Cinta Tanpa Syarat (part akhir)

Cerpen, Fiksiana99 Dilihat

Sepertinya semua sudah menjadi ketentuanya tidak ada umatnya yang diuji diluar batas kemampuan dan kekuatannya. Aku mengucapkan syukur berkali – kali, 2 hari yang lalu ada satu klien tanaman hidroponik Bang Ijal yang menginginkan Bang Ijal mengelola perkebunan hidroponik yang jumlah hampir 5 hektar dengan gaji yang menurut Bang Ijal sangant fantastic tak ada yang menyangkanya itulah ketentuan darinya. Hasil tidak pernah mengikari Usaha yang selama ini Bang Ijal lakukan, hidup yang menurut orang luar serba kekurangan tapi aku merasa tidak pernah kekurangan, sekarang aku harus tersenyum bahagia dengan usaha Bang Ijal.

“Alhamdulillah, semoga kita masih diberikan rezeki yang lain.” Kataku malam ini sambil menatap penuh arti kepada Bang Ijal

“Rezeki mana lagi yang kau ingkari.” Bang ijal sengaja mengusikku dengan mengeluarkan dalil Al-quran sambil memandangku dengan pandangan mesra

“Pokoknya rezeki.” Ucapku malu

“Ayo mau reseki apalagi, rumah besar atau mobil.” Canda Bang Ijal

“Liza mau seperti ini saja, lebih nikmat rasanya.” Aku berdiplomatis, Aku melihat kerut di kening Bang Ijal.

“Sabar jalan terbaik.” Kata Bang Ijal sambil mengecup lembut keningku.

“Liza akan bersabar jika Abang selalu bersama Liza.” Ucapku lembut sambil memeluk Bang Ijal.

“Baru 5 tahun, Siti Hajar lebih lama menunggunya.” Seperti tahu isi hatiku Bang Ijal berkata

“ Tapi Liza bukan Siti Hajar Bang.” Aku berusaha membela diri

“Abang saja sabar menunggu, kenapa Liza tidak?” Jawaban yang sebenarnya membuatku bersyukur dalam hati

“Takut Abang mau minta dari wanita lain.” Aku mengoda suamiku

“Satu saja sudah repot, mau dua. Sepertinya tidak dech.” Kata – katanya membuatku tambah ingin mengodanya

“Berarti Liza merepotkan abang selama Ini.” Aku pura – pura merajuk

“Ha ha haaaaa, Iya Liza seperti anak kecil yang selalu minta dimanjakan.” Bang Ijal tahu aku mengodanya

“Tidak ada syarat untuk cinta Abang, jadi biarkan kita sama – sama berjuang untuk kebahagian rumah tangga kita. Biarkan semua berjalan dengan takdir indah dari – Nya,” sambil berkata itu Bang Ijal mengelus dan mengecup lembut bibirku.***

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan