Aku berusaha berdiri, menanyakan kepada Mak Long kemana adikku Azmi dan Azhar.
“ Azmi, Azhar, Ngah panggilkan Azmi atau Azhar? “ suara Mak Long membahana di kamarku.
“ Azmi kemari, Mak Long panggil.” Aku mendengar suara Mak Ngah memanggil Azmi. Langkah tergesa menghampiri kamarku, Azmi menampakkan wajahnya ke kamarku.
“ Iya Mak Long ada apa?
“ Ni kakak engkau yang manggil.” Kata Mak Long
“ Ye, ada apa kak?”
“ Mi, Ibu tidak apa – apa?” tolong antar kakak ke rumah sakit pintaku kepada Azmi adikku.
“ Ibu sudah sadar, ya Ibu juga menyuruh Azmi mengantar kakak ke rumah sakit.”
Aku berusaha bangun dibantu Mak Long,
“ Yuk Mi, kita ke rumah sakit,” pintaku kepada Azmi. Mak Long masih memapah diriku sampai menuju mobil, membukakan pintu untuk diriku.
“ Mak Long Ikut.” Pinta Mak Long
“ Iya Mak Long ikut aje, biar bisa mengawasi kakak.” Kata Azmi. Kami bertiga akhirnya menuju rumah sakit. Sepanjang jalan, Mak Long selalu memelukku dan memberikan kekuatan kepadaku.
“ Mudah – mudahan Indra tidak apa – apa, berdoa Cahaya semoga Indra selamat. Menetes air mataku mendengar ucapan Mak Long. Dalam hati aku memanjatkan doa semoga Indra tidak apa – apa, menetes lagi air mataku. Sekali – sekali Mak Long menghapus air mataku jika melihat banyak air mata yang keluar.(bersambung)
***
Dari kaca ICU aku melihat Indra terbaring tidak berdaya, ada beberapa selang yang terpasang di badannya. Perban di kepala dan tangannya membuat hatiku teriris pilu melihatnya. Ya Allah, jangan ambil Indra dariku, aku memohon kepadamu aku tidak tahu apa yang sekarang ada dalam pikiran dan hatiku. Yang aku tahu aku menginginkan Indra selamat.
Seseorang menghampiriku, perempuan seumuran dengan ibunya Indra,
“ Cahaya, Saya istrinya paman Indra.” Perempuan separuh baya itu memperkenalkan dirinya. Meraih tanganku dan memegangnya lembut mengajak aku duduk di kursi yang tak jauh dari ruang ICU. Setelah kami duduk, dia berkata. “
“ Mungkin ini kehendak Allah, sebenarnya saya juga akan ikut di mobil yang sama dengan Indra, paman dan Ibunya. Tapi karena saya mau mengambil cincin tunang yang tertinggal di kamar. Saya akhirnya naik mobil yang satunya lagi.
Sebelum menghembuskan napas terakhirnya Ibu Indra berpesan kepada saya jika Indra selamat beliau meminta Cahaya untuk menjaganya selama umur masih di kandung hayat. Setelah mengatakan itu, Makcik Indra hanya menepuk – nepuk tanganku seakan – akan ingin memberikan kekuatan kepadaku.
Ya Allah, terima amal ibadah Ibu dan tempat dia di tempat orang – orang yang engkau sayangi, doaku dalam hati untuk Ibunya Indra.
Pintu ruang ICU terbuka, seorang perawat keluar, sambil berkata mana ahli keluarga pasien. Makcik Indra memapahku berdiri sambil berkata
“ Kami ahli keluarga pasien sus.” Ibu pasien banyak mengeluarkan darah, darah di rumah sakit tidak cukup. Ibu boleh ke PMI untuk meminta darah yang kami perlukan untuk pasien.”
Aku langsung memaanggil adikku Azmi.
“ Azmi, tolong kakak pergi ke PMI untuk mengambil darah yang dibutuhkan Bang Indra.” Tanpa banya bertanya adikku pergi.
“ Sus, bagaimana keadaan Indra?”
“ Ibu sabar sebentar dokter lagi memberikan bantuan kepada pasien, nanti dokter yanga akan memberikan informasi kepada Ibu, permisi saya masuk ke dalam lagi.” Perawat meninggalkan aku dan Makciknya Indra. Tidak ada kepastian tentang keadaan Indra membuat lututku seperti tidak bisa menampung berat badanku, untuk Makcik Indra memegangku kalau tidak aku pasti jatuh kebawah. Dengan susah payah Makcik Indra membawaku kearah kursi yang kami duduki tadi.
“ Tunggu di sini sebentar, saya belikan air ya.” Aku melihat langkah Makcik Indra meninggalkan aku duduk dikursi setelah yakin kau tidak apa – apa.
“ Ini, minum dulu biar Cahaya tenang.” Aku mengambil air mineral yang disodorkan Makcik Indra, membuka dan meminumnya walau air yang ku minum terasa pahit di tenggorokannku.
“ Minum lagi, “ terdengar suara Makcik Indra, mungkin dia melihat aku hanya meminum sedikit air yang diberikannya.
Pintu ICU terbuka lagi, sekali ini aku melihat dokter yang keluar dari ruang ICU. Memandang kearahku, dan melangkah mendekati Aku dan Makcik.
“ Pasti keluarganya pasien. Pasien banyak kehilangan darah, kami sudah semampu mungkin memberikan bantuan. Kita lihat 24 jam kedepan, mudah – mudahan pasien melewati masa kritisnya. Ibu yang kuat ya.” Setelah mengatakan itu dokterpun berlalu dari hadapan kami.
“ Ya Allah, tolong selamatkan Indra.” Hanya itu yang terbersit di hatiku, rasanya seluruh kekuatanku hilang entah kemana. Aku terduduk lagi dikursi dengan perasaan yang tidak bisa aku gambarkan.
Jam sudah menunjukkan pukul 01 dini hari, dengan langkah tergesa – gesa aku melihat Azmi datang menghampiriku.
“ Kak, darahnya sudah Azmi kasih dengan perawat. Kakak Azmi antar pulangsetelah itu biar Azmi kerumah sakit lagi untuk menjaga Bang Indra.”
“ Tidak biar kakak di sini saja, Azmi antar Makcik ini saja.”
“ Makcik pulanglah, biar Azmi yang mengantar Makcik.” Kataku kepada Makciknya Indra. Tak ada bantaha dari Makciknya Indra, aku memandang ke arah Azmi adikku memastikan aku tidak apa – apa ICU.(brsambung)
***