KMAB-H29-Cerpen 13-Gadis Pantai-Part 1

Ilustrasi Cerpen Gadis Pantai. (Dok:yis)

“Jogja Parangtritis, Mas!”

Suara Kernet bus itu membuyarkan lamunan Rino. Bus Jatayu jurusan Jogja-Parangtritis itu melintas di depannya. Segera ia berlari mengejarnya sambil melambai-lambaikan tangannya. Bus itu berhenti, menantiya.

“Jogja, Pak,” ucap Rino pada kernet itu.

Ia pun segera naik, mencari kursi kosong. Matanya bertemu dengan tatapan seorang wanita tua. Kursi di sebelahnya kosong. Nenek itu tersenyum mempersilahkan. Rino duduk, tersenyum sebentar dengan nenek itu lantas kembali melamun.

“Lagi jatuh cinta ya, Le? Jangan dipendam. Ungkapkan saja pada gadis itu,” ucap nenek itu sok tahu. Ia menyapa Rino, kemudian turun. Di bawah sana, Rino melihat ada seorang kakek-kakek tersenyum sigap berdiri dari duduknya dan menyambut si Nenek tadi sambil mengulurkan tangannya untuk membantunya turun dari bus. Rino takjub. Cinta mereka tentu begitu dalam hingga masih terlihat mesra di usia senja mereka.

Rino melihat jam tangannya. Ah, masih tiga puluh menit perjalanan lagi untuk sampai ke tempat dosennya. Pelan-pelan pikirannnya kembali ke gadis di pantai tadi. Rino tersenyum pahit, turut prihatin dengan yang dialami gadis itu. Apa pun yang dialaminya, tentu begitu berat hingga cukup membuatnya ingin bunuh diri.

“Ya. Aku memang mau bunuh diri. Itu jalan untuk mengakhiri sakit hatiku!”

Masih terngiang teriakkan gadis itu setelah susah payah Rino meraih tubuhnya dari amukan ombak pantai selatan. Rino geram. Tatkala menyaksikan bagaimana gadis itu nekad mendekati ombak yang demikian besar berniat menenggelamkan diri. Kemana larinya otak gadis itu. Sambil menyumpah serapah, Rino melempar tasnya dan berlari sekencang mungkin dan meraih tubuh gadis itu tepat saat ombak itu menghempas tubuh mereka. Tak peduli tubuhnya basah kuyup, Rino membawa tubuh mereka sekuat tenaga ke tepi pantai.

“Dasar gila! Gila! Kau ingin bunuh diri Ya?!” Bentak Rino pada gadis itu begitu ia berhasil menyeret tubuh gadis itu ke tempat yang aman dari ombak dan menghempaskannya ke pasir.

Rino tak habis pikir, bukannya berterima kasih, tetapi gadis itu justru memaki-maki sikap Rino. Saking marahnya, Rino menyentak tubuh gadis itu berdiri. Tak peduli dengan teriakkan kesakitan gadis itu, Rino menyeretnya mengajaknya terus berjalan ke arah kedai reyot milik seorang kakek tua yang sejak tadi mengamatinya. Rupanyga Tas Rino sudah diamankan oleh kakek itu, buktinya ia segera menyerahkannya pada Rino tanpa banyak bicara. Rupanya ia tahu Rino sedang emosi dengan aksi nekat gadis itu.

“Lihat! Buka matamu lebar-lebar. Isi otakmu dengan apa yang kau lihat itu!”

Gadis itu berhenti mengamuk. Ia melihat ke arah yang ditunjuk oleh Rino. Di sisi sebelah utara pantai, tampak seorang anak kecil yang seharusnya sekolah, namun ia justru tengah mengolak-alik tempat sampah mencari botol-botol plastik bekas yang kemudian ia masukkan dalam karung yang di bawanya. Sesekali ia mengusap dahinya yang penuh keringat dengan lengan bajunya yang kumal. Anak itu tampak kelelahan.

“Dek… sini, Dek!” Teriak Rino.

Gadis kecil itu menoleh ke arah Rino. Ia tersenyum dan mendekat. Rino mengambil sebotol air mineral di meja kedai kakek tua itu dan memberikannya pada anak kecil tadi.

“Minumlah,” ujar Rino sembari menunjuk kursi di sebelah kursi panjang yang diduduki gadis itu. Anak itu ragu sejenak. Namun melihat Rino yang tersenyum ia pun menerimanya.

“Terimakasih, Kak,” ucapnya dan segera duduk untuk meminum air mineral tersebut hingga habis separuh. Rupanya ia kehausan sekali.

“Dek, mengapa kamu mengambil botol-botol itu?” Rino sengaja memancing pertanyaan. Anak itu menunduk, sedangkan Gadis nekat itu terdiam. Ekspresinya tak terbaca.

