Hari yang dinanti-nantikan pun tiba, yaitu upacara bendera di hadapan seluruh siswa kelas VII,VIII, dan IX, serta pembagian hadiah perlombaan. Dengan senyum khasnya, Bapak Tugiyo telah membawa selembar kertas yang mungkin berisi data pemenang lomba ke depan mikrofon. Semua siswa berdebar-debar. Kira-kira, kelas mana yang menjadi juaranya.
“Anak-anak, akan bapak umumkan keputusan dari tim-tim penilai lomba 5K yang telah kita selenggarakan selama satu minggu ini,” Jelasnya.
Nisa dan teman-temannya begitu penasaran. Raut wajah mereka tampak cemas. Laili tampak menghentak-hentakkan kakinya tanda tak sabar. Bagaimanapun juga, mereka telah bekerja keras selama seminggu ini. Menurut Nisa, kiat sukses yang ketiga adalah disiplin dalam beribadah. Dalam hal ini, yang harus dilakukan adalah berdoa dalam segala situasi, alias pasrah pada Sang Maha Segalanya.
“Teman-teman, mari bersama-sama kita berdoa pada Allah Yang Maha Kuasa dalam hati dengan tulus ikhlas. Kita pasrah pada kehendakNya. Semoga jerih payah kita selama ini, dapat membuahkan hasil yang terbaik sebagaimana yang kita harapkan,” ungkap Nisa mencoba mengobati kecemasan teman-temannnya.
“Betul, Nisa. Kita harus berdoa, agar kelas kita juara.” Sahut Laili semangat. Ia pun lantas menengadahkan tangannya ke depan dada dan mulai berdoa tanpa suara.
Nisa tersenyum senang ketika teman-teman sekelasnya yang lain juga segera melakukan hal yang sama. Nisa lantas menunduk dengan mata terpejam. Ia mensyukuri perubahan-perubahan yang telah terjadi selama ini di kelasnya. Ini tak lain atas hidayah Allah untuk mereka. Sekarang ia hanya bisa pasrah, semoga dipilihkan hasil yang terbaik bagi mereka.
“Juara I kategori kelengkapan kelas, jatuh pada kelas VII.C!” Ucap Pak Tugiyo mulai mengumumkan. Seluruh siswa kelas VII.C bersorak riang.
“Juara I kategori kerapian, jatuh pada kelas VIII.D! dan untuk ketegori kenyamanan jatuh pada kelas VIII.B!” Sejenak Pak Tugiyo berhenti dan mengumumkan agar perwakilan kelas maju ke depan untuk menerima hadiah.
“Duh, Nisa. Mengapa Allah tidak mengabulkan doa kita?” Celetuk Laili.
Beberapa teman sekelasnya yang lainnya juga gelisah, mereka mengeluh ternyata kelas lain lebih baik. Mereka tentu akan mengecewakan Bu Yuli.
“Ssssh… tidak boleh berburuk sangka pada Allah. Kita dalam melakukan sesuatu harus tulus, tanpa pamrih, dan bersabarlah. Insyaallah Allah mendengar doa kita,” Bujuk Nisa.
“Nah. Anak-anak… ada satu kelas yang menduduki peringkat I pada dua kategori sekaligus, yaitu kategori kebersihan dan kedisiplinan. Kelas yang telah bekerja keras untuk mewujudkan semua itu adalah kelas….. IX E!”
Kelas IX.E yang sedang khusuk berdoa, lantas terkejut luar biasa. Bahkan, Laili tak henti-hentinya ternganga. Nisa bersyukur dengan berkali-kali mengucap alhamdulillah.
“Nisa, kamu dengar kan? Kelas kita juara I kebersihan dan kedisiplinan! Wow…. aku tidak percaya ini. Alhamdulillah….Hore!!” Laili jingkak-jingkrak sambil menarik-narik tangan Nisa.
“Majulah untuk menerima hadiah,” Pinta Nisa.
Tanpa berfikir dua kali, Laili langsung maju ke depan bersama teman perwakilan 3 kelas lainnya. Selama di depan, tak henti-hentinya Laili tersenyum bahagia. Hadiah dan uang pembinaan pun telah dibagi. Laili membawa dua bingkisan dan dua amplop.
“Anak-anak, ada kejutan hadiah tambahan dari ibu kepala madrasah dan hasil rapat guru dewan penilai,” Ungkap Pak Tugiyo mengejutkan semua peserta upacara. Suasana seketika menjadi hening dari hiruk pikuk kegembiraan para siswa dan menanti penjelasan Pak Tugiyo selanjutnya.
