“Kamu memang cantik, tapi cantik karena make-up membuatku tidak tertarik. Aku lebih memilih cewek manis dan apa adanya. Yang penting dia pintar serta mengerti aku seperti dia.” Semua mata tertuju padaku karena arah jari Edwin mengarah kepadaku. Aku, pasti Edwin hanya asal menunjuk padaku, karena setelah itu dia berlalu meninggalkan aku dan primadona kampus yang baru saja ditolaknnya.
Karena ulahnya hampir satu minggu aku menjadi bulan – bulanan teman dekatku yang mengira aku punya hubungan khusus denganya, ada – ada saja. Memang Edwin sangat menyebalkan kesalku dalam hati kala itu.
Tapi sejak itu, aku yang mulanya sangat kesal kepadanya menjadi tertarik karena Edwin tidak pernah menggunakan fasilitas orangtuanya untuk kuliah. Dari informasi burung dara dia bekerja sambil kuliah dan yang lebih hebatnya lagi baru semester 6 sudah menjadi asisten dosen benar – benar amazing bukan.
Mataku seperti sudah ditumpuk batu beribu ton tak bisa aku paksakan untuk tetap terbuka, aku mengalihkan padangan mataku ke jam dinding di kamarku, waduh pukul 01 dini hari pantas saja aku mengantuk berat. Memikirkan Edwin memang membuatku lupa waktu, kupejamkan mata sambil mulut berkomat – kamit membacakan doa tidur sebelum aku benar – benar terbawa ke alam mimpi dimana aku berharap akan bertemu Edwin di sana. Ngarep tatinku.
***
Aku memandang jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tanganku, jarum pendekknya menunjukkan angka 9 berarti masih ada setengah jam sebelum brifing pertemuan untuk membahasa masalah KKN dengan kelompokku.
Aku berjalan santai, karena dari tadi aku sudah lelah harus membantu Ibu sebelum berangkat ke kampus menuju keruangan yang sudah ditentukan, tapi merasa aneh mengapa satu persatu mahasiswa meninggalkan ruangan briefing bukannya sudah dekat waktu brefing fikirku.
Aku menyapa salah satu teman satu kelompoku yang kebetulan satu jurusan denganku
“Kita tidak jadi briefing Win?” tanyaku kepada Winda
“Sudah selesai.” Jawab Winda santai dan meninggalkanku
“Selesai, apa maksudmu Win.” Lihat Whataspa saja, bergegas aku mengambil handphoneku . masak sih aku salah fikirku sambil membuka handphoneku. Astaga handphoneku mati, sejak subuh tadi aku memang tidak mendengar notifikasi ataupun suara apapun dari handphoneku ternyata handphoneku mati.
Aku memandang ke arah pintu ruang pertemuan, sosok yang kucari keluar paling terakhir dengan membaca berkas di tangannya.
“Maaf saya terlam .” Belum juga tuntas ucapanku,
“Basi, sudah kebiasaan orang Indonesia tidak bisa menghargai waktu.” Perkataannya sangat menyakitkan hatiku.
“Apa maksudnya, saya bukan bermaksud untuk terlambat tapi.” Aku tidak melanjutkan perkataanku, pandangan matanya benar – benar mengintimendasiku.
“Terserah, apa pikiran Anda, saya akan minta ganti kelompok saja.” setelah mengatakan itu aku bermaksud meninggalkannya.
Tapi aku merasa ada tangan yang menarik leganku, membuatku memandang tanganku dan memperhatikan tangan lain aku melihat Edwin memegang leganku.
“Lepaskan .” Aku menepis tangan Edwin yang berada di tanganku
Aku pasti Edwin melihat bagaimana napasku masih terengah – engah untuk sampai di ruang pertemuan ini, mana mungkin aku dengan sengaja datang terlambat. Tidakkah Edwin tahu aku bukan dari keluarga berada sehingga harus mensia – siakan kesempatan untuk kuliah. Aku berusaha kuliah tepat waktu, tidak semua yang berada dalam kelompok KKN ku semester delapan hanya aku dan Edwin yang semester 8 yang KKN sementara yang lainnya ada yang sudah 12 semester baru KKN batinku kesal kepada Edwin.(bersambung)