“Ini malam minggu, malam keluarga tapi sudah tiga kali Papa tidak ada dirumah dengan alasan ada kerjaan.” Kesal anakku menjadi – jadi.
“Syah.” Belum juga selesai ucapanku
“Assalamualaikum semua kesayangan Atok.” Ucapan salam dari suamiku membuat aku dan anakku menjadi terdiam dan netra kami langsung melihat kearah datang suara.
“Atok jam segini sudah pulang, tidak seperti biasanya.” Ucapan anakku mendapat pelototan mata besar dari suamiku.
“Mulut kamu ya Sya makin kurang ajar saja sama orang tua.” Sambil mengatakan itu netra suamiku memandangku tajam.
“Ajar sana anakmu, bukannya menjawab salam tapi malah mengatai orangtua.” Tinggi suara suamiku, terus berjalan melewati aku dan anakku menuju cucu kami lagi bermain di ruang tengah.
“Cewek kemarin yang di Mall siapa Pa.” sungguh aku tidak menyangka anakku Syahnaz akan langsung bertanya kepada Papanya
“Syah apa yang kamu lakukan.” Ucapku sambil memegang legan anakku yang terlihat marah kepada Ayahnya.
“Kamu itu jangan fitnah Papa, urus saja suamimu.” Bukannya menjawab pertanyaan anakku, suamiku berjalan menuju arah kamar kami.
“Apa maksud Papa.” Anakku berlari mendekati suamiku, tapi hanya bantingan pintu kamar kami yang diterima anakku.
“Pa pa pa buka pintunya.” Suara teriakan anakku mengema
“Sudah Syah, malu dengan anakmu. Lihat mereka melihatnya.” Lembut aku membujuk anakku untuk tidak memperkeruh suasana yang seharusnya menjadi malam keluarga.
“Ma, Sya pulang sana saja.” Ucap anakku tidak nyaman berada di rumah kami.
Aku hanya bisa menganggukkan kepala dan mengantar anakku sampai ke pintu depan, setelah mereka berlalu aku bergegas menuju kamar.
***
Suami sudah tidur dengan membelakangiku, aku menatap punggung yang tidak pernah memunggungiku selama tiga puluh lima tahun ini.
“Dosa kalau memunggungi suami.” Aku tersenyum miris menginggat kata – kata suamiku dulu tapi sekarang lihatlah dia memunggungiku sekarang.
Dengkuran halus terdengar dari mulut tuanya, tapi apakah suamiku sadar dengan umur sehingga dia sekarang berkelakuan aneh akhir – akhir ini.
Ucapan anakku bermain – main dipikiranku, benarkan apa yang diucapkan anakku. Benarkan suamiku sudah tidak setia, mana janji setianya untuk tetap menyayangi dan mencintaiku sampai ajal menjemput kami, setetes air mata turun dan diikuti oleh tetes yang lainnya sekarang pipiku banjir air mata, aku menangis dalam diam dan sangat menyesakkan dadaku.
***
Azan subuh belum terdengar, tapi tidurku yang tidak nyenyak memaksaku untuk bangun, sasaranku adalah kamar mandi, lebih baik aku mengadukan semua kepada-Nya. Isakku tak tertahan aku menangis dalam doa menjelang subuh.
“Menganggu orang tidur saja.” suara serak suamiku terdengar dikhusukkan doaku, mulutku mengangga tidak percaya dengan ucapannya. Tidak seperti biasanya, menjelang subuh biasanya suamiku yang lebih dulu bangun dan sholat fajar tapi sekarang sudah tidak lagi. Isakku semakin dalam dengan suara yang terpaksa aku redam, suara azan subuh terdengar aku menyegerakan sholat subuh. Suamiku masih bermain dengan mimpinya, tidak sedikitpun dia terusik dengan azan subuh yang selalunya menjadi alarm untuknya bangun.
Selesai sholat aku meletakkan semua perlengkapan sholat pada tempatnya, berjalan umenuju meja, mengambil secarik kertas dan pena.
“Kepada yang terhormat suamiku. Mungkin kita butuh waktu untuk menyendiri, terlalu lama kita bersama sehingga kita melupakan rasa rindu karena terlalu sering berjumpa. Tidak ada lagi kata yang membuat kita saling menyapa dengan mesra, karena semua kata sudah terucapkan semua. Buat saat ini sepertinya kita butuh ruang dan jarak untuk menciptakan lagi rasa cinta dan sayang diantara kita, libur semester baru di mulai biarkan istrimu yang tidak patuh ini membawa diri dan menyendiri. Jika ada rasa rindu kepadaku datanglah mencari istrimu jika tidak maka kita masih butuh waktu untuk masing – masing. Salam hormat dari istrimu.”
Ku lipat dua surat yang ku tulis, ku letakkan di bawah wadah kopi, aku pastikan suamiku akan lihat surat ini. Langkah mantap menuju pintu depan, aku tidak menoleh lagi. Merpati tua tidak berpasangan, aku tidak mau ada duka karena aku sudah terluka. Aku hanya mau hidup bahagia di usia tuaku.***