Maafkan Aku Membuatmu Derita (part 9)

Cerpen, Fiksiana19 Dilihat

“ Lihat taman itu, Cahaya suka bunga? Nanti Cahaya yang akan mengurusnya.”

Sesampainya dirumah, sambil melewati taman bunga di depan rumahku. Ibu dengan bangganya memamerkan taman bunganya. Cahaya mengarahkan padangan matanya pada taman milik ibu, aku dapat melihat wajah takjub dari wajahnya. Sambil tersenyum malu mendengarkan kata – kata Ibu.

Aku membuka kunci rumah

“ Masuk Cahaya tidak perlu malu, ini juga akan menjadi rumah Cahaya nantinya.”

Cahaya melangkah dengan sedikit ragu, aku memandang wajahnya seperti memberikan kepastian bahwa rumah ini juga akan menjadi rumahnya kelak. Barulah aku melihat Cahaya melangkah masuk dengan yakin. Aku memapah Ibu langsung ke kamarnya, Cahaya berhenti di ruang tamu tetap berdiri

“ Cahaya ikut ke kamar Ibu saja.” Aku mendengar suara ibu mengajak Cahaya untuk terus masuk ke kamarnya. Tapi aku melihat Cahaya tidak bergerak dari tempatnya berdiri. Setelah aku membantu ibu duduk diranjangnya aku melangkah keluar, menuju tempat Cahaya berdiri

“ Kenapa tidak ikut kedalam?” lama aku memandang Cahaya

“ Baru pertama kali dating, masak sudah masuk ke kamar?” aku tersenyum mendengar perkataan Cahaya,

“ Trus Cahaya mau berdiri sini saja.”

“ Indra mana Cahaya?

“ Tu, Ibu memanggil lagi” kataku

“ Ayo, masuk saja tidak apa – apa.” Ajakku kepada Cahaya

Masih dengan malu dan ragu akhirnya Cahaya mau juga ku ajak ke kamar Ibu. Ibu begitu melihat Cahaya memasuki kamarnya langsung melambaikan tangannya meminta cahaya untuk duduk disampingnya. Aku pergi meninggalkan Cahaya danIbu ke dapur untuk membuatkan mereka minuman.

“ kok Indra yang membuatkan minuman?” aku mendengar suara Cahaya ketika melihat aku dating dengan mapan yang berisi air untuknya.

“ Wah, sudah tidak sabar untuk melayani Indra dan Ibu kayaknya.”

“ bukan begitu bu, kan Cahaya yang perempuan di sini, sepatutnya Cahaya yang membuatkan air untuk Ibu dan Indra.” Suara Cahaya membuat aku terkesima mendengarnya. Ya Allah secepatnya aku ingin Cahaya menjadi istriku.

“ Memang Cahaya tahu di mana dapurnya?” kataku sambil melihat ekspresi apa yang akan ditunjukkan Cahaya atas perkataanku. Cahaya tertunduk malu, aku melihat ibu meraih tangan Cahaya dan berkata

“ Kamu itu ya, jangan terus mengoda menantu Ibu. Sana beli makan siang untuk kita.”

Aku meletakkan minuman Ibu dan Cahaya di meja kecil disamping tempat tidur Ibu.

“ Iya, Indra cari makan siangnya.” Aku melihat Cahaya mau mengatakan sesuatu tapi aku potong dengan mengatakan

“ Sudah mau jam 12.15 siang, Cahaya shohat dan makan siang di sini saja. Indra tidak enak kalau mengantar Cahaya pulang dengan perut kosong. Nanti Indra yang akan di marah Ibu.” Kataku sambil memandang Ibu dan berlalu untuk membeli makan siang buat kami. Ekspresi binggung di wajah Cahaya tidak bisa menolak perkataanku, akhirnya hanya senyum yang terukir di wajahnya.(bersambung)

***

 

Tinggalkan Balasan