Cinta I’m Coming (part Akhir)

Hanan malah tertawa melihat aku kesal dengan perkataanya, aku sendiri bingung dengan hatiku kenapa aku terlalu perasa, padahal sewaktu SMA hanan selalu mengodaku.

“Nur selalu saja gemaskan.” Ucapan Hanan membuat aku malu, kenapa juga aku harus kesal batinku.

“Nur minta no handphonenya boleh?” aku sengaja mengelenggkan kepalaku untuk mengoda hanan.

“Benar tidak boleh, ya sudah kalau gitu Hanan pamit.” Setelah mengucapkan itu Hanan berdiri.

“Hanan.” Aku jadi gelagapan sendiri melihat Hanan berdiri dan ingin meninggalkan aku, suaraku terbata menyebut nama Hanan.

“Hahah, aku jadi ingat masa SMA kita dulu, Nur yang selalu tampil beda dari teman – teman cewek lainnya, dan sekarang juga beda, jadi….” Hanan tidak melanjutkan kata – katanya tapi senyum dibibirnya sungguh membuatku merasakan sesuatu dihatiku. Hanan duduk kembali, dan masih tetap memandangku membuat aku menundukkan wajahku.

“Hanan sekarang lebih jahil dibandingkan masa SMA.” Ucapku untuk mengusir rasa malu yang tiba – tiba datang.

“Tapi sukakan? Masukkan nomor Nur.” Hanan mengulurkan handphonenya kepadaku

Aku mengambil handphone yang diulurkan Hanan dan mengetik nama dan nomorku, dan menyerahkan kembali handphone Hanan kepadanya.

“Terima kasih calon istriku.” Mataku membulat sempurna mendengar perkataan Hanan dan memandangnya tidak percaya.

“Kenapa tidak suka jadi calon, kalau gitu kita nikah saja.” sekali lagi aku dibuat terkejut dengan perkataan Hanan.

“Hanan jangan keterlaluan becandanya.” Aku mencoba mengusir rasa Maluku dengan menengor hanan sambil memberikan wajah kesal yang mendalam.

“Hanan tidak bercanda.” Sekarang aku melihat wajah serius yang diperlihatkan Hanan sambil menatap mataku lekat.

Suasan kami menjadi canggung, badanku sudah panas dingin melihat keseriusan yang diperlihatkan oleh Hanan. Aku tahu betul jika Hanan sedang serius maka matanya akan menatap lekat kepada lawan bicaranya, bagaimana aku bisa lupa, Hanan pernah menyatakan isi hatinya padaku, tatapanya masih sama. Tapi waktu itu aku menolaknya, karena belum niat untuk menjalin hubungan serius hanya kuliah yang menjadi prioritasku. Dan akhirnya aku harus kehilangan Hanan, dari teman – teman aku mendapat kabar kalau Hanan melanjutkan pendidikan di Negara tetangga Malaysia.

“Nur mungkin tidak percaya, tapi Hanan masih menyimpan rasa yang sama buat Nur dan menjaganya sampai sekarang. Hanan masih memegang janji yang Nur berikan, bahwa Nur akan menjawab pertanyaan hati Hanan jika Nur sudah selesai kuliah.” Ucapan Hanan membuat hatiku tak menentu, tak aku sangka sahabat lama akan menjawab doa shalat malamku. Aku terus mengucapkan asma-Nya untuk menenangkan hatiku, Ya Allah jika ini jawabanmu, maka aku pasrah dengan jalanmu. Senyumku mengembang, hatiku berbunga, mataku berbinar tapi hanya anggukan kepala yang bisa aku berikan kepada Hanan untuk jawab semua keinginannya untuk memperistrikanku ***

 

 

Tinggalkan Balasan