Cerpen ini merupakan lanjutan dari cerpen Awal Deritaku, semoga pembaca terhibur membacanya.
Aku, Indra lajang umur baru masuk 30 tahun tapi ibu sudah sangat ribut memintaku untuk segera menikah, alasan klise karena aku anak satu – satunya yang dimiliki Ibu setelah ayah wafat 3 tahun yang lalu. Mana mungkin juga aku punya adik jika ayah 3 tahun yang lalu wafat umurku sudah 27 tahun, baru masalah aku anak semata wayang timbul dipermukaan.
Dari awal tahun aku sudah di rengek ibu untuk cepat menikah, alasannya ibu tidak tahu umurnya akan sampai kapan, jangan – jangan ibu tidak bisa melihat anak – anakku.
“ Ibu fikir menikah itu gampang, pergi ke pasar bisa di beli. “ kataku suatu hari kepada Ibu, karena ibu selalu mendesak aku untuk cepat – cepat menikah.
Aku memainka jemariku pada tuts handphone tidak tahu apa yang harus aku lakukan atas permintaan ibu untuk cepat – cepat menikah.
“ Dra, ikut biro jodoh saja. mana tahu jodohmu memang disana.” Usul temanku Andi kami sedari dulu sejak zaman SMP sudah bersama – sama. Aku dan Andi satu sekolah walaupun rumah kami terbilang jauh.
“ Kamu itu kalau ngomong jangan ngawur, memang aku sudah tidak laku sampai ikut – ikut biro jodoh.” Kataku kala itu.
Akhirnya aku membuka juga situs yang dikatakan oleh Andi, entah iseng atau tidak yang pasti aku memasukkan biodataku kesana dan mengirimnya. Sudah 1 minggu belum ada balasan mungki jodohku tidak disana seperti kata Andi, hari ini aku sendirian lagi makan siang setelah berjumpa klien di restoran ini.
Dari kejauhan aku melihat sosok wanita yang sangat menarik perhatianku, dari gayanya pasti dia juga baru berjumpa seseorang di restoran ini. Aku tidak jadi meninggal restoran walaupun aku sudh selesai makan dari tadi. Aku memanggil pelayan dan minta jus buah naga, aku sangat tertarik dengan penampilanya yang elegan. Jilban indah dipadankan dengan baju jas yang tidak menampakkan lekukan badan, matanya ya matanya berwarna coklat seperti bukan orang asli Indonesia dengan senyum termanis yang pernah aku lihat. gerak – geriknya sangat membuatku terpesona.
Tak lama aku melihat dia berjalan melewati meja tempat dudukku.
“ Terima kasih, semoga usaha kita berjalan lancar bu Cahaya.” Aku mendengar laki – kali yang berjalan beriringan bersamannya, memanggilnya Cahaya.
Kalau di lihat dari gerak – geriknya wanita yang bernama Cahaya ini sudah sering makan di sini, semua karyawan tersenyum ketika berpas – pasan dengannya.
Setelah aku tidak lagi melihatnya di depan restoran, baru aku berdiri menuju kasir. Niatku untuk bertanyakan dengan wanita yang membuat aku terpesona.
“ Maaf, boleh saya tahu siapa wanita yang baru saja keluar dari restoran ini?” tanyanyaku kepada kasir restoran ini.
“ Ibu Cahaya pak, beliau dari perusahaan AZ yang selalu menjamu klien perusahaannya untuk makan siang di sini. Orangnya cantiknya ya. “ aku mendengar penjelasan kasir itu dengan senyum tersungging ketika ia mengatakan wanita itu cantik/
“ Sudah berkeluarga? Tanyaku lagi
“ Bapak naksir ya, kalau saya tidak salah belum pak. Sayang ya pak , cantik – cantik belum berpunya.” Katanya lagi. Sambil berlalu aku mengucapkan terima kasih dan berkata
“ itu Calon Istri saya.” Tukang kasir memandangku dengan senyum dan mengucapkan “Amin”.(bersambung)
***