KMAC. 9 Aku dan Pengalaman Awal Menjadi Guru

Pendidikan, YPTD124 Dilihat

KMAC. 9 Aku dan Pengalaman Awal Menjadi Guru
Penulis : Theresia Martini, S.Ag., M.M

Awal aku mencicipi menjadi seorang guru, terjadi di Juni 1995, di sebuah sekolah swasta milik yayasan ternama di Kota Palembang. Namun sebelum penulis mendapatkan kesempatan mengajar di sekolah tersebut, penulis juga sempat mengajar di kota yang kala itu terkenal dengan cuaca dinginnya, yaitu Kota Malang.

Di Malang, penulis bertahan beberapa bulan saja, karena saat itu penulis baru saja dinyatakan lulus sebagai seorang sarjana. Dan masih harus menunggu pengukuhan alias wisuda, dan sekaligus juga sambil menunggu ijazah sarjana, yang sangat didambakan, namun belum diterbitkan.

Namun sayang, karena sesuatu hal terjadi, menyangkut masa depan, maka dengan berat hati, akhirnya terpaksa harus angkat kaki dari Kota Malang yang penuh dengan kenangan manis namun berakhir luka hingga meninggalkan trauma tak terelakan.

Penulis memutuskan untuk kembali ke kota empek-empek, hanya seijin kepala sekolah saja. Sementara rekan guru dan semua sahabat dekat serta kekasih hati, tidak ada yang mengetahui keputusan ini.

Singkat cerita, penulis kembali ke kota asal dan berkumpul kembali bersama keluarga setelah 8 tahun merantau jauh dari orangtua dan ketiga saudaraku.

Hari-hari pertama di kota empek-empek, penulis tidak memiliki kesibukan yang berarti selain rutin pergi ke Gereja untuk mengikuti Perayaan Ekaristi setiap pagi dan membantu, Pak Wid  membersihkan Gereja dan sekitarnya. Semua yang dilakukan, tanpa ada ikatan kerja atau sejenisnya, karena hanya untuk mengisi kekosongan waktu saja. Hal ini tidak berlangsung lama, karena penulis diminta untuk mengikuti tes sebagai penyiar radio.

Menjadi seorang penyiar radio, bukan merupakan salah satu dari sekian cita-cita atau mimpi penulis, saat masih kecil. Namun perjalanan hidup menghendaki kisah itu terjadi sehingga pengalaman menjadi penyiar radio dinikmati selama 2 bulan.

Waktu yang singkat itu, telah memberikan pengalaman baru kembali bagi penulis. Karena setiap hari berjumpa dengan banyak orang, hingga akhirnya dipertemukan dengan seorang ibu yang baik hati dan menawarkan untuk bergabung di salah satu sekolah yang dipimpinnya sebagai seorang Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) Swasta Katolik yang cukup terkenal di Palembang, dan secara kebetulan lokasinya tidak berjauhan dari kantor radio ini.

Tawaran yang sangat membahagiakan itu, tentu saja diterima dengan tangan dan hati terbuka yang disertai dengan perasaan penuh sukacita dan tanpa rasa segan, senyum sumringah melayang bersama anggukan kepala sebagai tanda menyanggupi tawaran untuk segera bergabung sebagai guru yang mengampu mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik.

Perjalanan kehidupan penulis yang terus mengalir begitu deras seperti aliran Sungai Berantas, seakan tiada berkesudahan menyirami dan menyejukkan jiwa. Karena tanpa di duga episode baru tersaji kembali dihadapan penulis. Peluang bekerja yang lebih menjanjikan datang menghampiri, disaat penulis genap satu bulan bergabung bersama rekan guru dan anak didik di sekolah tersebut.

Pada hari itu, dimana penulis sedang berada di kelas, tiba-tiba terdengar pintu diketuk oleh seseorang, yang tidak lain adalah pegawai di kantor Tata Usaha (TU) sekolah  menyampaikan pesan bahwa ada panggilan dari kepala sekolah karena ada seorang tamu yang ingin berjumpa. Sebagai seorang pegawai yang berstatus tenaga honor, tentu saja ingin menunjukkan loyalitas yang baik. Segera saja, saya berpesan dan memberikan tugas kepada peserta didik, sementara meninggalkan mereka untuk memenuhi panggilan tersebut.

Tanpa menemui hambatan, penulis segera turun ke lantai bawah untuk menjumpai kepala sekolah beserta tamu yang sedari tadi telah menunggu. Dengan agak canggung, penulis ikut duduk bersama kepala sekolah dan seorang tamu paruh baya yang nampaknya berasal dari Indonesia belahan timur. Karena memiliki ciri khas rambut keriting, kulit sawo yang hampir busuk, gaya bicara dan logat bahasa yang sudah tidak asing terdengar, dapat dipastikan bahwa benar tamu ini berasal dari Flores.