“Setelah mengadakan rapat, akhirnya kami telah memutuskan bahwa di antara kalian akan ada yang mulai hari ini kami nobatkan sebagai siswa teladan yang akan menjadi duta 5K di madrasah kita. Perlu diketahui, penilaian siswa teladan ini tidak hanya dalam satu minggu ini saja. Namun selama satu tahun terakhir, meliputi aspek prestasi, sikap, dan keteladanannya dalam menerapkan 5K itu sendiri dalam hidupnya.”
Pertama yang terdengar adalah pekikan kegembiraan Laili. Tanpa malu, ia pun berteriak “Siapa, Pak?”
“Nah, kalian penasaran kan? Untuk gelar seistimewa ini, maka saya persilahkan Bapak Kepala Madrasah saja yang mengumumkan,” usul Pak Tugiyo.
“Anak-anak semua yang kucintai. Gelar atau prestasi ini kami berikan, sebagai reward bagi siswa yang benar-benar berprestasi dan berakhlak mulia. Tentunya, dia adalah seorang siswa yang dapat menjadi suri tauladan kalian khususnya di sekolah. Semoga ini tidak menjadikan dia terbebani, namun harapan kami, dia dapat membagi kiat-kiat suksesnya pada teman-teman yang lain, hingga suatu saat seluruh siswa di sekolah ini dapat menjadi generasi yang CERIA. Baiklah, marilah dengan sangat kita mohon untuk segera maju ke depan untuk ananda….. Zahira Khoirunnisa!” ungkap Pak Musa.
Suasana kembali hening. Beberapa anak tampak celingukan dan penasaran yang manakah orangnya. Semua mata guru dan ibu kepala madrasah tertuju ke barisan kelas IX E.
“Astaga, itu Nisa!” Terdengar suara pekikan gembira dari Laili.
Sementara Nisa tengah tertunduk penuh syukur pada Allah Yang Maha Bijaksana. Ia sungguh tidak menyangka, ia akan mendapat nikmat yang seistimewa ini. Tak ada impian yang lebih membahagiakan bagi seorang siswa, selain gelar yang baru saja sekolah berikan padanya ini. Nisa pun maju ke depan dengan mata berkaca-kaca penuh rasa haru diiringi sorak-sorai dan teriakan ucapan selamat dari teman-temannya. Langkahnya terhenti beberapa meter di depan Bapak kepala. Pak Tugiyo datang membawa kenang-kenangan berupa sofenir tugu dari akrilik cantik yang bertuliskan gelarnya dan juga ada sebuah amplop di bawahnya.
Seketika gemuruh tepukan tangan dari seluruh peserta upacara menyertai penyerahan hadiah dari Pak Musa kepada Nisa. Setelah diambil foto bersama, Pak Tugiyo membimbing Nisa di depan Mikrofon untuk memberikan sambutannya. Nisa tertegun sejenak. Ia mengumpulkan keberaniannya. Ia berkonsentrai sejenak menyusun kalimat yang tepat dalam otaknya.
“Assalamu’alaikum wr.wb. Syukur alhamdulillah pada Allah Swt atas nikmat yang luar biasa indahnya yang diberikan pada saya hari ini. Terima kasih jua untuk almamaterku Matsandaba tercinta yang telah memercayakan tugas mulia ini pada saya. Insyaallah, ini bukanlah beban bagi saya, tapi ini adalah cambuk bagi saya untuk lebih peduli pada kemaslahatan madrasah ini. Ini adalah rambu-rambu dan alarm bagi saya, agar saya senantiasa menjaga sikap dan segalanya dari hal-hal yang hanya akan mendatangkan madharat bagi saya dan semuanya. Bapak ibu guru dan teman-teman yang kucintai. Tidak akan ada artinya saya di sini dengan gelar istimewa ini, bila dalam setiap langkah saya tidak ada kalian di sisi saya. Jadi, mari bersama-sama kita wujudkan kesuksesan kita dan bersama-sama pula kita jadikan hidup kita bahagia. Itu saja, mohon maaf untuk semuanya dan terima kasih untuk segalanya. Wassalamu’alaikum wr.wb.” ungkap Nisa terdengar tulus, ikhlas, dan menyentuh kalbu.
Tepukan tangan pun kembali membahana seketika. Memberanikan diri untuk menatap sekelilingnya, Nisa banyak mendapat binar dukungan dan kekaguman dari banyak orang. Kini, ia telah menjadi Sang Idola bagi para siswa di sekolahnya.
Bukan hanya itu saja, sebuah babak baru kini telah terbuka untuknya, dimana kiat-kiat suksesnya selama ini akan menjadi wacana di sekolahnya. Menurut Nisa, disiplin dalam segala hal adalah kunci utama kesuksesannya.
—Selesai—