Sudah beberapa malam ini tidurku terganggu, aku selalu teringat dengan Cahaya. Ada apa dengan diriku, dua hari lagi aku akan melangsungkan pernikahaan dengan salah seorang staf kantor. Nia, ya namanya Nia. Aku menyukainya karena dia mirip dengan Cahaya memakai jilbab menutup kepalanya. Bibi sekarang menjadi ibu setelah ibuku meninggal, aku bercerita kepada bibi bahwa aku tertarik kepada salah seorang teman kantor yang bernama Nia.
“ Cepatlah melamarnya, biar ada yang menemani Indra. Bibi mau Indra bahagia, Ibumu di sana pasti juga menginginkan Indra cepat menikah.” Nasehat bibi membuatku sedikit lega. Ternyata bibi mendukungku.
“ Indra benar tidak mengingat tentang Cahaya sedikitpun?” pertanyaan bibi membuatku gelisah.
“ Entahlah bi, tapi jika melihat Nia, Indra merasa seperti melihat Cahaya” kepalaku terasa pusing jika sudah seperti ini. Sambil memegang kepalaku, bibi berusaha menenangkanku.
“ Sudahlah, bibi hanya bertanya saja” elusan bibi lembut di kepalaku membuatku tenang.
Cahaya, kenapa aku akhir – akhir ini selalu teringat kepadamu jika Nia berada di dekatku.
***
“ Kamu itu ya selalu begitu, sukanya yang mendadak – dadak saja Indra,” omelan Andi kita aku bercerita kepadanya bahwa aku akan melamar Nia.
Nia baru saja bekerja di kantorku 4 bulan terakhir ini, setelah aku mengatakan kepada Cahaya untuk melupakannku.
“Sewaktu kau mengatakan ingin melamar Cahaya juga begitu, aku mengingatkan dirimu apakah kau sudah kenal betul dengan Nia. Tidak mungkin tulang rusukmu yang hilang 2.” Kata Andi
Jengkel aku mendengarnya Andi seperti tidak mau aku bahagia, selalu saja menyuruhku untuk mengingat tentang Cahaya, tidakkah Andi tahu aku sudah berusaha untuk mengingat Cahaya tapi waktu 1 tahun sudah cukup aku cuba untuk mengingatnya.
Aku sedih jika mengingat bagaimana Cahaya selalu berusaha mengingatkanku tentang dirinya, melihatnya datang ke rumah hanya untuk berbenah dengan selalu ditemani adiknya. Melihat mata sendunya yang mengharapkan aku mengingatnya, tapi aku tidak bisa mengingatnya sama sekali. Aku sudah mencobanya tapi tidak bisa. Sekarang aku memutuskan untuk memberinya ruang, mana tahu dengan melihat aku menikah maka Cahaya akan melupakanku.
***
Dua hari lagi aku akan menikahi Nia, tapi pertanyaan bibi beberapa waktu lalu sungguh membuatku kembali merasa gelisah.
“ Indra tidak mengundang Cahaya?” pertanyaan yang sebenarya pertanyaan bisa saja, tapi mengapa aku merasa terganggu dengan pertanyaan bibi.
“ Terserah bibi saja,” kataku
“ Bibi akan mengundangnya.” Bibi memberi ketegasan kepadaku untuk mengundang Cahaya.
Kata – kata bibi tidak bisa hilang dari ingatanku, Cahaya …Cahaya ya Cahaya. Tidurku gelisah aku terus terbayang wajah Cahaya, ada apa dengan diriku.
***
Peluh membasahi badanku. Aku mengingat hari kecelakaanku satu tahun yang lalu, bagaimana suara ibu mengulang asma Allah berulang – ulang sebelum aku mendengar dentuman keras dan setelah itu aku tidak sadarkan diri. Cahaya menangis menatapku nanar ketika aku sadar pertama kali di ICU dan aku mengingatnya Cahaya mengenakan pakaian tunangan yang kami pesan bersama.
Astafirullahalazim apa yang terjadi dengan diriku, aku baru terbangun dari tidur panjangku. Cahaya mata sendu yang dengan setia menunggu dan menantiku. Wajah yang selalu merona merah jambu jika aku mengusiknya. Aku teringat bagaimana aku selalu berusaha memujuknya untuk mau ku jemput, bagaimana aku mengelabuinya tentang kencan buta yang sebenarnya bukan melalui media online tapi aku sudah menyukainya pada pandang pertama sewaktu melihatnya di restoran pertama kalinya.
Ya Allah aku mengingatnya, apa yang mesti aku hanya tinggal beberapa jam lagi aku akan menikah dengan Nia. Tidak mungkin aku membatalkanya, air mata menetes tanpa aku sadari, bergegas aku menuju kamar mandi untuk mengadu kepadanya.
Kupasang niat, takbir keluar dari mulutku membaca ayat, ku khusyukkan sholatku meminta petunjuk kepada-Nya. Air mata terus menetes, mengingat betapa menderitanya Cahaya selama menunggu aku mengingatnya. Betapa jahatnya aku, tanpa aku sadari aku membuat Cahaya sangat menderita padahal aku yang seharusnya membuat dia bahagia.(bersambung)
***