Awal Deritaku (part 9)

Cerpen, Fiksiana164 Dilihat

“ Terima kasih sudah mau menjenguk Ibu? Aku tidak menyangka, aku malah berfikir Cahaya pasti mengira aku membuat alasan untuk membatalkan janji makan siang kita.” Aku hanya tersenyum mendengar perkataan Indra, dalam hati aku membenarkan perkataan ini.

“ Cahaya “ indra melanjutkan perkataanya “ Maukah cahaya membantu Indra? Aku memandang Indra dengan intens, apak gerangan maksud Indra. Bantuan apa yang Indra inginkan dariku. Belum juga aku menjawab indra sudah meneruskan perkataannya. “ Berpura – pura menjadi kekasihku, maaf indra lancang sudah menunjukkan foto Cahaya kepada Ibu dan mengatakan bahwa Cahaya adalah calon mantu yang Ibu inginkan. Aku tidak tahu mau berkata apa, entah aku merasa senang atau sebaliknya. Yang pasti aku tidak sekarang blank mendengar perkataan Indra, lama aku terdiam. Indra berkata lagi, “ Ibu menderita penyakit jantung kronis, kata ng kronis, kata dokter  waktu Ibu tidak lama lagi, aku binggung Ibu selalu bertanya kapan aku akan membawakan menantu untukknya. Karena itu aku mengikuti program biro jodoh di online mana tahu aku menemukan jodoh. Lama aku melihat  foto dan data yang dikirim oleh biro jodoh. Entah bagaimana foto Cahaya suatu hari berada di tangga Ibu, jadi aku terpaksa berbohong kepada Ibu sewaktu Ibu menanyakan foto siapa ini? Aku harap Cahaya tidak marah dengan kelancanganku. “ kata Indra.

“ berika aku waktu 1 malam untuk menjawab permintaan Indra”  tanpa aku sadari kata – kata itu terkeluar dari mulutku. Aku melihat Indra tersenyum manis mendengar perkataaku serta meraih tanganku dan mengenggamnya.” Terima kasih.” Kata Indra. Pelayan membawakan pesanan kami, tak ada suara selama kami makan, aku dengan perasaanku dan Indra aku lihat sangat menikmati makanan yang berada di depannya.

Selesai makan, sekali lagi tanganku di raih Indra sewaktu kami menyebarang jalan menuju parkiran rumah sakit. Indra mengantarku sampai kemobil, memberikan senyum manis kepadaku dan berkata “ semoga jawaban Cahaya besok bisa menyenangkan hati Ibu.” Aku menghidupkan mesin mobil dan mengucapkan selamat tinggal kepada Indra serta menutup jendela mobil dan berlalu.

Hampir pukul 14 aku baru sampai di kantor, terlambat setengah jam. Aku menaiki lift sesampai di depan ruanganku, aku sempat bertanya kepada karyawanku. Apakah ada yang mencariku, Alhamdulillah tidak ada yang mencariku. Aku membuka ruanganku dan menuju meja kerjaku. Menghempaskan tubuhku ke tempat duduk, fikiranku kacau. Apakah aku harus melakukan hal yang sama dengan Indra hanya untuk menyenangkan Ibuku dan Ibunya aku harus berpura – pura menjadi kekasih Indra. Hati dan fikiranku tidak nyambung, hatiku mengatakan iya semtara pikiranku berkata jika ibuku menanyakan kapan aku akan menikah dengan Indra, jawaban apa yang akan aku berikan. Pergelutan dalam hatiku membuatku lupa waktu, tidak ada satu pekerjaanku yang selesai hari ini, jam sudah menunjukkan pukul 16.30 sore waktunya pulang. Aku membereskan semua kertas yang ada didepanku dan mengambil tasku berjalan menuju pintu ruanganku, percuma aku berfikir sekarang tak ada yang bisa aku fikirkan. Lebih baik aku pulang, istirahat. Mudah – mudah sholat magrib nanti hatiku tenang, aku hanya akan mengadu pada Nya saja.(Bersambung)

***

Tinggalkan Balasan