Seorang pejabat negara yang juga pengambil keputusan, sedang bernegosiasi dengan investor asing yang ingin mendirikan sebuah pabrik sepatu bermerek terkenal. Si investor tertarik karena upah buruh di Indonesia ini diketahuinya sangat murah, jika dibandingkan di negaranya dan negara lain.
“Saya minta dicantumkan dalam kontrak kerjasama nanti 80% tenaga yang diserap adalah tenaga Indonesia..itu kalau memang Anda mau investasi disini” Ujar Si Pejabat pada investor
“Ya gak masalah..saya akan menyetujuinya, asal saja standard upah mereka sesuai dengan standar upah yang berlaku dinegara Anda ya..” Jawab investor
“Lho gak bisa begitu dong..inikan tergolong perusahaan asing, dan standard kualitas kerjanya juga mengikuti ketentuan standard kualitas internasional..” Si Pejabat mencoba menaikkan posisi tawar
“Terus terang saja..saya tertarik untuk investasi itu karena upah buruh disini itu murah jika dibandingkan di negara saya..”
“Ok kalau begitu standar kerja mereka juga standar kualitas Indonesia ya?
“Lho gak bisa gitu dong pak, standard kualitas internasional dong, bapak jangan curangi saya dong..”
“Justeru yang curang itu anda yang mau enaknya sendiri..saya tidak akan jual bangsa saya untuk keuntungan Anda!!” Hardik Si Pejabat dengan tegas
Calon investor itu kaget juga melihat prinsip pejabat ini, rasa kebangsaannya tinggi banget, tapi dia tidak kehabisan akal juga, namanya aja bangsa asing ya..
“Ok begini aja pak..saya akan berikan semacam royalti deh buat bapak pribadi, kalau kontrak kerjasama ini bisa bapak setujui, tapi upah buruhnya standar upah yang berlaku di Indonesia gimana?
Pejabat itu lama berpikir, dia membayangkan royalti yang ditawarkan dan itu akan dia nikmati selama perusahaan itu terus berdiri di Indonesia. Mulai luntur juga idealismenya mendengar tawaran yang menggiurkan itu.
“Tunggu dulu.., Ini gratifikasi ya? Kalau bentuknya gratifikasi saya gak mau” Ujar Si Pejabat
“Bukan gratifikasi pak..gratifikasi itukan kalau ada yang tahu, saya usahakan tidak ada yang tahu pak.” Jawab investor
“Ok deal..tapi royaltinya jangan meninggalkan jejak apa pun, apa lagi menyangkut identitas saya.” Si Pejabat mencoba untuk safety
“Nah gitu dong pak..itu tidak berarti bapak menjual bangsa bapak…sayakan cuma membayarnya saja kok..”
Tanpa pejabat itu sadari, dia sudah menjual bangsa ini dengan harga yang sangat murah, pintarnya orang asing ini hanya di diplomasinya aja. Tanpa disadari Pejabat itu, dia juga sudah menjual harga dirinya dimata orang asing hanya demi kepentingan pribadinya.
Cerita ini hanya fiksi, kalau ada kesamaan dengan keadaan yang sebenarnya mohon dimaafkan, karena ini memang sebuah keswngajaan.
Jakarta, 1 Mei 2011