“Untuk dijual ke tukang rosok, Kak. Uangnya untuk membeli keperluan sekolah. Kalau dapat banyak saya berikan untuk ibu saya. Ibu saya sedang sakit, jadi tidak bisa buruh cuci lagi. Ibu saya sedang istirahat, sedangkan saya perlu membeli beberapa perlengkapan sekolah,” jelas anak itu yang berhasil membuat gadis cantik itu menoleh pada anak itu.

“Ayahmu kemana?” Tanya Rino lanjut. Ia melihat ada respon positif dari Gadis itu. Semoga apa pun yang dihadapi gadis itu, kisah si anak ini dapat membesarkan hatinya.

“Ayah? Saya tidak pernah melihat ayah saya sejak kecil,” ucapnya sedih.

Rino memandangi anak kecil tersebut. Saat ini pun kamu juga masih kecil, pikirnya. Mungkin maksud anak itu ia sudah tidak punya ayah sejak bayi. Pelik juga masalah yang dihadapi anak ini.

“Ibu saya hanya punya saya. Ia sedang sakit. Jadi saya yang harus kerja. Apa saja saya lakukan. Jadi sepulang sekolah, saya mencari rosok hingga sore, terus nanti sebelum maghrib saya bawa ke tukang rosok dekat rumah saya, Kak. Baru malam saya pulang untuk istirahat dan merawat ibu saya,” jelas anak itu. Rino trenyuh.

Ia jadi tambah emosi, tak habis pikir dengan laki-laki tak berhati yang tega memerlakukan ibu dan anak ini seperti ini. tak bertanggung jawab sama sekali. Tak ingin menyita waktu anak itu lebih lama lagi. Rino mengulurkan uang lima puluh ribu untuk anak itu.

“Ini, Dek. Segera pulang dan belikan obat untuk ibumu ya. Semoga segera sembuh. Jadi kamu bisa belajar dengan baik,” ucap Rino.

Mata anak itu berbinar bahagia. Ia menerima uang tersebut dengan senyum lebar di wajahnya.

“Terima kasih sekali, Kak. Semoga Kakak dan Mbaknya ini bisa hidup bahagia. Saya permisi, Kak.” Anak itu berlari ke arah karung yang tadi ditinggalkannya di dekat tempat sampah. Rino tertawa renyah.

“Anak itu pikir, kita ini sepasang kekasih,” Rino nyengir sembari duduk menatap gadis cantik itu “Hemm…. Ide bagus juga,” lanjutnya menggoda.

Gadis itu kembali merengut. Ia sudah hendak berlari, ketika Rino reflrek memegang tangan gadis itu erat-erat.

“Dengar! Seberat apapun masalah yang tengah kau hadapi saat ini, semoga tak membuatmu mengambil cara brengsek seperti tadi. Jangan kalah dengan anak kecil tadi. Berpikirlah dewasa, demi orang-orang yang menyayangimu….” Jelas Rino.

Raut wajah gadis itu sejenak melembut. Rino melepaskan tangannya. Namun tiba-tiba saja gadis itu beranjak dengan cepat,

“Sok Tahu!” Bentak gadis itu yang lantas berlari meninggalkan Rino yang mengumpat sendirian.

“Kakek kenal dengan gadis itu?” Tanya Rino pada penjaga kedai itu.

“Tidak tahu, Den. Tapi yang Denmas lakukan tadi sudah tepat. Gadis itu mestinya bersyukur,” ucap si Kakek.

Rino tersenyum. Ia bahkan tidak tahu nama gadis itu. Ah, sudahlah. Rino tak mau berlarut-larut. Ia ada janji dengan dosennya di sebuah madrasah tempat mereka hendak mengambil data penelitian. Jalan Imogiri Barat, berarti ia harus naik ojek online ke lokasi setelah nanti turun dari bus.

“Mas, mau turun di mana?”

Ucapan kernet itu membuatnya terperanjat. Ah, iya ia sudah di bus Jogja-Parangtritis. Sambil menggeleng heran, kernet itu mengulurkan tangannya, meminta uang bayaran. Rino menatap sekelilingnya. Beberapa kursi penumpang sudah kosong. Segera ia menatap ke luar jendela. Ah, sudah hampir sampai. Ia akan turun dan order ojek online menuju ke MTsN 2 Bantul, tempat penelitiannya. Ia tersenyum, lama juga ia melamun tadi. Ia merogoh kantongnya dan menyerahkan uang lima ribu rupiah pada kernet itu.

“Perempatan Manding, Pak.” ujarnya. (BERSAMBUNG)

Tinggalkan Balasan