Pariwisata membawa berkah sekaligus bencana. Ini terjadi jika tidak ada pengawasan terkait dengan ekosistem sebuah daerah tujuan wisata (DTW). Ketenaran “The Beach” sebuah kawasan wisata tersohor di Pulau Phi Phi Leh, Thailand, mendunia berkat film “The Beach” yang bercerita tentang seorang backpacker yang diperankan oleh Leonardo DiCaprio (rilis tahun 2000). Dikisahkan di pulau terpencil di Asia itu tersedia pasokan ganja yang tidak terbatas.
Sejak film itu beredar nama pantai yang sebenarnya adalah Pantai Maya jadi lebih dikenal sebagai “The Beach”. Tentu saja arus wisatawan penggemar pantai pun kian deras.
“The Beach” yang terletak sekitar 48 km dari kawasan wisata Phuket jadi tujuan wisata dunia. Namun, bagi yang berminat ke sana terpaksa harus menjadwal ulang keberangkatan karena kawasan itu terpaksa ditutup secara berkala selama empat bulan setiap tahun karena kerusakan ekosistem. Tahun ini penutupan berlangsung sampai September 2018.
The Beach di Thailand (Sumber: inspiredbyasia.co.uk)
Diberitakan oleh “dw.com/id” (1/6-2018) Thailand terpaksa menutup kawasan wisata Pantai Maya, yang lebih dikenal sebagai “The Beach”, di pulau itu karena kerusakan akibat terlalu mengejar uang tapi mengabaikan lingkungan. Maklum, setiap hari rata-rata 4.000 wisatawan dari berbagai penjuru dunia berkunjung ke pantai itu.
Langkah berani dan terpuji Thailand itu patut jadi panutan bagi pemerintah Indonesia, dalam hal ini pemerintah daerah karena kekuasaan ada pada daerah berdasarkan UU Otonomi Daerah.
Pertanyaan yang sangat mendasar untuk Indonesia adalah: Apakah ada asesmen rutin dalam berbagai aspek terhadap daerah-daerah tujuan wisata di Indonesia?
Mungkin Indonesia baru menutup sebuah DTW kalau secara fisik sudah hancur-lebur. Maklum, akan ada pembenaran: Kan masih banyak pantai yang bisa dijadikan DTW.
Penutupan “The Beach” sendiri dinilai terlambat 10 tahun karena kerusakan ekosistem, terutama terumbu karang, yang parah. Dengan menghentikan kegiatan selama empat bulan setiap tahun diharapkan terumbu karang bisa pulih.
Biar pun ada regulasi terkait lingkungan, Pulau Borocay, Filipina, tetap jadi incaran wisatawan lokal dan asing (Sumber: newsinfo.inquirer.net)
Ternyata penutupan kawasan wisata karena kerusakan ekosistem sudah pernah dilakukan oleh Filipina yaitu menutup kawasan wisata Boracay yang juga terkenal di dunia. Boracay terpilih sebagai salah satu pantai terbaik di dunia oleh “BMW Tropical Beach Handbook” tahun 1990. Sejak April 2018 Pemerintah Filipina menutup kawasan wisata yang terletak sekitar 315 km arah selatan Manila selama enam bulan juga karena kerusakan lingkungan.
Kawasan wisata dengan penduduk 17.000 jiwa ini tahun lalu dikunjungi 1,7 juta wisatawan. Kawasan ini mulai diperkenalkan sebagai tujuan wisata sejak tahun 1980-an. Seperti dilaporkan cnn.com (4/4-2018) sebuah survei di kawasan itu menunjukkan dari 834 perumahan dan fasilitas bisnis ada 716 yang tidak mempunyai izin sehingga diperkirakan pembuangan air limbah langsung ke laut.
Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, memanggil pengelola kawasan itu karena dugaan kesalahan pengelolaan sehingga manjadikan laut sebagai septic tank. Duterte pun ‘murka’ dengan mengatakan: “Selama ada kotoran yang keluar dari pipa-pipa yang mengalir ke laut, saya tidak akan pernah memberi waktu (kembali) ke pulau itu.”
Borocay di Filipina (Sumber: aminoapps.com)
Langkah Thailand dipuji banyak kalangan, termasuk wisatawan. Thon Thamrongnawasawat, pakar ilmu kelautan kenamaan di Thailand, menegaskan: “Kita jangan menyalahkan siapapun. Yang penting sekarang kami berusaha meregulasinya. Di masa lalu kami membuat kesalahan, karena menganggap uang adalah yang paling penting. Tapi sikap rakyat Thailand mengubah pandangan kami.”
Jika nanti pantai itu dibuka kembali, maka kapal-kapal cepat dan kapal nelayan yang membawa wisatawan tidak boleh lagi berlabuh di pantai tapi di pelabuhan terapung dan jumlah wisatawan dibatasi 2.000 setiap hari. Sebelumnya Thailand juga membatasi jumlah pengunjung ke Koh Tachai di taman nasional Similan dan Koh Yoong di pulau Phi Phi sejak tahun 2016, tapi hal itu tidak menyurutkan wisatawan ke Thailand. Kalau tahun 2000 wisatawan yang berkunjung ke Thailand 10 juta, tahun 2017 meroket ke angka 35 juta.
Jumlah yang fantastis dengan kawasan wisata yang tidak lebih banyak dari Indonesia, tapi tingkat kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia (tahun 2017 dilaporkan 14 juta) justru di bawah Thailand dan Malaysia (tahun 2016 dilaporkan 26 juta).
Langkah Filipina dan Thailand yang mementingkan ekosistem dan lingkungan hidup daripada devisa patut jadi contoh bagi Indonesia. Tentu saja dari sekarang sebelum terlambat! (dari berbagai sumber) (Kompasiana, 3 Juni 2018). *
Komentar:
maria anna indita hernawati (7 Juni 2018) “Dengan menghentikan kegiatan selama empat bulan setiap tahun diharapkan terumbu karang bisa pulih.” kayaknya waktu 4 bulan belum cukup utk memulihkan pak, apalagi menumbuhkan kembali terumbu karang … mungkin perlu tahunan karena di byk postingan kerusakan dan sampah plus limbahnya luar biasa …. dan karena hampir semua pantai di thailand itu “dijual” akan membuat kesulitan tersendiri …. mungkin harus menutup sama sekali 3-4 pantai aka pantai konservasi sampai ekosistemnya pulih spy kelebihan ikan dari pantai yg ditutup tadi bisa mencapai pantai yg dibuka utk turis …. dan karena pantai kita banyak, semoga ini menjadi pelajaran berharga bagi warga yg tinggal dan mengelola pantainya spy lebih berkelanjutan
M U Ginting (3 Juni 2018) “Di masa lalu kami membuat kesalahan, karena menganggap uang adalah yang paling penting.” Wow . . . proses perubahan kesadaran manusia . . . antara duit dan lingkungan. Salam
Syaiful W. HARAHAP (3 Juni 2018) @Ginting …. Itu kan bagi bangsa yg mau menerima kenyataan dan mengakui kesalahan. Apakah sifat itu ada pada sebagian besar bangsa kita? Ini persoalannya. Dan selalu mencari kambing hitam serta penyangkalan ….. Salam …..
Yasintus Ariman (3 Juni 2018) Ini tantangan sekaligus peluang terutama daerah2 di NTT yg terus giatkan kawasan wisata untuk meningkatkan PAD.
Syaiful W. HARAHAP (3 Juni 2018) @Yasintus , ya sekarang bisa dongkrak PAD tapi ke depan malah habiskan APBD untuk perbaikan lingkungan ….. Ya, segeralah ingat pemerintah daerah ….. Salam ….
1 komentar