Awal Deritaku (part 19)

Cerpen, Fiksiana24 Dilihat

Hari yang di janjikan Indra untuk datang bersama ibu dan pamannya melamarku hanya tinggal hitungan jam saja. pukul 19.30 setelah isya katanya akan datang. Dari siang ibu sudah sibuk mempersiapkan juadah ala kadar katanya. Tapi aku tidak melihatnya seperti ala kadarnya. Mak long dan Mak sudah dari kemaren menginap dirumah, beberapa orang yang dituakan sudah ibu undang untuk menjadi tuan rumah menyambut kedatangan dari pihak calon besan konon kata ibuku.

Baju kurung Melayu warna putih gading dengan bisban berwarna kuning emas aku cocokkan dengan jilbab berwarna emas, semua pilihan ibu yang katanya menambah aura cantik pada diriku. Sudah dandan tapi tidak boleh keluar kamar, aku jadi berfikir buat apa baju cantik serta berdandan jika tidak boleh keluar kamar. Sudah dari pagi aku hanya duduk terkurung di dalam kamar, sungguh membosankan. Rasanya seperti ingin keluar berjalan – jalan keliling membuang rasa bosan ini, sudah dua hari persiapan malam merisik kata Ibu, yang aku dengar adalah kata olok – olokan yang dikeluarkan oleh kerabat ibu. Ada – ada saja yang menjadi bahan olok – olokan oleh mak long dan mak ngahku. Karena itu aku lebih suka berdiam diri di dalam kamar daripada jadi bahan olok – olokkan makcik – makciku.

Sungguh lambat jam berjalan, dari tadi baru pukul 18. 30 masih ada satu jam lagi rombongan Indra akan datang. Sambil membuka – buka gawai ditanganku membuka FB dan Wa. Tidak ada yang menarik, aku membuka aplikasi IG dari satu info ke info lainya.

Mataku tertuju pada satu berita yang sungguh membuatku tak bisa berkata – kata hanya air mata yang tidak dapatku bendung. Gambar kecelakaan yang di posting seseorang dengan kalimat, “ Kasihan sekali, kecelakan jalan raya yang menewaskan keluarga pihak laki – laki yang akan pergi meminang. Semoga pihak perempuan baik – baik saja dan tabah menerima musibah ini.”

Aku terus menatap BM mobil yang jelas terlihat oleh kamera yang merekammnya, aku tidak salah itu BM mobil Indra. Bagian depannya sampai hancur karena mobil bertabrakan dengan mobil truk gandeng sehingga depan mobil masuk kebawah trak gandeng.

Ketukan dan panggilan namaku di depan kamar tidak aku dengar, tiba – tiba mak long memeluk tubuhku sambil berkata

“ Sabar ye Sayang, semua sudah ketentuan Allah, kita tak bisa menghalanginya.” Aku masih memegang handphoneku dan menatap IG yang jelas memperlihatkan gambar mobil di bawah truk gandeng, tapi di mana Indra?

“ Tidaaaak, “

“ Sabar Cahaya, sabar jangan seperti ini?”

“Kak, ibu pingsan” kata – kata itu yang aku dengar semua semuanya menjadi gelap dan hitam.

***

 

Samar – samar aku mendengar suara yang memanggil namaku sambil memanggil namaku silih berganti dengan menyebutkan asma Allah ditelingaku. Perlahan aku membuka mataku, memandang wajah yang ku kenal.

“ Mak Long, Ibu dimana?”

Aku berusaha bangun dari baringku, tapi ditahan oleh Mak Long.

“ Jangan bangun dulu, syukurlah Cahaya sudah sadar.”

” Ngah, ambilkan air minum untuk Cahaya.” Suara Mak Long menyuruh Mak Ngah mengambil air. Mak Long mengusap kepalaku sambil menyebut Asma Allah dan sekali – sekali berkata kepadaku “ sabar ya sayang.” Mak Ngah menyodorkan air putih kepada Mak Long yang langsung di sodorkan kepadaku,

“ Bisa bangun sendiri?” walaupun Mak Long mengatakan itu, tetap saja Mak Long membantu aku untuk duduk supaya bisa minum air yang disodorkan kepadaku.

Setelah meminum air yang disodorkan Mak Long, aku menanyakan keadaan Ibu.
“ Mak Cahaya sudah sadar, sekarang ada di kamarnya.” Mak Long memandangku meyakinkan diriku melalui tatapan bahwa Ibu tidak apa – apa.

“  Cahaya yang sabar ya, semua sudah menjadi ketentuan Allah. Barusan Mak Long menerima telepon dari pihak Laki – laki mengatakan rombongan yang akan masuk meminang mengalami kecelakan sewaktu menuju rumah pihak perempuan.” Alhamdulillah Indra masih hidup tapi masih diruang ICU, ibu dan pamannya meninggal di tempat. Jika memungkinkan mereka meminta Cahaya kerumah sakit. “ aku mendengarkan semua perkataan Mak Long dengan hati yang bercampur aduk, antara senang dan sedih sekaligus. (bersambung)

Tinggalkan Balasan