PENDIDIKAN DI NEGERI CHINA
Dr. Sitti Hasnidar, M.Pd,
Guru kimia SMA Negeri 8 Banda Aceh
Seorang teman, sempat bercanda manakala tahu saya mendapat kesempatan belajar di Negeri China. Menurut mereka saya sudah menjalankan sunnah Rasulullah berdasarkan hadis: “Tuntutlah Ilmu Sampai Ke Negeri China” saya menjawab bahwa apa yang disabdakan Baginda Rasul ingin saya laksanakan.
Ternyata selama saya berada di negeri yang dijuluki Tirai Bambu tersebut sedikit banyak membuktikan asbabul wurud-nya sekaligus banyak kekaguman yang ingin saya ungkapkan terutama di bidang pendidikan.
Saya termasuk salah seorang cikgu yang beruntung, karena mendapatkan undangan dari Kemendikbud untuk belajar langsung selama tiga minggu di Negeri China, tepatnya Jiangsu Normal University bersama 12 orang guru asal Aceh.
Tahun ini pemerintah melalui Kemendikbud mengirim sebanyak 1.200 guru se-Indonesia yang tersebar ke 12 negara termasuk China. Program kemendikbud mengirim 1.200 guru belajar ke luar negeri itu sangat tepat, karena dengan dilakukan hal tersebut membuka wawasan guru di Indonesia untuk terus memperbaiki pembelajaran ke tingkat yang lebih baik lagi, karena banyak hal yang dapat kita petik dari perjalanan ini, seperti disiplin, kerja keras, ketekunan, pantang menyerah, dan keuletan bangsa China dalam menuntut ilmu.
Selama di sana saya terus berdoa semoga saya diberi kesehatan dan belajar dengan baik, karena suhu di sana pada saat itu sedang musim dingin minus 1 0C – 16 0C. Alhamdulillah sampai pendidikan berakhir saya tetap dalam keadaan sehat walafiat.
Selama di Xuzhou – China saya dan peserta yang lain mengikuti proses pembelajaran di Jiangsu Normal University yang dipandu oleh para Profesor yang sangat kompeten dibidangnya, ada beberapa materi yang kami terima antara lain STEM Education-Applying approaches to learning by using ICT for science teacher, LEGO Education Experience, school visit dan culture visit (xuzhou history museum, stone relief museum of Han Dynasty, Yun Long mountain, Yun long lake, science museum, serta ke quanshan fores park), kepada kami juga diperlihatkan bagaimana proses pembuatan dan mengoperasionalkan robot.
Praktis waktu tiga minggu serasa sangat singkat dengan jadwal yang cukup padat dan menyenangkan.
Salah satu yang mengagumkan adalah sikap para Profesor dan pendamping yang sangat ramah dan cepat akrab. Mereka terkesan sangat bersahaja namun berpenampilan sederhana. Selain itu apa yang saya amati dan saya rasakan belajar di China makin membuka mata saya bahwa memang kita perlu belajar pada mereka menyangkut penggunaan media teknologi dalam proses pembelajaran.
Dengan media visual membuat proses belajar lebih tertanam jiwa peserta didik, karena lebih mudah memahami konsep materi yang dipelajari dan lebih lama bertahan dalam memori mereka.
Satu hal lagi yang saya temui di beberapa sekolah di sana adalah adanya ruang khusus pengenalan macam-macam jenis obat-obat terlarang yang diperkenalkan kepada siswa dan dampak negatif yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan obat-obatan tersebut dan ini belum kita temui di sekolah-sekolah di daerah Aceh mungkin juga di negara Indonesia.
Padahal metode pembelajaran obat-obatan terlarang (drug) yang diperkenalkan di China sangat educatif dan sangat mengena karena disajikan secara runtun sampai dampak buruk yang ditimbulkan bila mengkonsumsinya melalui pemanfaatan media visual.
Menurut saya model pembelajarn seperti ini perlu diadopsi di Indonesia agar peserta didik tidak mengkonsumsi berbagai jenis narkoba terlarang tersebut. Kita yakin dengan pemahaman yang baik dan konprehensif akan membuat mereka lebih bijak dalam bertindak dan bersikap.
Boleh percaya atau tidak pendidikan di China merupakan salah satu pendidikan terbaik di dunia saat ini, bahkan mengalahkan negara-negara besar seperti Amirika dan Inggris, salah satunya bidang kedokteran.
Selain itu sejak dahulu prestasi para atletnya tidak diragukan lagi. Sebagaimana diketahui bahwa tujuan pendidikan nasional China adalah untuk mempersiapkan anak didik mengembangkan dirinya dalam dimensi moral, intelektual, fisik, estetika sesuai dengan bidang pekerjaannya kelak agar menjadi pekerja sosialis yang memiliki idealisme, terdidik dan berbudaya, memiliki karakter yang kuat dan disiplin.
Di bawah pengawasan State Council, Kementrian Pendidikan bertangung jawab untuk semua perencanaan dan pembuat kebijakan umum tentang pendidikan dimana administrasi pendidikan dasar didesentralisasikan ke pemerintah Provinsi dan Kota/Kabupaten/Desa. Sedangkan pendidikan tinggi sistem administrasi dan pengawasannya berada di tingkat nasional dan provinsi.
Di bidang IT, di China pemerintah dan pengembangnya serius mengembangkan layanan dan aplikasi lokal yang mencoba menyaingi aplikasi yang sudah populer ditataran dunia. Bahkan pemerintah China pun membuat beberapa regulasi untuk mengatur kebijakan terhadap produk IT di luar China. Tidak lain adalah pemerintah China dan pengusahanya, selain menjaring penggunaannya dari China sendiri dan juga menjaring dari warga di luar China atau mengerti bahasa Mandarin.
Lalu mungkinkah Aceh atau Indonesia meniru keberhasilan China yang warganya terkenal kreatif, dan pekerja keras dalam bidang pendidikan? Saya masih optimis bahwa Aceh bahkan Indonesia bisa melebihi China bila telah tumbuh kesadaran baru dan kesamaan persepsi dalam merumuskan kebijakan yang realistis dan tidak hanya sekedar menghabiskan anggaran negara.
Kita tidak menafikan upaya yang telah dilakukan pemerintah selama ini, namun dibandingkan China, agaknya kita masih tertinggal jauh. Mempersiapkan anak didik yang lebih bermutu dan profesional, memang membutuhkan waktu, tekat dan anggaran dan regulasi meskipun kita tidak mesti seratus persen mengadopsi produk luar. Kita sendiri memiliki sistem yang mungkin lebih baik dari model pendidikan luar, apalagi bila dintegrasi dengan niali-nilai agama, norma-norma, dan kearifan lokal yang diterapkan sejak dulu.
15 komentar