Jalan Cintaku (2)

Tak ada kata – kata yang keluar dari mulut bang dahlan, hanya menyimak suara yang keluar dari mulut mak long dan si dani kecil yang sedang suka – sukanya berbicara.

“Mama turun.” Aku tersenyum dan menurunkan dani, kebetulan aku juga sudah selesai makan.

“Mak, kenapa dani memanggil Mama kepada Hana.” Suara bak dani membuatku langsung memandang bang dahlan, ekspresi tidak sukanya jelas terlihat.

“Budak – budak dahlan biarkan saja.” ucap Mak Long

“Tapi Mak.”

Belum selesai ucapan bang dahlan mak long bersuara

“Sudahlah dahlan, kalau dahlan tak suka dani memanggil hana mama. Carikan dani mama baru secepatnya.”

Muka bang dahlan memerah bagaikan udang yang direbus, mendengar mak long berucap.

“Mak belum juga kering kubur Lia.” Suara yang mengadung emosi, bang dahlan meninggal makannya yang belum selesai.

Entah alam berpihak kepadaku atau apa yang pasti hujan sudah reda, dengan perasaan yang tidak enak aku minta diri dengan mak long.

“Mak Long, Hana pulang dulu.”

“Mama mama mama.” Teriakkan dani memecah keheningan karena emosi bang dahlan, suara tangis dani yang tidak mau aku pamit pulang.

Langkah berat tiba – tiba sudah berada di sampingku, mengambil kasar dani dari pelukku dan membawanya ke kamar.

Aku sungguh merasa tidak enak hati, dengan cepat aku meninggalkan rumah mak long setelah mencium tangan mak long. Rintik hujan ternyata turun, seiring hatiku yang menangis melihat perlakuan bang dahlan yang tidak manusiawi kepada dani.

“Assalamualaikum.” Serak suaraku memberi salam, sebelum masuk ke rumah.

Secepat kilat aku menuju kamar, jangan sampai mak melihat luka di wajahku, aku kesal dengan sikap bang dahlan. Seingatku bang dahlan merupakan orang yang easy going, selalu tersenyum dan bersahabat. Walaupun aku tidak terlalu dekat dengan bang dahlan, tapi setiap ada acara keluarga bang dahlan selalu menjadi pusat perhatian karena pribadinya yang menyenangkan. Atau mungkin karena kehilangan kak lia bang dahlan berubah, semua berkecamuk dalam pikiranku. Kasihannya si dani kecil, batinku.

***

Dalam tidurku sepertinya aku mendengar ada yang mengetuk pintu rumah kami, aku mendengar suara langkah ayah yang menuju pintu depan rumah kami, aku memandang sepintas ke arah jam dinding di kamar, jam setengah dua malam. Siapa juga yang bertandang malam buta begini, batinku.

Tok tok tok, ketukan di pintu kamarku sempat membuat terkejut

“Hana hana hana bangun.” Suara ayah dari luar kamarku

Aku beranjak dari ranjangku menuju pintu kamar, membuka pintu

“Ada apa Yah.” Sahutku setelah membuka pintu

“Ada dahlan, nak jumpa dengan Hana.” Aku mengernyitkan dahiku, kenapa bang dahlan mencariku malam buta begini.

Aku menuju ruang tamu, bang dahlan dengan badan yang basah berdiri di depan pintu ruang tamu.

“Ada apa bang, masuk bang.” Pelawaku kepada bang dahlan.

“Dani tak berhenti menangis, badannyapun jadi panas. Hana ikut abang ke rumah.” Ucapnya lesu

“Pergi lah Hana kasian Dani.” Suara Ayah mengejutkan aku, ternyata ayah berdiri di pintu ruang tengah bersama mak.

“Hana ambil baju sejuk dulu bang.” Aku setengah berlari ke kamar mengambil baju sejuk dan menganti jilbabku dengan yang lebih panjang untuk mengurangi dingin karena hujan dari malam tadi.(bersamubung)

***

 

 

 

Tinggalkan Balasan

1 komentar