Sumber gambar : Dream.co.id
Salah satu yang masih menjadi kendala dalam kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) adalah ketersediaan gawai dalam rumah tangga, sinyal internet, dan kuota internet.
Ketua Pelaksana Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Erick Thohir mengatakan, pemerintah tengah mengkaji untuk memberikan subsidi pulsa bagi para tenaga pengajar dan murid dalam rangka mendukung Pembelajaran Jarak Jauh di tengah pandemi Covid-19.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika ( Menkominfo) Johnny G Plate mengatakan bahwa subsidi pulsa bagi para tenaga pengajar dan murid akan mulai digulirkan pada September 2020, dan rencananya akan diberikan selama empat bulan atau hingga Desember 2020.
Johnny G Plate juga mengatakan, sedang dibicarakan paket data sekitar Rp 7,8 Trilyun plus beberapa insentif lainnya, yang semuanya berada di bawah satuan kerja Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Kita patut memberikan apresiasi dari rencana pemerintah untuk memberikan subsidi pulsa kepada tenaga pengajar (guru/dosen) dan murid ini. Paling tidak hal ini sedikit mengobati “rasa dahaga” akibat kesulitan dalam aktivitas Pembelajaran Jarak Jauh. Namun besaran kuota yang akan diberikan per siswa sebaiknya juga diperhatikan dengan mempertimbangkan aspek proporsionalitas dan kebermanfaatan.
Besaran kuota internet antara anak SD, SMP, dan SMA sebaiknya dibuat perbedaan dan secara gradasi meningkat berdasarkan jenjang pendidikan. Untuk meminimalisir penggunaan internet bukan untuk Pembelajaran Jarak Jauh, sebaiknya kuota internet dibagi dua. Kuota pertama untuk internet secara umum (untuk browsing, YouTube,Whatapps, dll), kapasitas kuotanya tidak perlu terlalu besar cukup 5-10 GB/bulan.
Sedangkan Kuota kedua untuk conference, seperti Zoom Meeting, Google Meet, Microsoft Meet. Kapasitas kuota untuk confrence harus lebih besar (antara 15-40 GB/bulan), karena akan memudahkan komunikasi “langsung” antara guru dan siswa dalam membahas sebuah mata pelajaran atau tema-tema tertentu.
Selain kuota internet, permasalahan Pembelajaran Jarak Jauh juga terletak pada belum meratanya jaringan internet di seluruh Indonesia. Meskipun kuoata internet sudah terpenuhi, kalau sinyal internetnya tidak ada atau putus-putus maka tetap menjadi masalah.
Ternyata, kondisi pandemi covid-19 yang memaksa para guru dan siswa melakukan Pembelajaran Jarak Jauh, telah membuka mata kita bahwa setelah 75 tahun merdeka ternyata masih banyak daerah di Indonesia yang masih tertinggal dalam pembangunannya, baik infra struktur maupu supra strukturnya.
Harus segera dipetakan daerah-daerah yang termasuk 3 T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar). Pemerintah daerah harus bekerja cepat dan bekerjasama dengan instansi terkait untuk segera membangun jaringan internet di daerahnya.
Para penyedia jasa layanan komunikasi tidak boleh selalu berpikir business oriented. Mereka harus memberikan sumbangsihnya kepada masyarakat dalam memberikan solusi permasalahan Pembelajaran Jarak Jauh ini.
Seperti kita ketahui, hampir semua sektor kehidupan terdampak dengan adanya pandemi covid-19, namun sepertinya hal ini tidak terjadi pada sektor telekomunikasi.
Ketika pemerintah berencana memberikan subsidi pulsa, sebaiknya juga sudah terpikirkan subsidi gawai (handphone) khusus bagi keluarga miskin, karena bagi mereka apalah gunanya subsidi pulsa kalau gawaipun tak punya.
Jangan sampai terdengar lagi ada seorang anak tak memiliki handphone untuk Pembelajaran Jarak Jauh, sehingga ayahnya terpaksa mencuri handphone hanya gara-gara tak punya uang.
Apabila permasalah kuota dan sinyal sudah teratasi, maka secara mekanisme Pembelajaran Jarak Jauh akan berjalan dengan lancar. Namun jika kita kembali kepada komponen-komponen sumber daya dalam pembelajaran, tidak hanya terletak pada lengkapnya sarana dan prasarana, namun justru yang paling menentukan keberhasilan sebuah pembelajaran adalah adanya kerja sama antara guru, orang tua, dan siswa.
Banyak ditemukan kasus dilapangan, para siswa belum memiliki komitmen untuk belajar di rumah sesuai dengan jadwal yang telah disusun oleh sekolah. Mereka hanya sekedar mengisi daftar hadir di awal pertemuan, kemudian meninggalkan “kelas” .
Sementara ruang diskusi yang seharusnya dinamis menjadi sepi atau kurang hidup. Untuk itu sangat dibutuhkan peran orang tua di rumah, selaku “guru” yang mengajarkan nilai-nilai karakter kepada anak-anaknya.
Para orang tua diminta perannya untuk mampu menimbulkan kesadaran kepada anak-anaknya akan nilai-nilai tanggung jawab, komitmen, jujur, dan disiplin.
Semoga dengan adanya subsidi pulsa dari pemerintah akan membawa sedikit solusi dari permasalahan Pembelajaran Jarak Jauh selama pandemi ini. Tentunya bagi para pelajar, hal ini dapat digunakan sesuai kebutuhan yaitu untuk menunjang pembelajaran. Jangan sampai subsidi pulsa yang diberikan malah digunakan untuk hal-hal lain yang kurang manfaat.***