Di Sudut Hatiku (part 2)

Flasback

“Hana, tidak bisakah aku memiliki hatimu.” Sendu suara Ikmal terdengar, sayup hatiku mendengar ucapannya tapi aku tidak mau menabur duri dalam kehidupan kami. Aku harus mematikan pucuk harapanku, daripada aku mengizinkan Ikmal memasuki hatiku sementatra aku tahu dalam waktu dekat aku akan dijodohkan.

“Hana.” Suara Ikmal sekali lagi memanggil namaku

Aku tiak bisa membohong hatiku, ada ketertarikan terhadap Ikmal sudah lama kami berteman tapi karena pernyataannya terlambat karena aku sudah lebih dulu tahu akan dijodohkan aku tidak punya kuasa untuk menolak apalagi membangkang kepada orang tuaku.

“Aku tidak mau menjadi anak durhaka Ikmal, Hana harap kita berteman saja seperti dulu.” Ucapku dengan mata memohon kepada Ikmal.

“Mengapa Hana berkata begitu?” tanya Ikmal

“Minggu denpan Hana akan bertunang.” Lirihku sambil menundukkan wajahku menghindari tatapan mata Ikmal.

Tak ada lagi kata yang keluar dari mulut kami, Aku maupun Ikmal terdiam dengan pikiran kami masing – masing.

***

Akhirnya aku menyesal tidak menerima Ikmal jika aku tahu Raihan juga masih menjalin hubungan dengan kekasihnya. Paling tidak kami seri, aku mengelengkan kepalaku, apa yang aku pikirkan. Kenapa aku harus berpikiran licik, bukankah tambah memperburuk keadaan serta akan melukai semua, buat masa ini cukup aku yang terluka, batinku. Satu persatu air mataku menetes, malam semakin larut aku hanyut dalam kesedihan yang mendalam.

Sayup – sayup aku mendengar azan subuh, tapi kepalaku terasa berat seperti ada beribu ton batu sekarang bersarang di kepalaku. Mungkin karena terlalu lama menangis semalam sehingga kepalaku terasa sakit.

Perlahan aku bangkit dari tidurku, berjalan menuju kamar  mandi dengan berpegangan pada dinding di kamarku, dengan bersusah payah aku akhirnya selesai juga sholat subuh, masih dengan mengenakan mukena aku melanjutkan tidurku untuk menghilangkan rasa sakit kepalaku.

***

Sepekan sudah berlalu, aku menjalani hariku dengan rasa sakit yang selalu ada dihatiku. Sudah sepekan pula, aku menghindar dari telephon maupun kedatangan Raihan yang mengangguku.

Hari ini aku akan mengistirahatkan pikiranku, aku menyetir mobilku menuju taman kota. Menyenangkan melihat anak – anak bermain, mereka membuatku mengenang masa kecilku bersama Abangku. Seandainya ada jin yang bisa mengabulkan permintaan aku tidak akan meminta tiga permintaan. Cukup satu saja permintaanku yang di kabulkannya, aku hanya ingin kembali dimana anak kecil, dimana kasih kedua orangtuaku selalu tercurah untuk aku dan abangku. Kami hidup sederhana tapi kami bahagia, batinku lirih.

Bangku di sudut kota, tempat aku duduk sekarang ini membuatku bisa melihat  dengan puas setiap ragam orang yang berlalu lalang di depanku. Tanpa mereka ketahui kalau aku bisa melihat semua kejadian yang jika lucu aku akan menyunggingkan senyum di sudut bibirku.

Ya Allah, kenapa Aku harus melihat mereka lagi, ada pemandangan yang aneh di antar mereka. Wanita itu mengapa wajahnya sungguh tida enak di pandang, dan mengapa pula Riahan sepertinya tidak berniat untuk memujuknya. Lihat mereka sekarang malah saling bertegang urat, samar – samar aku bisa mendengar suara mereka padahal aku jauh dari mereka.

“Raihan, jangan katakana kamu mulai menyukainya.” Suara si wanita tinggi satu oktaf dengan wajah yang menyeramkan

“Jangan bawa – bawa dia, tidak ada sangkut pautnya dia dengan masalah kita.” Suara Raihan tidak kalah kerasnya dengan si wanita.

“Tidak ada sangkut pautnya, ta.” Suara Raihan tidak kalah kerasnya dengan si wanita.

“Tidak ada sangkut pautnya, jika tidak kenapa minta pisah.” Sekarang aku bisa melihat adan air mata yang keluar dari mata si wanita.

