Ku Buang Asa (part 1)

Cerpen, Fiksiana95 Dilihat

 

Langit mendung, aku masih tetap berjalan biar hujan membasahi badanku. Badan yang lelah, raga yang resah, jiwa yang meronta akan segala penderitaan ini.

Aku tidak mendengarkan panggilan namaku yang berulang – ulang kali oleh bang Indra. Aku muak dengan lelaki yang bernama Indara, begitu banyak kebohongan yang telah dia katakana kepadaku, apakah aku buta tak melihat kiri dan kanan. Tak mendengarkan berita yang disampaikan kepadaku, atau karena terlanjur sayang maka aku membutakan semua yang berkata benar tentangnya. Malah aku percaya dengan dusta yang diberikan olehnya.

Nama Indra Lakmana, anak pertama dari bapak yang nota bene jawa ibu melayu asli, orang di kampungku selalu memanggil mereka dengan sebutan jamal. Tapi anehnya dia Indra tidak suka dipanggil dengan sebutan Mas dia lebih suka di panggil dengan Abang. Orangnya parlente, baju sederhanapun yang dia pakai terlihat pantas di pakainya. Karena penampilannya itulah aku sangat tertarik kepadanya.

Aku masih ingat pertama kali bertemu dengannya pada acara malam bazaar MTQ di kabupetenku, aku bersama beberapa teman guru di tugaskan oleh sekolah untuk menjaga stand bazaar sekolahku. Sudah satu minggu kami mendekorasi stan bazaar sekolah kami semenarik mungkin, karena ada lombanya.

Untung – untung sekolahku mendapatkan juara, aku dan teman – teman serta siswa yang sudah ditugaskan untuk acara ini berusaha segigih mungkin agar stan bazaar kami terlihat menarik.

Setelah selesai dengan mendekor stan kami, aku dan bu Lina berjalan – jalan mengelilingi stan – stan yang mengikuti bazaar MTQ ini. Pada salah satu stan yang kami lewati, ada suara yang menyapa kami

“ Hai ibu guru cantik, masuklah ke stan kami untuk melihat – lihat.”

“ Ada suvenier cantik bagi yang masuk perdana.” Suara itu semakin menarik perhatianku dan bu Lina.

Kami mendengar suara tapi tidak melihat orangnya, aku dan bu Lina memandang ke kanan dan kiri, melihat stan ada.

“ Suara siapa sih, ada suara tidak ada orangnya.” Kata bu Lina

Aku tersenyum sambil berkata

“ Siluman kali Bu.” Sambil tersenyum.

“ Iya, ih ngeri. Ayo bu Eva kita cepat pergi dari sini.” Ajak bu Lina

Kami mempercepat langkah kaki kami, tiba – tiba sesosok keluar dari salah satu stan bazaar.

“ Mau kemana Ibu – ibu cantik, jangan takut bukan siluman.”

“ Perkenalkan, saya Indra” sambil dia mengulurkan tanganya.

“ Stan Dinas Pendidikan.” Sambil menunjukka stan sebelah kiri kami berdiri.

Acara stan memang belum dibuka, hari ini adalah hari akhir sebelum besok pagi jam sepuluh stand bazaar ini akan dibuka oleh ibu bupati.

“ Kok Ibu – ibu terlihat takut.” Kata Indra

“ Jelas saja takut pak, magrib – magrib ada suara tidak ada orangnya.” Kata ibu Lina.

Memang ada beberapa stan yang belum siap di benahi, termasuk stan sekolah kami. Aku dan bu Lina sengaja melihat – lihat stan lain sambil berjalan menuju ke masjid yang tertelak di ujung gang.

***

Sejak pertemuan itu, bang Indra selalu menyempatkan diri untuk mampir di stan sekolah kami jika aku yang bertugas menjaganya. Wal hasil selama bazaar MTQ aku dan bang Indra menjadi dekat.

“ Bu Eva, hati – hati sama Indra. Sepertinya orangnya tidak serius.” Bu Lina memperingatiku.

Aku hanya tersenyum sambil berkata

“ Insyaallah bu, terima kasih sudah mengingatkan.” Sambil memamerkan senyumku kepada bu Lina.

Bazaar telah berakhir, malam tadi penutupan acara MTQ Kabupaten, sebagai pemenang pertama Kecamatan Meral, pemenang kedua Kecamatan Tebing dan pemenang ke Tiga Kecamatan Karimun.

