Bukan Penulis (Part 5)

Cerpen, Fiksiana43 Dilihat

Tertatih berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu, sholat semoga doaku di ijabah Allah, Aku hanya mau Ayah sedikit menyayangiku saja, amin.

“Ila.” Suara ketukan dan panggilan Ibu di pintu kamarku membuatku sadar bahwa sudah terlalu lama aku mengadu kepada Nya. Menjadi kebiasaan kami selepas sholat magrib makan malam bersama.

“Iya bu.” aku menjawab panggilan ibu dan berdiri dengan berpapah pada dinding untuk membuka pintu kamarku.

“Ayo kita makan.” Ajakkan Ibu untuk makan baru akan ku jawab tapi terhenti ketika aku mendengar perkataan Ayah.

“Kita makan malamnya menunggu Lia pulang dulu.”

“Lia belum pulang Bu?” tanyaku

“Biar Ila makan dulu Yah, Ilakan harus makan obat.” Ibu meminta izin kepada Ayah untukku

“Tidak akan mati si Ila jika makan obatnya terlambat.” Suara Ayah begitu mengiris hatiku

“Ayah, mengapa berkata begitu?”  Aku  mendengar suara Ibu kesal kepada Ayah.

“ Berkata apa?” Aku melihat pandangan mata Ayah tidak suka kepadaku

“Kamu sudah lapar?” Mata Ayah tertuju kepadaku ketika bertanya

“Belum Yah.”

“Tu si Ila nya saja belum lapar.” Kata Ayah kepada Ibu

“Ila masuk dulu.” Aku masuk kedalam kamarku, walaupun dari tadi aku hanya berdiri dipintu kamarku saja. Setelah pintuku tutup, aku hanya bisa menyusut tepi mataku yang mulai berair.

Sampai azan isya’ belum ada tanda – tanda Lia akan pulang. Tapi aku tidak mendengar pertanyaan – pertanyaan Ayah akan beradaan Lia,coba saja jika aku pasti Ibu sudah habis – habisan di marah Ayah.

Setengah jam sudah berlalu dari sholat Isya’ akhirnya aku mengambil roti kering yang sering menjadi makanan penyelamat jika aku lapar. Untung saja teh yang di dalam termos yang disediakan Ibu masih ada, aku menuangkannya kedalam gelas lumayan teman makan roti pikirku.

Setelah selesai mengisi perutku dengan roti dan teh, aku mengambil obatku dan memakannya. Setelah itu aku merebahkan badanku di tempat tidur dan mengambil novel yang tadi belum selesaiku baca.

***

Seperti ada yang mengejutkanku aku terbangun dari tidurku, mungkin karena terlalu capek aku tertidur sambil memegang novel yang ku baca. Aku melihat jam dinding dikamarku, pukul 3 subuh, aku mendengar suara isak tangis Ibu. Apakah pendengaranku tidak salah, mengapa Ibu menangis. Aku membangunkan badanku dari tempat tidur, berusaha melangkah keluar kamar dengan perpapah pada tempat yang bisa aku jadikan pegangan. Sesampainya di pintu kamar aku membukannya, ruang tengah aku melihat Ayah dan Ibu duduk dikursi ruang tengah dengan posisi Ayah memeluk Ibu yang sedang menangis.

“Ibu, ada apa?” suaraku membuat Ayah dan Ibu memandang ke arah pintu kamarku.

“Kamu itu ya enak – enakkan tidur, Lia belum pulang. Tahu kamu?” Suara sepertinya menyalahkanku

“Maaf Yah, habis makan obat Ila langsung tertidur.” Aku berusaha meminta maaf walaupun aku tahu aku tidak bersalah.

Akhirnya aku hanya bersandar pada pintu kamarku, aku tidak tahu harus bagaimana. Ingin mendekati Ayah dan Ibu aku takut Ayah akan marah lagi. Aku melihat Ayah sibuk menelepon tapi Aku tidak tahu siapa yang Ayah telepon.(bersambung)

Tinggalkan Balasan