“Kasian ya, cantik – cantik tapi sering di tinggal.” Suara tetangga yang mengatai aku
“Masih juga dimasjid sudah mengibah.” Batinku
Untuk mengusir rasa kecewaku, aku meringankan kaki untuk sholat magrib dimasjid, tapi apa yang ku terima. Tetangga mengibah tentang suamiku yang jarang pulang kerumah.
Ku urungkan niat untuk menunggu sholat isya di masjid, hatiku tak kuat mendengar mereka mengatai aku.
Berjalan gontai menuju rumah, perlahan tapi pasti aku melangkah menuju rumahku. Ujung atap rumah sudah kelihatan. Aku melihat mobil suamiku di depannya, aku bergegas dengan cepat melangkahkan kakiku kerumah sambil berfikir. Katanya tadi tidak ada waktu untuk pulang. Senyumku tersunggig dibibir, suamiku pulang.
‘Assalamualaikum.” Aku memberikan salam
“Walaikumsallam.” Suara yang teramat sangat aku rindukan.
Bergegas aku meraih tanganku mencium dan berharap dia akan mencium keningku, tapi ternyata tidak. Aku mengikuti langkahnya duduk diruang tamu, tapi tiba – tiba aku mendengar suara tangis bayi dari arah kamar tamu, aku memandang suamiku yang dipandang hanya diam kemudian berdiri berlalu dari hadapanku menuju kamar tamu. Akhirnya aku mengikuti langkahnya menuju kamar tamu.
Pintu kamar tamu terbuka, nampaklah seseorang di dalamnya dengan dua bocah yang salah satunya menangis dan suaranya terdengar sampai ke ruang tamu.
Langkahku terhenti dipintu masuk kamar tamu, suami terus saja memasuk mengulurkan tangannya untuk meraih anak kecil yang menangis tadi. Dalam dekapannya si kecil berhenti menangis, aku memandang keduanya. Aku bingung tapi tidak ada yang menjawab kebingunganku. Akhirnya aku memilih untuk pergi meninggalkan kamar ini dan terus menuju kekamarku.
Setelah melepas mukena dan meletakkan pada tempatnya, aku menuju jendela kamar yang menghadap taman. Tempat favoritku jika lagi gundah, kulepaskan pandangan mataku melihat bunga – bunga yang kembang disana dan harumnya sampai kekamarku.
Siapa dia? mengapa dia di rumahku? Ada hubungan apa dengan Suamiku? Semua pertanyaan berkecamuk jadi satu tapi aku tidak berani berspekulasi tentang jawabanya.
Desas – desus diluar sudah membuatku pusing tujuh keliling, aku tidak mau berspekulasi akan jawabanya. Biarlah Suamiku yang akan menjelaskannya, satu jam, dua jam, aku menanti akhirnya pada 3 jam setelah aku menunggu, Suamiku masuk kekamar, panel pintu terbuka, sosoknya berjalan menuju jendela tempat aku menatap pemandangan bunga.
Tidak ada rangkulan mesra, hanya berdiri bersebelahan seperti orang yang tidak kenal saja. aku berusaha menahan emosiku. Tetap diam dalam kesendirianku, walaupun aku tahu ada dia suami disebelahku.
“Namanya Indah, istriku.” Kata suamiku, yang berhasil membuat duniaku seakan runtuh tapi aku mencoba tegar.
“Hmmmm.” Hanya itu kata yang keluar dari mulutku
“Kami sudah menikah 2 tahun yang lalu.” Kata suamiku lagi
“Aku sudah tahu.” Jawabku kelu
“Mulai sekarang dia akan tinggal bersama kita.” Kata – kata yang menurutku terlalu egois diucapkannya.
Memang aku sudah tahu, tapi aku tidak menyangka dia akan membawa maduku kerumah dan tinggal bersama. Mungkin aku akan mengizinkannya untuk menikah, tapi untuk tinggal serumah itu mustahil. Aku menatap sekilas suamiku
“Yakin ingin mengajaknya tinggal disini.” Suara mungkin pelan tapi ada rasa berat yang teramat berat di dalamnya.
Aku tahu saat ini, laki – laki disebelahku tengah memperhatikanku dengan seksama tapi aku tidak mau menoleh sedikit padanya.
“Yakin.” Jawaban yang sungguh merobek hati dan menusuk jantungku.
“Silakan ini bukan rumahku, silakan bawa siapa saja yang menurutmu berhak untuk tinggal di sini.” Setelah mengatakan itu aku berlalu meninggalkannya yang masih berdiri terpaku dan melihat aku berlalu menuju kamar mandi, azan Isya sudah berkumandang.(bersambung)
***
Bukukan segera, Bu. Pingin baca semuanya.