Kami harus puas tidak mendapatkan juara hanya sebagai penggembira saja tahun ini, tapi yang pasti kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk stan bazaar sekolah kami.

Aku tidak pernah berpikir perkenalanku dengan bang Indra akan berlanjut. Aku masih ingat di malam penutupan aku dan siswaku Krisna serta Nia berjalan – jalan untuk melihat bazar murah disetiap penutupan MTQ.

Sudah beberapa hari ini aku mengincar bros baju yang sangat menarik perhatianku, aku sengaja menunggu malam penutupan. Di malam penutupan biasanya akan diobral oleh penjualnya.

Ini kesempatan ku untuk membelinya, harga sebelumnya 50 ribuan akan turun menjadi 15 ribuan. Lumayan untuk kantong guru honor.

Aku lagi asyik tawar menawar dengan penjual tiba – tiba aku mendengar suara

“ Pak saya ambil yang ini, 30 ribu kan.”

Dengan kesal aku menoleh ke belangkang, kurang ajar sekali orang ini. Aku sudah susah payah menawar bros baju ini dengan harga 25 ribu, si penjual masih bertahan dengan harga 30 ribu

“ Tidak bisa bu, 30 ribu paling kurang. Harganya 50 ribu saya sudah kasih diskon.” Kata si penjual.

“ 25 ribulah bang, sudah tidak ada  piliha lagi. Masak tidak bisa 25 ribu.” Aku merayu si penjual bros baju.

Sudah susah – susah menawar eh tiba – tiba ada suara yang mau membelinya tentu saja dengan pandangan geram aku menoleh ke arah suara yang menawar bros yang sudah ku tawar.

Mata besarku seketika aku kecilkan lagi,

“ Eh, bang Indra.”

“ Tawar yang lain saja bang, bros ini sudah saya tawar.” Aku memohon kepada bang Indra.

“ Aku mau bros ini. Cantik.”

Bang Indra mengambil bros dari tanganku dan meneliti serta membolak – balik bros baju itu.

“ Masih banyak yang lebih cantik dari ini bang.”

Aku masih merayu bang Indra untuk tidak membeli bros baju yang aku inginkan.

“ 30 ribukan bang.” Bang Indra menghulurkan uang sebesar 30 ribu kepada si penjual bros.

Aku hanya memandang si penjual bros mengambil uang dari tangan bang Indra.

“ Sini Bang saya bungkus dulu bros bajunya.” Kata si penjual kepada bang Indra.

“ Tidak usah.” Aku mendengar suara bang Indra

Aku hanya bisa memandang bros baju yang sudah berada di tangan bang Indra. Dengan suara lemah aku berkata kepada Nia dan Krisna.

“ Ayo anak – anak kita kembali ke stan kita.” Sambil menarik tangan Nia yang lagi sibuk memilih – milih bros yang berbentuk Hello Kitty.

“ Sebentar bu, Nia mau beli ini dulu.” Nia menunjukkan bros Hello Kitty yang dipegangnya.

Aku dan Krisna akhirnya berdiri menunggu Nia yang lagi memilih – milih bros baju Hello Kitty.

Bang Indra berdiri di sampingku

“ Tidak jadi membeli bros baju?”

Aku memandang sekilas ke arah bang Indra dengan sinis

“ Tidak, tidak ada yang bagus.” Kataku kesal

Sudah tahu aku mengingikan bros baju yang dibelinya masih bertanya kataku dalam hati.

“ Ini bros ini buat Eva.” Bang Indra menghulurkan bros yang baru saja dibelinya kepadaku.

Aku memadang muka bang Indra,

“ Tidak terima kasih.” Aku menolak halus pemberian bang Indra

“ Ayo terimalah,”

“ Dari kemarin sewaktu kita mengelilingi bazaar, abang memperhatikan Eva sangat tertarik dengan bros baju ini, ingatkan sampai dua kali kita mampir di sini.” Jelas bang Indra.

“ Anggap saja sebagai kado pertemanan kita.”

“ Ayolah Eva, atau karena ini barang murah jadi Eva tidak mau menerimanya.” Lanjut bang Indra.

Aku memandang ke arah wajah muka bang Indra

“ Apa maksud bang Indra.”

