Cerbung ini khusus persembahan penulis untuk mereka para mahasiswa. Namun juga untuk mereka yang masih berjiwa muda.
EMPAT PULUH
Aku harus segera bergegas pergi ke Bandara demi cintaku. Aku harus yakin untuk mengatakan cintaku kepadanya.
Oh Tuhan kini sudah pukul 14.00 WIB padahal pesawat Aini akan mengudara pukul 20.00 WIB. Secepatnya aku harus segera pergi ke Bandara Soekarno Hatta.
Maka siang itu dengan menggunakan Damri jurusan Bogor – Soekarno-Hatta, aku menyusul Aini. Selama dalam perjalanan itu hatiku gundah dan resah sementara waktu terus berlalu begitu cepat.
Bus Damri ini serasa begitu lambat untuk segera tiba di bandara. Apalagi di Tol dalam kota Jakarta begitu padat karena itu kemacetanpun tidak bisa terhindarkan. Aku semakin gelisah semoga Aini masih bisa ditemui.
Sesampainya di Bandara aku berlari menuju Terminal 3 tempat keberangkatan dari maskapai penerbangan Qantas.
Aku melihat ke kiri dan ke kanan berusaha untuk mencari Aini di antara penumpang-penumpang lain. Masih belum terlambat jika aku melihat gadis pujaanku itu maka aku bisa memanggilnya.
Oh Tuhan benar saja, aku melihat Aini sedang menunggu antrian pemeriksaan tiket. Kupanggil namanya sambil berlari. Aini berbalik dan dia melihatku.
Tuhan, sungguh Engkau Maha Besar. Segala puja puji hanya untukMu. Aku masih sempat bertemu dengan Aini.
Aku melihat Ainipun berlari menghampiriku sambil memanggil namaku. Kini kami berhadapan dekat sekali ya dekat sekali tapi tidak mampu untuk berkata-kata dan hanya bisa saling memandang.
Kulihat tatapan mata kerinduan yang rasanya pernah kukenal dulu. Bekas tangisan tadi malam masih membekas di matanya yang indah itu.
Kami saling bertatapan sambil berpegangan tangan seolah olah seperti dua kekasih yang sudah lama berpisah dan baru bertemu lagi untuk melepaskan kerinduan.
“Han.” Suara Aini terdengar sangat pelan.
“Aini.” Suaraku tertahan di kerongkongan.
Sesungguhnya aku ingin segera mengucapkan rasa cintaku kepadanya. Tapi bibirku rasanya terkatup rapat. Lidahku kelu tidak mampu aku berkata-kata lagi selain menatap Aini sepuas-puasnya.
Aku seakan tidak mau melepaskannya. Aku seakan ingin memeluknya dan mengajaknya kembali ke Bogor.
Inilah saatnya aku harus mengutarakan cintaku. Tapi sungguh bibirku terkunci. Kata-kata cinta yang sudah aku persiapkan sejak tadi malam seakan hilang entah kemana.
Aku melihat bibir gadis yang kucinta itu bergetar menahan tangis. Begitu pula matanya memandangku dalam kesedihan seolah-olah ini adalah perpisahan yang terakhir kali.
Kedua tangannya memegang tanganku erat-erat seakan tidak mau lepas. Tidak lama kemudian terdengar suara pemberitahuan agar para penumpang pesawat tujuan Brisbane segera bersiap-siap. Mendengar pemberitahuan itu kami baru tersadar.
“Han selamat tinggal jaga diri baik-baik. Terima kasih kedatanganmu telah membuatku kembali bersemangat. Terima kasih Han. Assalaamu’alaikum!”
Suara Aini perlahan sekali dan bibirnya bergetar menahan tangis dengan tatapan mata kesedihan. Kembali mata indah itu harus basah dengan air mata.
“Aini! Aku, aku akan merindukanmu. Selamat jalan,” kataku perlahan hampir tak terdengar.
Mendengar kata-kata itu kulihat Aini tersenyum penuh arti. Lalu dia melepaskan pegangan tangannya. Aku hanya terpaku kaku tak bergeming ketika Aini membalikkan tubuhnya bergegas menuju pesawat.
Ilustrasi Foto by Pixabay.
Teman-teman bagi penggemar novel atau cerbung sila baca novel di bawah ini, klik saja tautannya.
BACA JUGA Kisah Cinta Jomlo Pesantren.
1 komentar