Pesta telah berakhir, aku meminta izin kepada Ibu Cahaya untuk membawa Cahaya pulang kerumahku.
“ Bu malam ini, izinkan Indra membawa pulang Cahaya kerumah.” Sebelum kami pamit kepada Andi dan keluarganya.
“ Cie cie yang mau berduannya saja” goda Andi kepadaku
Aku memandang Andi dengan membesarkan mataku,
“ Maaf Cuma bercanda”
“ Kamu itu tidak tahu orang lagi serius” sekali lagi aku memandang Andi dengan pandangan mengancam.
“ Banyak yang mesti kami bicarakan, Indra berjanji hari ketiga kami akan datang kerumah ibu” aku menunggu jawaban Ibu
“ Bagaimana Cahaya?” Ibu meminta pendapat Cahaya
“ Pasti jawaban kakak , terserah bang Indra” kali ini Azhar yang angkat bicara gantian Cahaya yang membesarkan matanya ke arah Azhar.
“ Memang sehati, mereka berdua ini bu, suka membesarkan mata jika lagi jengkel.” Suara Andi memecahkan suasana.
“ Ya sudah, ibu izinkan. Tapi jangan terlalu lama kamu mengurung anak ibu di kamarmu Indra.” Sambil tersenyum mengoda ibu mengatakannya.
Semuanya tertawa bahagia, satu persatu kami meninggalkan rumah Andi.
“ Selamat malam pertama sobat” Andi melepaskan pelukan kami
“ ucapan yang sama buatmu juga, terima kasih untuk semunya”
Ibu, Azmi, Azhar pulang dengan mengendarai mobil cahaya, aku menstater mobil cahaya duduk di sebelahku.
“ Maaf, Indra tidak memberikan pernikahan yang di mimpikan semua wanita. Indra hanya tidak mau menunda menikahi Cahaya lagi.” Cahaya hanya tersenyum mendengar perkataanku
“ Tidak apa – apa yang penting sekarang kita sudah sah itu yang Cahaya harapkan.” Mendengar perkataan Cahaya membuatku lega.
***
“Selamat datang ke rumahmu istriku” aku membukakan pintu rumah untuk Cahaya. Cahaya tersenyum malu mendengar perkataanku, aku meraih tangan Cahaya mengenggamnya melangkah menuju kamar ibu. Membuka pintunya, kami masuk kedalam aku mengajak Cahaya duduk di tempat tidur Ibu. Meraih foto ibu
“ Bu, hari ini Cahaya sudah menjadi menantu ibu. Doakan kami selalu bahagia dan bersama sampai ke janah.” Cahaya mengaminkan perkataanku.
Aku memandang pengantinku
“ boleh abang minta sesuatu kepada Cahaya?” aku melihat cahaya tersipu malu
“ Apa?” jawabnya tidak berani menatapku, aku melihat cahaya memainkan ujung kain bajunya.
“ Biarkan abang melihat wajah Cahaya tanpa jilbab.” Aku meraih jilbab Cahaya membuka perlahan. Dengan mengucapk basmallah aku melihat Cahaya pertama kali tanpa mengenakan jilbab, allahuakbar begitu Indahnya cipta- Nya tak lepas mataku memandangnya. Aku mengangkat dagu Cahaya supaya aku bisa memandang dengan leluasa wajah istriku, yang selama ini tertutup jilbab sehingga tidak ada mata yang mau mengodanya karena di jaganya.
“ Jangan tundukkan kepalanya, biarkan abang memandang wajah Cahaya.” Kataku ketika aku melihat Cahaya menundukkan kepalanya setelah aku melepas peganganku pada dagunya.
“ Sampai kapan abang akan memandangku.”
“ Sampai abang puas” kataku (bersambung)
***