Tanpa menunggu basa basi, sang tamu dengan sopan mengulurkan tangan dan menganggukan kepala sebagai salam hormat dan perkenalannya, yang disambut penulis dengan sikap yang sama, tersenyum semanis mungkin dan menganggukan kepala sebagai salam jumpa dan perkenalan.

Selanjutnya kami bertiga melanjutkan pembicaraan pokok tentang maksud dan tujuan sang tamu ingin berjumpa penulis. Semua telah diutarakan dengan gamblang, akhirnya penulis mengerti maksud dan tujuan pria paruh baya tersebut, penulis merasa ragu dan bingung. Karena penulis belum pernah berjumpa ataupun mengenal pria ini. Keraguanpun muncul, untuk menjawab iya dan menyetujui bahwa besok pagi saya bersedia untuk pergi berdua berboncengan dengan menggunakan sepeda motor untuk menjumpai ketua yayasan sekolah Katolik yang berada di Pulau Bangka.

Di saat masih kebingungan untuk memberikan jawaban yang pasti, tiba-tiba terdengar suara ibu kepala sekolah yang begitu baik dan perhatian dengan lembut mengatakan, “Di coba aja dulu, Bu There, siapa tahu ibu bisa mengikuti seleksi tersebut.”  Jujur saja, kebingungan yang dialami saat itu, bukan takut untuk mengikuti seleksi menjadi guru tetap di Pulau Bangka (yang saat ini sebagai tempat tinggal penulis) namun, kebingungan yang disebabkan ketidaktahuan sama sekali, tentang identitas pria paruh baya yang mengakui sebagai sahabat dari orangtuaku.

Setelah segala perbincangan dan pertimbangan  disampaikan, antara kepala sekolah, penulis dan pria paruh baya itu, akhirnya diputuskan bahwa besok pagi, penulis siap untuk menjumpai ketua yayasan pengelola sekolah swasta Katolik di Pulau Bangka, seperti yang disampaikan dan diharapkan pria tersebut kepada penulis.

Setelah pertemuan dengan ketua yayasan terjadi, tanpa panjang lebar menjelaskan, penulis akhirnya mengajukan surat pengunduran untuk berhenti mengajar dari sekolah swasta di Kota Palembang, karena besok lusanya harus segera berangkat ke Pulau Bangka.

Dengan berbekal kartu nama yang diberikan bapak ketua yayasan  dan yakin pada penyelenggaraan Tuhan serta semangat sebagai modal berjuang, akhirnya penulis berangkat ke Pulau Bangka seorang diri.

Meski diliputi kebingungan yang luar biasa, penulis hanya mampu berserah diri pada Tuhan, jika memang ini jalanNya, dan hanya mampu berharap belas kasih Tuhan untuk melindungi dan menjaga diri ini.

Sementara itu, jauh di dalam lubuk hati, sejuta tanya bergelayutan lari kian kemari seakan saling berkejaran, menagih jawaban segera didapatkan.

Penulis merasa kebingungan sekali pada saat itu, karena alamat sekolah yang dituju, tidak diketahui. Sementara di luar dugaan, ternyata si pemilik kartu nama ternyata tidak menjemput di Pelabuhan Mentok. Semua baru diketahui, setelah mencoba menghubungi nomor kontak yang tertera di kartu nama, melalui telepon umum. Melalui keterangan dari suara di telepon umum, diketahui bahwa perjalanan darat masih harus ditempuh dengan bus kurang lebih selama 3 jam lagi untuk menuju ke Kota Pangkalpinang.

Walau kebingungan masih terus melilit jiwa, penulis masih percaya diri untuk melanjutkan perjalanan ke Kota Pangkalpinang, hingga akhirnya berjumpa dengan ketua yayasan yang menjemput di suatu tempat sesuai dengan kesepakatan untuk bejumpa. Perasaan lega dan bernafas plooong baru dapat dinikmati setelah tiba dan masuk di asrama guru sebagai tempat tinggal selama menjadi guru di yayasan tersebut.

Status sebagai guru yayasan yang hampir 10 tahun dijalani dan disematkan sebagai pegawai yang berdedikasi baik, akhirnya di tahun 2006 harus dilepaskan setelah dinyatakan lulus mengikuti tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).

Perjuangan belum selesai. Penulis masih terus berjuang menjadi seorang guru yang sesungguhnya. Menjadi guru yang harus menarik dan menjadi favorit baik bagi anak didik maupun rekan guru serta seluruh kerabat dan sahabat yang dijumpai. Dan muncullah pertanyaan reflektif, “Seperti apakah guru yang menarik dan menjadi favorit itu?” Semoga pertanyaan reflektif ini, menjadi bahan permenungan penulis dan seluruh rekan guru untuk menemukan jawabannya.

 

Pangkalpinang, 19 Februari 2023

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

4 komentar