Awal Deritaku (part 16)

Cerpen, Fiksiana50 Dilihat

Sepanjang perjalan aku hanya berdiam diri tidak tahu mau mengatakan apa, Indra tetap fokus pada jalan raya tapi mulutnya meluncurkan kata – kata yang membuatku mau tidak mau melirik kearahnya.

“ Kenapa diam? Cahaya marah kepada Indra sejak pagi tadi cahaya hanya diam saja. atau kita sesuatu tempat untuk berbicara.” Aku hanya berfikir dalam hati, ini orang tahu banyak tentangku tapi aku tidak tahu banyak tentangnya hanya dari ceritanya tapi pagi Indra hanya tinggal berdua dengan Ibunya. Tiba – tiba indra menepikan mobilnya di pinggir jalan, menatapku intens membuatku terkejut dan berujar

“ kenapa berhenti, bukankah Ibu sudah menunggu kita di rumah sakit?”

“ Jawab dulu pertanyaan aku, baru kita menjemput Ibu” tatap Indra menatapku dengan lembut tapi aku merasa tatapannya membuat aku tak berdaya, aku bingung mau menjawab apa. bingung, senang dan takut semuanya ada dalam pikiranku. Binggung karena mendadak Indra izin ingin melamarku kepada Ibu, senang akhirnya aku akan memberikan menantu seperti yang Ibu inginkan, takut kalau ini hanya seperti cerita di novel yang pada akhirnya aku akan kecewa karena awal kami berkenalan karena bukan karena kami saling membutuhkan tapi karena kedua Ibunda kami yang menginginkannya.

“ Cahaya, jangan hanya diam. Jawablah pertanyaan Indra, Indra tidak mau Cahaya ragu dengan niat Indra atau kita berteman dulu saling mengenal satu sama lain. Jika itu yang Cahaya inginkan kita akan berteman. Tidak tidak akan memaksa Cahaya untuk ikut menjemput Ibu, Indra antar Indra pulang saja jika itu yang Cahaya inginkan. Indra menghidupkan mesin mobil dan menyalakan lampu sen tanda akan membelokkan kembali ke arah rumahku.

“ Kita tidak jadi menjemput Ibu?” akhirnya aku berkata sambil memandang Indra. Sekali lagi Indra mematikan mesin mobil, memandangku dan kembali bertanya

“ Apa yang Cahaya inginkan, Indra tahu ini mendadak tapi percayalah Indra serius dan bertanggung jawab dengan semua perkataan dan perbuatan Indra. Tapi……. “ Belum lagi Indra meneruskan kalimatnya aku langsung menjawab

“ Kita menjemput Ibu “ memandang Indra sambil memberikan senyum dan pandangan yang menyakinkan bahwa aku yakin kepada Indra. Ya Allah semoga aku yakin dengan Indra doaku dalam hati, aku berusaha menyakinkan diriku sendiri. Merelexkan badanku memberikan bahasa tubuh untuk menyakinkan Indra. Aku melihat senyum puas di jawah Indra, sebelum menghidupkan mesin mobil Indra meraih tanganku dan menggengamnya, aku membalas dengan meletakkan tanganku diatas tangan Indra dan menggengamnya. Indra melepaskan tangannya sambil berkata

“ Terima kasih, percaya kepada Indra.” Baru Indra menghidupkan mesin mobil dan berjalan menuju rumah sakit.

***

“ Assalamualaikum,” aku dan Indra serentak mengucapkan salam. Ibu Indra menyambut kedatangan kami dengan senyum di wajahnya. Aku menghampiri ibu Indra meraih tangan menciumnya, Ibu Indra mengusap kepalanya sambil bertanya
“ Indra memaksa Cahaya kemari ya? Sambil memandang Indra, aku menggelengkan kepala sambil menyusul memandang ke arah Indra yang ternyata sudah berdiri dibelakangku, menyusul mencium tangan Ibunya.

Indra berkata “ Ibu Indra tinggal dengan Cahaya sebentar ya, Indra mau mengurus segala sesuatu untuk kepulangan Ibu kerumah. Cahaya, Indra titip Ibu.”

“ Ih memang Ibu barang di titip – titip”

Aku tersenyum mendengar jawaban Ibu sambil tersenyum geli melihat kea rah Indra yang memasang muka kesal dan langsung pergi meninggalkan aku dan Ibu. Hangat menjalar kehatiku melihat kedekatan Indra dengan Ibunya. Menunggu Indar aku membereskan semua barang Ibu memastikan tidak ada yang tertinggal di rumah sakit. Belum lagi aku selesai membereskan barang – barang ibu, pintu terbuka dan terdengar suara Indra

“ Alhamdulillah, semua sudah beres.” Indra langsung membantuku membereskan barang – barang Ibu. Aku membawa barang – barang Ibu sementara Indra membantu Ibu duduk di kursi roda kami meninggalkan kamar yang sudah beberapa hari menjadi tempat Ibu menginap. Wajah Ibu Indra sepanjang jalan pulang selalu tampak tersenyum, aku tidak berani memikirkan apa yang membuat wajah Ibu yang terlihat sangat bahagia. Mudah – mudahan Ibu bahagai karena sudah bisa pulang kerumah. (bersambung)

***

Tinggalkan Balasan