah sangat penting. Budaya harmonis harus tercipta dalam lingkungan kerja. Jangan sampai terjadi, tujuan pendidikan adalah “membangun manusia” namun orang-orang yang terlibat di dalamnya tidak saling bekerja secara harmonis, bahkan terjangkit penyakit hati seperti iri, dengki, dan saling menjatuhkan.

Di sinilah peran seorang kepala sekolah kembali di uji. Mampukah ia meramu berbagai karakter berbeda di antara para bawahannya. Tidaklah mungkin sebuah manajemen efektif dapat tercipta jika unsur -unsur yang terlibat dalam manajemen tersebut tidak memiliki budaya harmonis.

Seorang kepala sekolah dan tim manajemen di bawahnya harus kembali kepada jati diri sebagai seorang guru, yang dituntut memiliki sifat-sifat tertentu, yaitu ramah, terbuka, akrab, mau mengerti, dan mau belajar terus-menerus.

Kita berharap semoga dalam dunia pendidikan selalu tercipta suasana kerja yang harmonis, bekerja berlandaskan pada semangat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa demi menghasilkan generasi penerus yang memiliki integritas dan kejujuran.

Selanjutnya biarlah menjadi tugas penyelenggara negara untuk melaksanakan kewajibannya “menyelenggarakan Sistem Pendidikan Nasional“yang telah digariskan oleh konstitusi maupun undang-undang***

Salam. Ropiyadi ALBA

Tinggalkan Balasan