Degup jantungku berpacu dengan melodi music yang sengaja ku setel besar, tidak pernah aku mendengarkan music sekeras ini. Tapi saat ini aku membutuhkanya, menyamarkan dkegup jantung yang entah mengapa berpacu setelah melihat kehadirannya yang tidak di undang.
“Hana, kecilin suaranya.” Teriak temanku Nia dengan muka kesal
Aku pura – pura tidak mendengar teriakan Nia, menundukkan kepala sedalam mungkin.
“Mudah – mudahan dia tidak mendekati kami.” Batinku berdoa
Langkah kami itu, ya langkah kakinya, doaku tidak di ijabah-Nya. Semakin dekat dan dekat, degup jantung semakin mengema.
“Kamu kenapa?” Suaranya membuatku mati kutu, tanganya tanpa permisi mematikan suara music yang ku setel.
Seharusnya aku marah dengan yang dilakukannya tapi aku malah semakin menundukkan wajahku, jika bisa aku bersembunyi di dalam perut bumi, maka saat ini aku akan menengelamkan wajahku di sana.
“Raihana, aku bicara denganmu. Kenapa tidak di jawab.” Suaranya naik satu oktaf karena aku mengacuhkannya.
Aku masih menundukkan kepalaku, tiba – tiba saja aku merasakan usapan di pucuk kepalaku dan dengan spontan aku menepis dan menggangkat wajahku, mata kami bertabrakan. Ada sinar aneh menurutku dari pancaran matanya. Seharusnya Dia marah dengan aku menepis tanganya tapi malah sekarang senyum tersunging di bibirnya. Belum juga aku membuka mulutku, dengan langkah santai Dia meninggalkanku, sungguh menyebalkan sudah membuat jantungku tidak teratur sekarang meninggalkanku tanpa penjelasan.
Aduh ada apa dengan otakku sekarang ini, kenapa aku malah memikirkan ada apa dengannya seharusnya ada apa denganku, kenapa aku jadi tidak menentu begini.
“Hei …hei Hana ada apa dengan dirimu.” Suara Nia membuatku bertambah gugup
“Kenapa mukamu jadi pucat pias begini.” Sekali lagi aku mendengar suara Nia
“Aku aku tidak apa – apa.” jawabku gugup
“Apanya yang tidak apa – apa, aku jadi khawatir dengan dirimu Hana.” Ucapan Nia sungguh membuatku merasa tidak enak.
Itu kejadian beberapa hari yang lalu, saat ini dari kejauhan aku memperhatikannya. Semua tentang dia membuat seluruh sel dibadanku menjadi aneh, ya aneh aku tidak tahu apa yang terjadi dengan diriku.
Jauh darinya membuatku merasa kekurangan rasa tapi jika dengannya membuatku merasa terbakar dan salah tingkah, aneh sungguh aneh. Akhirnya aku hanya bisa mengutitnya dan memandangnya dari jauh.
***
“Luar biasa, rasanya enak sekali.” Sungguh suara itu membuat jantungku seakan berhenti, melihat dirinya yang tiba – tiba saja sudah berada di depanku dan memakan makanan yang menjadi makan siangku dengan tangannya.
“Jorok, sembarangan mengambil makanan orang.” Cetusku kesal dan gugup
“Siapa suruh bau makananmu mengugah seleraku, hanya satu tidak usah pelit. Nanti jodohnya jauh lho.” Aku tergangga mendengar ucapannya apa hubungan makanan dengan jodoh
“Ups…salah bukan jodoh tapi rezeki. Terima kasih jeritnya” Sambil mengatakan itu Dia berlalu meninggalkanku.
Selalu seperti itu, datang tidak diundang pergi tidak bisa aku usir, menyebalkan. Belum hilang rasa terkejutku
“Hai ..Hana sayang.” Tiba – tiba saja aku dipeluk dari belakang
“Nia buat kaget saja.” Ucapku mengerutu
“Kayak nenek – nenek suka terkejut.” Celoteh Nia lagi.
Mataku masih melihat ke arah perginya Dia
“Melihat apa?” Manik mata Nia menyelusuri jalan di depanku mencoba mencari apa yang menjadi fokus tatapanku.
“Tidak melihat siapa – siapa.” Selaku sambil fokus lagi dengan makananku sambil senyum – senyum jika mengingat Dia tadi mengambil salah satu tahu goreng isi yang aku buat.
***