Perjalanan Cinta Seorang Guru (37)

Awal-awal di sekolah baru, pada umumnya Jamel masih melakukan kegiatan rutin yang biasa saja. Kembali dia berpikir, mengelola sekolah dengan siswa dan guru yang lebih besar dari pada di Moro tentu merupakan pekerjaan yang berat dan menantang. Sementara ini semuanya berjalan dengan baik-baik saja karena sudah ada ketentuan terbentang dan jalan lurus yang akan dijalani. Begitu Kepala Sekolah ini berpikir.

Mengikuti rel tata tertib adalah kunci yang dia pakai dalam mengelola sekolah ini. Jika harus menegur hingga memberi sanksi kepada teman-teman guru, Jamel tetap lakukan selama sudah sesuai rel aturan yang berlaku. Jamel bahkan pernah menunda atau tidak menandatangani usulan kenaikan pangkat salah seorang guru karena sanksinya memang harus begitu. Kejadian itu mengingatkan Jamel kasus di SMA Negeri 1 Moro. Dia bahkan sampai mengusulkan pemberhentian tidak dengan hormat untuk dua orang guru yang tidak melaksanakan aturan dengan benar. Itu berat, tapi harus saya lakukan, katanya mengingat kejadian itu.

“Pak, sudah lima hari Bu Geografi tidak hadir,” laporan Kepala TU kepada Jamel. “Semuanya alpa. Surat kedua sudah dikirimkan tapi belum ada respon dari Batam.” Jasmi, Kepala TU itu menyampaikan laporan ketidakhadiran seorang guru pasca liburan sementar panjang.

“Kumpulkan saja semua file pengelolaan itu. Arsip surat panggilan dan semua data guru bersangkutan jangan hilang.” Jamel sudah geram sebenarnya kepada Ithru, Guru Mata Pelajaran Geografi yang belum juga datang meskipun sekolah sudah aktif sejak hampir sepekan yang lalu. Jamel melakukan semua pengelolaan administrasi dengan baik dan teliti terhadap setiap permasalahan guru. Buku pembinaan yang sengaja dibuatnya terus diisi dengan data dan kejadian yang dilakukan guru.

Jika seorang guru melakukan pelanggaran Tata Tertib, Jamel akan menegur tanpa pilih kasih. Jika pelanggarannya melewati batas toleransi, gurunya akan dipanggil ke ruangan Kepala Sekolah untuk diberikan pembinaan. Hasil konsultasi pembinaan itu akan dicatat dalam buku pembinaan yang selalu berada di atas mejanya.

Beberapa orang guru sepertinya sudah menjadi langganan duduk di kursi di depan meja kerja Jamel itu. Selain guru Geografi, itu juga ada satu lagi guru yang belum hadir ke sekolah dalam waktu yang cukup lama. Lebih dari satu minggu. Guru yang kedua ini adalah Guru Mata Pelajaran Sejaran dan PPKn. Sulaiman, nama guru itu justeru lebih duluan pergi meninggalkan Moro berbanding Ithru Misrina itu. Kalau Ithru berangkat dari Moro, pulang ke Batam ke rumah orang tuanya bersamaan dengan libur semester, sementara Sulaiman meninggalkan Moro sebelum liburan. Karena ada kasus dengan masyarakat di Moro, Sulaiman berangkat meninggalkan Moro dan belum kembali sampai libur berakhir.

Kedua kasus guru itu kini terbayang kembali oleh Jamel setelah dia berada di SMA Negeri 2 Karimun. Jamel teringat akhirnya dia mengusulkan untuk diberhentikan tidak dengan hormat untuk kedua guru itu. Tindakan tegas inilah yang kini terbayang oleh Jamel. “Saya memang harus tegas. Tidak perlu keras, tapi harus tegas,” katanya kepada diri sendiri saat memulai mengelola sekolah di Pulau Karimun itu. Tidak mudah baginya untuk memutuskan tindakan tegas itu.

Kepala TU yang mengetik surat usulan pemberhentian Ituhru dan Sulaiman sampai beberapa kali bertanya kepada Jamel, apakah tidak akan menjadi masalah kalau diusulkan berhenti. “Tidak perlu takut, prosedur dan mekanisme pembinaan sudah saya lalui. Makanya semua data dan dokumen perihal pembinaan keduanya dilengkapi. Dibuat map terpisah, untuk masing-masing.” Itu perintahnya kepada Kepal TU waktu itu.

Belakangan, kedua guru itu memang tidak pernah datang lagi. Ibu Ithru oleh Kemdikbud diberhentikan tidak dengan hormat dengan tembusan suratnya diterima oleh Jamel di Moro. Sementara Sulaiman sendiri hingga Jamel dimutasi ke Tanjungbalai Karimun, tidak diketahui apakah ada SK Pemberhentiannya. Tapi dia memang tidak pernah kembali lagi ke Moro.*** (bersambung)

Tinggalkan Balasan