Aku membuang muka, Riahan seakan tidak percaya melihat Aku ada di taman kota sama dengan dirinya. Pandangan Riahan yang tidak lepas dariku membuat si wanita ikut mengarahkan matanya ke tempat dimana aku berada.

Plak … suara itu keras sekali, setelah memberikan satu tamparan di wajah Raihan, si wanita   berlari meninggalkan Raihan. Apa yang terjadi, batinku.

Langkah kaki mendekatiku,  mau tidak mau aku menolehkan pandanganku ke langkah yang mendekatiku.

“Raihan.” Ucapku terkejut melihat Raihan mendekatiku.

Raihan mengambil tempat duduk di sebelahku, menghembuskan napas berat dan menatapku.

“Kenapa ada di sini?” ucapnya pelan

“Kenapa tidak mengejarnya.” Ucapku kepada Riahan

“Hana mau Raihan mengejarnya.” Ucapan yang tidak masuk akal keluar dari mulut Raihan

“Kenapa bertanya kepadaku.” Ucapku kesal kepada Raihan

“Dia tidak mau putus denganku.” Penjelasan Raihan aku hanya acuh mendengarnya.

Aku berdiri, langkahku dihentikan Riahan dengan memegang tanganku dan meminta aku untuk duduk kembali.

“Ada apa?” ucapku dengan terpaksa

“Hana tidak senang aku putus denganya?” ucap Raihan membuatku bingung

“Kenapa aku harus senang.” Ucapku sambil menatap manik mata Raihan ingin melihat apa sebenarnya maksud Raihan.

“Aku berusaha memperbaiki hubungan kita.” Ucapanya yang membuat sedikit luka di hatiku mengecil.

“Yakin dengan apa yang Raihan ucapkan?” aku malah balik bertanya kepada Raihan.

“Sebaiknya kita mencoba untuk mencoba saling mengenal.” Ucap Raihan setelah kami sama – sama terdiam dengan pikiran masing – masing cukup lama.

“Entahlah aku bingung, atau sebaiknya kita berterus terang kepada kedua orang tua kita sebelum kita saling menyakiti satu sama lain.” Ucapku mengutarakan apa yang Aku fikirkan walaupun Aku tidak pasti dengan apa yang aku ucapkan.

“Aku tahu aku salah, berilah aku sempatan untuk mengenal Hana.” Ucapan Raihan membuatku menatap manik matanya tak percaya.

“Hana, aku mulai menyukaimu.” Sekali lagi aku dibuat tidak percaya oleh ucapan Raihan. Ada apa dengan Raihan, apakah kepalanya error kena tamparan kekasihnya tadi.

“Kamu yakin tidak apa – apa setelah di tampar kekasihmu.” Ucapku hati – hati takut Raihan tersinggung.

“Aku sudah sering di KDRT sama Dia. Jadi sudah biasa, setiap aku coba memutuskannya pasti tamparan akan singgah di sini.” Ucapan Riahan sambil menunjuk pipi.

“Benaran, sadis amat.” Suara meninggi tidak percaya tapi melihat wajah Raihan serius aku yakin Dia tidak lagi bercanda.

“Setelah aku pikir baik – baik, sebenarnya Aku hanya butuh dia karena dia cantik saja, beda dengan kamu.” Jelas apa yang dikatakan Riahan membuatku tercesaja, beda dengan kamu.” Jelas apa yang dikatakan Riahan membuatku tercengang

“Kamu sungguh membuat aku hati bergetar, sehari tidak melihatmu membuatku rasa kehilangah Hana.” Ucap Raihan membuatku jengah

“Aku baru saja berpikir, untuk membatalkan pertunangan kita, Raihan.” Ucapku sambil melihat reaksi Raihan atas ucapanku

“Hana aku mohon jangan membatalkannya, berikan aku sempatan. Bukan maksudku berikan kepada kita untuk saling mengenal.” Mohon Raihan dengan wajah yang membuat ada yang bergetar di sudut hatiku.

“Entahlah.” Desahku

“Hana please, berikan kita sempatan untuk saling mengenal.” Ada ketulusan dari ucapan Raihan.

“Kita lihat nanti.” Di sudut hatiku ada yang berbunga, tapi aku masih membuat Raihan rasa menyesal telah membuat aku kecewa dengan sikap awalnya terhadapku. Aku melangkah meninggalkan Raihan di taman kota.***

Tinggalkan Balasan