Ternyata Sudah Tua.(part akhir)

Cerpen, Fiksiana57 Dilihat

Sudah hampir sepurnama Bang Iwan tidak pulang, sort masangge servis terakhir yang aku terima 2 minggu yang lalu.

“Abang tugas luar kota selama 1 bulan.” Hanya itu membuat hatiku terus terasa sakit dan berdarah.

Sudah sepurnama hari ini, aku sudah berdandan secantik mungkin tapi aku takut menatap lama bayanganku seperti yang sudah aku lakukan, aku tidak lagi melengak – lengok di depan cermin besar di kamarku. Tapi aku tahu aku sudah dandan secantik mungkin untuk Bang Iwan.

Satu jam dua jam aku menunggu kepulangan Bang Iwan dari luar kotanya. Sampai azan magrib berkumandang aku belum melihat batang hidung suamiku, pasti hari ini Bang Iwan tidak akan pulang, batinku sendu.

Aku melangkah meninggalkan ruang tamu menuju kamarku, belum juga panel pintu kamar sempurna aku tekan aku mendengar mobil Bang Iwan dari arah depan rumahku.

Tak seperti biasanya, rasa hati ini hampa tidak ada rasa gembira yang tadi aku rasakan sewaktu berdandan cantik di kamar.

Bukanya melepas panel pintu kamarku untuk menjemput kedatangan Bang Iwan, aku malah masuk kedalam kamar dan mengunci pintu kamar dari dalam.

Langkah mendekati kamar semakin lama semakin jelas, tak lama aku melihat panel pintu kamarku bergerak, pasti Bang Kamal batinku.

Bukannya memanggil namaku karena kamar di kunci, malah langkah kaki menjauh dari kamar terdengar oleh pendengaranku. Airmataku tanpa permisi menetes satu persatu dengan tidak tahu malu, aku merutuki diriku yang bodoh selama ini. Tak ada kecantikan yang bertahan lama, selama tua tetap tua walaupun di tutup dempul beribu ton, barang baru yang tidak didempullah yang diincar lelaku, apalagi sekarang duitnya bisa membeli dunia. Termasuk membeli duniaku dengan mengatakan aku cantik tapi diluar sana dia masih mencari yang lebih cantik dari diriku.

Lelahku membuat aku tertidur dengan airmata yang mengering, sewaktu terjaga aku sekilas melihat ke cermin betapa jeleknya mukaku dengan dempul yang berantakan karena kena airmata serta mata sembab yang menambah rusak penampilanku sehingga jauh dari kata cantik.

Jam dinding menunjukan pukul 2 dini hari, aku berjalan menuju panel pintu kamarku. Membuka kuncinya, menekan panelnya. Pintu terbuka, aku mencari keberadaan suamiku di kamar kerjanya. Kamar kerja suamiku sudah aku buka tapi lampunya mati berarti suamiku tidak mungkin ada di sana. Tidak ada tempat lain selain kamar kerjanya yang menjadi tujuan aku mencarinya, akhirnya aku mencari gawaiku dan mencari telepon atau chat dari suamiku.

“Aku pulang, tapi kamu tidur. Aku dapat telepon dari kantor. Ada masalah jadi aku ke kantor lagi.” aku memperhatikan jam yang tertera di Chat. Pukul 6.25 malam, berarti baru 10 menit suamiku pulang tadi malam sudah pergi lagi. Dan sekarang sudah pukul 2 dini hari belum pulang. Sekali lagi airmata sialan ini menetes tanpa aku perintahkan.

***

Aku sudah siap dengan kopor di tangan, pukul baru menunjukkan angka 7 pagi. aku mengeret koporku menuju keluar kamar. Ketika pintu kamar terbuka aku melihat Bang Iwan berdiri didepannya.

“Mau pergi? Bagus, Abang juga harus keluar kota lagi, ada masalah di kantor cabang.” Ucapan tidak berperasaan dilontarkan Bang Iwan sambil terus masuk ke kamar kami, tanpa memberikan aku kecupan seperti biasanya.

“Aku pulang kerumah Ayah, surat dari KUA akan menyusul untuk Abang tanda tangani.” Ucapku sambil berlalu keluar kamar kami.

Aku terus melangkah walaupun aku mendengarkan suara Bang Iwan memanggilku dan mengamuk mendengar ucapanku, bukan aku berhenti malah aku mempercepat langkahku.

Terasa sakit di tanganku, ketika dengan kasar Bang Iwan menarik tanganku dengan paksa

“Apa – apaan kau Ais? bukanya senang suami cari duit, malah minta cerai sejak kapan kau belajar tidak hormat kepada suami.” Bentakan yang tidak pernah sekalipun selama 25 tahun kami menikah keluar dari mulut Bang Iwan.

“Sejak ada wanita lain yang menganggakat gawai abang sebulan yang lalu, aku tidak perlu hormat kepada Abang.” Suaraku lebih keras dan tinggi dari suara Bang Iwan.

“Suara wanita?” ada keterkejutan di wajah Bang Iwan tak lama aku melihat raut wajah yang marah menjadi lembut dan menarik tanganku merengkuhku dalam peluknya.

“Itu perawat yang merawatku, Abang sempat masuk rumah sakit disana karena terlalu lelah. Ada masalah di kantor cabang, dan juga karena sakit abang tidak sempat menelepon Ais, sewaktu pulang kerumah tadi malam Ais sudah tidur dengan kamar terkunci sewaktu Abang mau mengambil kunci serap yang tertinggal di mobil abang mendapat telepon untuk secepatnya ke kantor lagi. dan sekarang abang harus keluar kota lagi.

“Begini saja, kebetulan Ais sudah siap dengan koper Ais ikut abang saja. setelah masalah kantor selesai kita akan langsung berbulan madu kedua. Selamat Ulang tahun perkahwinan ke 25.” Sambil mengecup dahiku, Bang Iwan mengeluarkan sesuatu dari balik jasnya dan menyelipkannya dijari manisku.

Cincin berlian itu sekarang bertenger dengan cantik di jari manisku.

“Maafkan Ais Bang.” Tangisku menyesal karena sudah berfikir yang tidak – tidak terhadap suamiku.

“Sudah jangan menangis lagi, tidak ada rumah tangga yang tidak dilanda masalah. Abang yang salah terlalu memfokuskan kerja sehingga lupa ada istri yang cantik dan perajuk di rumah.” Ucapan lembutnya di teligaku membuat aku malu dan terharu ternyata aku belum tua dimatanya***.

 

Tinggalkan Balasan