Memelihara Rasa Malu
Rasa malu itu dihadirkan dipelihara utamanya bukanlah rasa malu terhadap manusia, tapi pada Allah Ta’ala yang setiap saat setiap waktu terus mengawasi kita. Rasa malu terhadap sesama manusia tidak seberapa, tapi rasa malu terhadap Allah yang akan membuat kita jera melakukan kesalahan.
Manusia tempatnya khilaf, tidak akan lepas dari perbuatan salah, namun kesalahan yang dilakukan berulang-ulang adalah wujud dari tidak memiliki rasa malu, baik terhadap sesama manusia, juga terhadap Allah.
Aku juga pernah melakukan sebuah kesalahan, tapi saat itu aku memang tidak ada pilihan. Aku sudah tahu resikonya sebelum aku lakukan, dan siap mempertanggungjawabannya saat itu benar terjadi.
Aku merasa malu saat itu, karena perbuatan seperti itu belum pernah aku lakukan sebelumnya.
Tapi, rasa malu saja tidak cukup. Semestinya kalau punya rasa malu harusnya pilihanku tidak salah, dan aku tidak melakukannya.
Harusnya rasa malu itu bisa mencegah sebuah perbutan yang memalukan, yang pada akhirnya merusak semua perbuatan baik yang pernah aku lakukan.
Satu perbuatan yang memalukan merusak semua kebaikan yang sudah pernah dilakukan.
Seperti itulah hukuman didunia yang tidak ada ketentuannya. Memelihara rasa malu itu pada dasarnya akan menyelamatkan kita dari perbuatan yang memalukan. Aku mengatakan ini karena aku sudah mengalaminya.
Agama pun menuntun manusia agar memelihara rasa malu, malu membuka aurat dimuka umum, tapi bukan berarti membuka aib sendiri dengan perbuatan yang tidak terpuji. Menutup peluang terhadap tindakan tidak terpuji, sama wajibnya dengan menutup aurat, itu kalau kita masih memelihara rasa malu.
Orang-orang terhormat akan lebih terhormat kalau mereka masih memelihara rasa malu. Tidak akan melakukan tindakan tidak terpuji seperti korupsi, itu kalau mereka memelihara rasa malu. Bukan malah tersenyum sumringah saat tertangkap tangan karena tindakan kejahatan korupsi.
Dikehidupan sehari-hari kita menyaksikan banyak orang yang tidak lagi memelihara rasa malu, sehingga melakukan perbuatan yang memalukan dianggap sebagai hal yang biasa. Melakukan perbuatan dosa dianggap sebagai perilaku keseharian, sehingga seperti sudah putus urat malunya.
Ada yang dengan bangga bisa selingkuh isteri orang lain, tanpa merasa berdosa dalam melakukannya. Dan perbuatan itu menjadi kebiasaannya, tanpa merasa malu terhadap Allah yang menyaksikan perbuatannya.
Sangat menikmati perbuatan tersebut sebagai wujud keperkasaannya sebagai seorang lelaki, yang bisa menundukkan isteri orang lain. Na’udzubillah Min Dzalik.
Tidak menyadari kalau sudah disesatkan oleh kenikmatan yang diciptakan syaitan, kenikmatan sesaat yang dibaliknya sudah menanti berbagai penderitaan di dunia. Itu barulah penderitaan di dunia, belum lagi azab yang akan diterima di akhirat.
Bersyukurlah orang-orang yang masih memelihara rasa malu dan bisa menjaga kehormatannya sebagai manusia. Sadar bahwa setiap perbuatan yang mengabaikan rasa malu akan berakibat pada rusaknya nilai kehormatan yang dimiliki.
Orang seperti ini memang tidak banyak, tapi orang seperti iini akan menjadi teladan bagi yang lainnya. Sebaliknya, orang-orang yang tidak bisa memelihara rasa malu, akan memberikan pengaruh buruk bagi orang-orang disekitarnya.
Aku sangat sadar, bahwa perbuatan memalukan yang pernah aku lakukan tidak mudah menghapusnya dari pandangan orang lain, tapi aku sangat yakin kalau Allah itu Maha Pengampun dan Maha Penyayang, selama aku mampu memelihara rasa malu.
Ajinatha