Melihat ekspresi wajahku yang bang marah bang Indra berkata

“ Jangan salah paham Eva, abang tidak bermaksud apa – apa abang hanya mau membelikannya untuk Eva.

Nia yang lagi memilih – milih melihat ke arah suaruku yang terdengar agak keras sementara Krisna sudah berdiri di depan bang Indra.

“ Pak jangan ganggu bu Eva.” Krisna menantang bang Indra.

Bang Indra memegang pundak krisna dan memeluknya sambil berkata

“ Bapak temannya bu Eva, bapak hanya mau memberi bu Eva kenang – kenang saja. “

“ Mungkin besok kami tidak akan bertemu lagi.”

“ Siapa namamu, hebat anak jantan memang harus seperti ini.”

Krisna tersanjung dengan perkataan bang Indra, sedetik kemudian Indra malah memujukku untuk menerima pemberian bang Indra

“ Terima saja bu, sudah ada yang berbaik hati membelikan untuk ibu.” Sambil mengernyitkan mata nakalnya ke arahku.

Anak ini baru saja membela ibu gurunya, sekarang sudah membela orang yang belum dikenalnya, kataku di dalam hati.

“ Pak, Nia juga mau dibelikan bros Hello Kitty ini.”

“ Boleh ambil saja satu.”

Bang Indra mengeluarkan uang 10 ribuan dan memberikannya kepada si penjual bros.

Sekarang Nia ikut – ikutan memujukku untuk menerima pemberian dari bang Indra.

Aku jadi bingung, dalam kebingungannku aku mendengar perkataan bang Indra.

“ Ayo anak – anak kita cari minum.” Sambil merangkul Krisna bang Indra melangkah menuju penjual minuman yang berada di sebarang penjual bros baju.

Nia menarik tangganku “ Ibu, kita mau di traktir minum sama teman ibu.” Suara Nia gembira.

“ Nia, Fanta merah saja pak.”

“ Kamu mau apa Krisna .” Tanya bang Indra kepada Krisna

“ Saya mau Coca Cola saja.” aku mendengar suara Krisna menjawab pertanyaan Indra.

“ Ibu Eva mau minum apa? Atau yang bergas atau tidak bergas. “

“ Atau ini saja,” bang Indra menyodorkan minuman Soya kepadaku.

Aku mengambil minuman yang di sodorkan bang Indra tanpa banyak bertanya.

Akhirnya kami berjalan bersama menuju stan bazaar sekolah. Dalam perjalanan aku mendengar percakapan bang Indra dan Krisna. Sementara aku dan Nia berjalan di belakang mereka.

“ Krisna bu Eva mengajar apa ?”

“ Ibu mengajar ekonomi pak.”

“ Krisna suka di ajar dengan bu Eva.”

“ Ibu Eva orangnya baik, mengajarkan selalu enak. Krisna suka belajar ekonomi dengan bu Eva. “ aku mendengar percakapan mereka.

Banyak hal yang dibicarakan bang Indra dan Krisna dari menanyakan hal tentang ku, bang Indra juga menanyakan keadaan sekolah dengan Krisna.

Pintar sekali pendekatan bang Indra dengan anak – anak, anak – anak jadi tidak curiga karena bang Indra bertugas di Dinas Pendidikan Kabupaten.

Sesampaikan di depan tenda stan kami, bang Indra berkata kepada Nia

“ Nia tolong sampaikan hadiah kecil ini untuk bu Eva.” Bros baju yang dibeli tadi di serahkan bang Indra kepada Nia,

“ Siap Pak.” Nia menjawab dengan tegas.

Bang Indra berlalu meninggalkan kami sambil mengucapkan salam

“ Assalamualikum.”

Aku hanya tersenyum dalam hati sambil menjawab salamnya bang Indra

“ Walaikumsallam.”

“ Bu ini titipan pak Indra untuk Ibu.” Nia menyerahkan bros baju yang tadi kami perebutkan di tempat penjualnya.

“ Ada apa ini.” Suara bu Lina terdengar dari dalam tenda.

“ Tidak ada apa – apa bu Lina, kami masuk kedalam tenda, sebelumnya aku meletakan tangan di bibir kepada Krisna dan Nia untuk tidak menceritakan kejadian tadi kepada bu Lina.(bersambung)

***

Tinggalkan Balasan