Baru-baru ini, 2 buku antologi karya bersama yang saya ikuti telah sampai di tangan. Rasanya senang sekali mengawali tahun ini dengan karya nyata berupa buku. Kedua buku antologi ini dicetak bulan Januari 2021 dan lahir dari kelas menulis yang saya ikuti. Pertama bersama Komunitas Pengajar Penulis Jawa Barat (KPPJB) Regional Subang dan yang kedua hadir dibidani oleh Komunitas Literasi Subang Bihari dan Berwibawa (Lisangbihwa).
Dendang Asa Dalam Untaian Kata
Pertengahan tahun 2020, saya mengikuti kelas menulis pentigraf yang diadakan oleh KPPJB Regional Subang. Sebetulnya saya sendiri sudah tidak asing dengan pentigraf karena di awal tahun 2020 saya pun mengikuti pelatihan yang sama. Hanya saja, penyelenggaranya langsung dari pusat (KPPJB). Kala itu, hasil pelatihan mengabadikan karya peserta dalam bentuk buku berjudul Sepenggal Kisah di Ruang Cipta Pentigraf.
Di tingkat regional, setiap peserta ditargetkan mampu membuat tiga buah pentigraf. Pentigraf sendiri merupakan akronim dari cerpen tiga paragraf. Pentigraf merupakan hasil gagasan Dr. Tengsoe Tjahjono, seorang sastrawan sekaligus dosen yang tinggal di kota Malang.
Di buku ini, alhamdulillah saya bisa menyumbang tiga tulisan sebagaimana yang ditargetkan. Ketiga pentigraf tersebut adalah Desa Siluman (saya buat berdasarkan mitos Desa Siluman, Kabupaten Subang), Kecoak Sakti (full fiction), dan Sekotak Cokelat (based on true story).
Membuat pentigraf itu sebetulnya gampang-gampang susah. Berbeda dengan flash fiction (karya fiksi yang sangat singkat) yang masih bisa terdiri dari banyak paragraf, cerpen dalam pentigraf harus benar-benar hanya memuat TIGA PARAGRAF.
Bayangkan, segala unsur cerpen mulai dari alur, tokoh, latar, konflik, dll harus tetap muncul dalam pentigraf! Sederhana namun butuh pemikiran matang agar pentigraf yang dihasilkan tetap nikmat dibaca. Nah, mau mencoba membuat pentigraf?
Sumbu Saihu Lisangbihwa
Hampir bersamaan dengan buku pertama yang saya dapat, buku ini pun merupakan buah pelatihan menulis yang saya ikuti bersama komunitas Lisangbihwa di pertengahan tahun 2020. Bisa dibilang, saya nekat ikut menulis antologi ini. Hehe, kenapa? Karena buku ini adalah kumpulan puisi.
Yap! Dalam pelatihan ini, saya harus mampu membuat puisi! Salah satu jenis karya sastra yang (bagi saya) termasuk kategori “paling sulit”. Namun, sulit bukan berarti tidak bisa kan? Oleh karena itu saya mau belajar. Toh, puisi yang dibuat pun masih mendapat masukan dari mentor sehingga hasilnya bisa lebih baik.
Bukan puisi sembarang yang harus kami buat. Lisangbihwa mengusung tema Puisi Saihu, Saihula dan Saihudan yang diperkenalkan oleh Dadan Andana, M.Pd.. Sebagaimana disampaikan oleh Ketua Lisangbihwa, Ibu Arum Handayani, M.Pd. dalam sambutannya, puisi saihu ini sarat pesan penghambatan manusia kepada Tuhan. Terfokus pada asal usul manusia dan mau kemana manusia pada akhirnya.
Puisi saihu sangat unik, indah, religius dan visioner karena fleksibel (dapat dikolaborasikan dengan puisi apa pun) dengan tidak melupakan kaidah aturan saihu. Menurut founder-nya, puisi saihu terdiri dari saihu murni (Saihu), Saihula (saihu plus gambar/latar), serta Saihudan (saihu yang dipadukan dengan puisi lain atau prosa).
Dalam pelatihan yang telah diikuti, ada 10 tema puisi saihu yang harus kami buat. Wohooo …. Di setiap tema, peserta tidak dibatasi dalam berkarya (boleh membuat lebih dari 1 puisi saihu untuk setiap tema).
Aturan dalam menulis saihu antara lain, di larik pertama harus mengenalkan benda, sosok, warna dan atau bunyi. Kemudian polanya adalah 2556 atau 3456. Misal, jika kita memilih pola 2556, maka dalam puisi saihu yang kita buat, di bait pertama, baris pertama harus terdiri dari 2 suku kata, baris kedua 5 suku kata, baris ketiga 5 suku kata dan baris keempat 6 suku kata.
Contoh :
AL-MUSHAWWIR
Ditta Widya Utami
Rupa
Lengkap sempurna
Manis rupawan
Milik Sang Pencipta
Subang, 3 Mei 2020
Saihu_2556sk
Nah, jika ingin membuat Saihudan (saihu yang ditambah puisi/prosa lain), maka baiknya puisi/prosa yang ditambahkan pun mengikuti pola saihu di bait pertama. Hanya saja batasannya menjadi kata, bukan suku kata.
Contoh :
KAMU
Ditta Widya Utami
Henti
Tiada degup
Melambat waktu
Kala jumpa kamu
Bilakah tertakdir
Senyummu merekah hangatkan bumi sepi
Tawamu tuangkan hati nan kelam
Tuhan izinkan waktu berhenti kali ini
Subang, 15 Mei 2020
Saihu_Saihudan 2556sk_2556k
Puisi berjudul Kamu ini saya tulis untuk anak saya, Muhammad Fatih Musyfiq. Bagaimana … tertarik membuat puisi saihu?
Semoga bermanfaat,
Salam literasi!
(Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog PGRI bulan Februari 2021)
Ditta Widya Utami, S.Pd.
NPA. 10162000676