Kisah-Kisah Perjalanan: Sop dan Sate Kambing

Wisata0 Dilihat

sate kambing

“Ayo Puspa jangan malu-malu, segera diseruput sop kambingnya nanti keburu dingin”. Rekan seniorku mengetahui aku masih memandangi mangkok berisi sop hangat di depanku. Hampir setiap orang yang ada di mejaku ini mendapatkan sop kambing. Di dalam kuah sop dengan potongan kentang dan irisan wortel tersebut terdapat potongan dan tulang berselimutkan daging kambing yang empuk.

Aku bukannya malu-malu. Aku memikirkan strategi bagaimana caranya agar aku dapat menikmati sop kambing, jus mangga, dan sate kambing. Semuanya. Perutku hanya muat terbatas. Akhirnya aku tak menyentuh nasi putih.

Kusendok kuahnya. Di luar hujan rintik-rintik kembali turun. Terasa kontras. Di luar hujan dan dingin, di dalam warung sate kambing ini aku merasa hangat. Sedap dan hangatnya kuah sop kambing membuat pori-pori tubuhku sumringah. Enakkkk.

Daging kambing itu empuk dan memiliki guratan rasa manis. Tak perlu banyak bumbu, daging itu telah berhasil menjadi primadona rasa dari semangkuk sop ini.

Lalu aku beralih ke sate daging kambing di depanku. Potongan dagingnya agak besar-besar. Ada potongan lemak di antara potongan dagingnya. Aku tahu lemak itu akan sangat enak jika masih hangat dan tidak banyak-banyak.

sop kambing

Dan memang tanpa perlu dicelupkan ke bumbu sambal kecap, sate kambing ini sudah luar biasa sedap. Dagingnya yang empuk serasa lumer di lidah. Begitu pula dengan bagian lemaknya. Ada bunyi nyess dan kemudian mulut penuh oleh lemak manis gurih yang sedap. Oh aku merasa beruntung dan bahagia menyantapnya.

Itu adalah cerita-cerita ketika kami melakukan perjalanan dinas menyusun majalah internal perusahaan sekian waktu lalu. Jika bekal kami masih banyak, kami melakukan perayaan atas selesainya majalah kami dengan menyantap sop dan sate kambing di daerah Puncak. Hampir selalu di situ selama empat tahun, 3-4 kali dalam setahun, dan kami tak pernah bosan. Makanan kambing itu seolah-olah menjadi bagian proses penyusunan majalah dan kisah perjalanan kami.

Ketika aku sudah tak lagi bekerja di sana, aku kadang-kadang merindukan sate dan sop kambing. Biasanya pasangan mewujudkan keinginanku dengan singgah ke rumah makan Tegal khusus untuk menyantap hidangan spesial ini. Sate dan sop kambing ala Tegal juga terkenal akan kelezatannya.

Ketika Tol Jawa sudah tersambung, aku tak pernah lagi singgah ke Tegal. Apa kabar sate dan sop kambingnya? Apakah bisnis makanan ini masih berjaya?

 

 

Tinggalkan Balasan