Dedaun hijau akan hilang warnanya menjadi kuning kering, kelopak bunga mulai berguguran tanda bunga dah mulai lagi. Uban mulai bermunculan, bila tersenyum sudah Nampak kerut dipinggir bibir walaupun masih terpancar kecantikan tapi usia tak bisa ditipu, sekarang aku sudah tua.
Aku memandang cermin di dalam kamarku, perlahan tapi pasti aku mendekat seakan aku melihat seseorang yang beda di depan cermin ini. Dulu aku sangat betah untuk berlama – lama di depan cermin ini, ada saya fose yang ku peragakan apalagi jika ada baju baru dengan model kekinian tanpa malu aku berlengak lengok bak pragawati.
Pandangan mengagumi dari lelaki yang bergelar suamiku apalagi sampai terucap dari mulutnya.
“Cantik, sangat cantik Istriku.” Ucapnya penuh kekaguman membuat pipiku langsung merona karenanya.
Aku memandang sekilitas wajah ini di cermin, aku seakan takut untuk melihat bayangannya sekalipun.
Flasback
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 21, tak terasa sudah dua jam aku menunggu suamiku datang. Gaun yang baru saja aku ambil dari boutik langgananku sudah rapid an pas dibadanku, walaupun umurku sudah di atas kepala 40-an tapi penampilanku tidak kalah dengan gadis berumur 25. Tidak ada lemak baik di perut, pinggang maupun legan tanganku.
Bang Iwan selalu memujiku karena hal itu, semua perawatan san gim yang aku lakukan tidak sia – sia yang penting suamiku harus sayang hanya kepada diriku seorang saja, jangan sampai ada wanita lain di sampingnya walaupun hanya untuk sebentar saja.
Sekali lagi melirik jam dipergelangan tanganku, sudah berjalan waktu tapi batang hidung suamiku belum nampak juga. tidak mungkin Suamiku lupa dengan hari perkahwinan kami, setelah suamiku pergi tadi pagi aku membereskan kamar tidur kami, aku menemukan struk pembelian cincin berlian yang sudah lama aku idamkan dan suamiku tahu aku menginginkannya. Aku tersenyum haru, tak terasa setetes airmata jatuh dari mataku, ya airmata bahagia.
Terlalu lama aku menunggu dengan semua makanan yang khususku masak untuk suamiku.
Suara azan subuh berkumandang, aku terbangun bukan karena mendengar suaranya tapi gelas yang pecah karena tanpa sengaja aku menyengolnya. Ku usap mataku, bukan hanya mata yang perih tapi semua badanku terasa sakit karena aku tertidur dimeja makan sambil duduk.
Cepat ku alihkan pandanganku ke jam dinding, sudah pukul lima pagi tapi suamiku belum kembali, akhirnya aku mencapai gawai dan menekan tombol memanggil. Sekali dua kali sampai nada masuk mau berakhir aku mendengar ada suara seseorang dari seberang gawai suamiku.
“Halo, mencari Mas Iwan ya? Mas Iwan ya masih tidur.” Tanpa menunggu jawabanku gawai milik suamiku sudah terputus sambungannya.
Perih ada yang sakit di ujung hatiku, Mas sejak kapan ada yang memanggil Bang Iwan dengan Mas. Mas… Bang Iwan bukan orang jawa kenapa di panggil Mas. Ada seribu pertanyaan dikepalaku sekarang ini. Suara yang ku dengar tadi terdengar sangat muda, sekali lagi ujung hatiku teras perih dan sakit.
Aku berjalan menuju kamar mandi, setelah masuk aku melihat bayanganku, cantik tapi sudah tidak muda lagi. aku menangis.
***