SERPIHAN CERMIN RETAK 14
Tung Widut
“Apapun alasannya, kamu harus selalu menemani. Sekarang kamu balik ke rumah sakit. Aku yang mengantarkan orderan,” tangan Pak Carlos mencabut kunci sepeda motor yang dinaiki Yuandra.
Yuandra tak menjawab. Debat dengan Pak Carlos sudah tak ada gunanya. Dia akan kalah . Memang kalau dirasa, benar juga kata Pak Carlos. Yuandra harus menunggu ibunya di saat ibunya sakit. Mungkin karena ibunya terlalu lama sakit, kebutuhan biaya yang besar dan tak mau dipecat lagi. Itu asalan Yuandra tetap bekerja di saat pentingpun. Setelah alamat order diberikan Pak Carlos, Yandra membalikkan sepeda motor menuju rumah sakit.
“Mbak Yuandra,” seorang dokter yang berada di pintu ruang operasi memanggilnya dia kembali berdiri walaupun belum genap lima menit dia duduk di kursi tunggu. Dia hafal betul, suara itu dokter Bima yang selama ini merawat mamanya. Dengan rasa percaya diri Yuandra pun mendekati dokter Bima.
“ Maaf Pak Yuan, kami selaku tim sudah berusaha, tapi justru mama langsung memburuk sebelum kami melakukan Tindakan. Semoga mama diterima disisi Allah. Mbak Yuan yang sabar ya.”
Tiba-tiba badan Yuandra terasa lemas. Pandangannya kosong. Air matanya pun tak kuasa untuk ke luar. Tak menyangka kalau mamanya secepat itu pergi. Selama ini dia sangat percaya kalau mamanya akan sembuh seperti sedia kala.
Ketika mamanya dibawa ke luar ruangan, Yuandra hanya bisa menyadarkan bedannya di tembok dekat pintu. Waktu yang bersamaan Pak Carlos datang. Dia berhenti di samping Yuandra dengan pandangan bingung. Antara wajah murung Yuandra dengan pasien yang baru saja ke luar ruangan.
“Yuan.” Pak Carlos minta kejelasan pada Yuandra. Tapi dijawab dengan tapi tangisan dan meletakkan kepalanya di dada lelaki gagah itu. Pak Carlos tak bisa berkata apa-apa, hanya bisa memeluk erat tubuh cantik Yuandra. Mengelus-ngelus kepala gadis itu agar merasa lebih tenang.
“Sekarang aku benar-benar sediri, sudah tak punya siapa-siapa lagi,” katanya terbata disela tangis sesegukan.
“Kamu masih punya aku,” katanya lirih.