Kenapa Harus Pelakor

 

Asli terkejut mendapati nama Nisa Sabyan menduduki trending topic malam ini di Tweetland. Saat  saya menuliskannya disini sudah ada 4.885 cuitan. Lalu apa pasal yang membuat Nisa menjadi trending? Konon Nisa menjadi sebab bagi retaknya rumah tangga kibordis grup Sabyan tersebut. Betul, Nisa dan sang kibordis berselingkuh. Informasinya sudah banyak bertebaran diberbagai media sosial.

Perselingkuhan tentu saja hal yang tidak diinginkan oleh siapapun dalam sebuah hubungan. Karena hal ini tentu saja akan merusak kualitas hubungan selanjutnya. Meski tidak semua perselingkuhan akan berakhir dengan perpisahan atau perceraian. Tetapi memang jumlah yang memutuskan untuk kembali bersama pun tidak sedikit. Jadi benar-benar diperlukan peran dari kedua belah pihak untuk mengevaluasi diri, memaafkan, dan memperbarui komitmen untuk kembali merajut kedekatan emosional. Bahkan bila perlu meminta bantuan profesional seperti psikolog dan konselor pernikahan.

Terlepas dari Nisa Sabyan, yang selalu membuat saya tak habis pikir adalah kenapa jika ada isu perselingkuhan selalu terjadi ketimpangan sanksi sosial antara laki-laki dan perempuan yang berselingkuh.

Sebagai contoh istilah Pelakor (Perebut Laki Orang), merupakan realita yang tidak bisa kita sangkal bahwa perempuan akan mendapat stigma dan konsekuensi lebih buruk dari lelaki ketika terjadi kasus perselingkuhan. Dan kita semua seperti hilang ingatan bahwa ada laki-laki yang terbebas dari tuntutan sosial dari perilaku perselingkuhan yang dia lakukan.

Begitulah, perempuan acapkali mendapat stigma yang lebih berat berkali-kali lipat. Sementara laki-laki sering terbebas dari stigma atas kesalahan prilakunya. Sebuah ketimpangan yang besar, karena sudah seharusnya laki-laki ikut memikul tanggungjawab atas hal tersebut.

Sejujurnya saya tidak setuju dengan istilah perebut laki orang. Kalau kita cek pada KBBI, perebut yang berasal dari kata rebut berarti rampas atau ambil paksa, sedangkan perebutan berarti merampas, mengambil paksa. Sementara dalam perselingkuhan tidak ada unsur memaksa atau merebut. Laki-laki itu bukan barang yang mudah direbut. Merekalah yang membuat keputusan untuk berhubungan dengan perempuan lain atau tidak. Laki-laki berselingkuh karena dia mau, bukan karena dia direbut!. Jadi istilah pelakor itu seolah mendiskreditkan perempuan saja, padahal laki-laki turut andil didalamnya.

Perselingkuhan tentu saja tidak bisa dibenarkan, tetapi adalah sebuah kekeliruan ketika kita memberikan sanksi yang timpang kepada kedua pelaku hanya sebatas gendernya. Karena perselingkuhan itu soal relasi, soal hubungan aktif dua belah pihak. Artinya laki-laki pun berperan signifkan dalam perselingkuhan. Bahkan kasus-kasus perselingkuhan yang lebih dulu viral acapkali fokus pada upaya mempermalukan perempuan, dan tidak pada laki-laki. Meski memang ada istilah pebinor (Perebut Bini Orang) juga, tetapi gaungnya tidak sesanter pelakor.

Lalu istilah apa yang harus kita sematkan pada pelaku perselingkuhan, ada ide?

Tinggalkan Balasan