MaulanaYa Suamiku (part 3)

Cerpen, Fiksiana38 Dilihat

Sudah sebulan suamiku di Mes, baru satu kali suamiku pulang ke rumah. Aku bertanya – tanya sepemalas itukah suamiku sampai tidak pulang ke rumah. Untung belum punya anak, jika tidak aku tidak tahu alasan apa yang harus aku katakana kepada anakku jika ia bertanya kenapa Ayahnya tidak pulang kerumah. Masak jawabanya Ayahmu terlalu malas untuk perjalanan jauh dari kantor ke rumah apa kata dunia batinku.

Hari masih pagi, tapi pintu depan rumahku sudah di ketok orang, siapa kira – kira yang datang. Ini hari senin tidak mungkin Suamiku yang pulang. Aku berjalan ke arah pintu depan sambil menjawab salam aku membukakan pintu untuk tamuku.

“Walaikumsallam.” Aku melihat seorang perempuan dengan perut besar berdiri di depan rumahku.

“Cari siapa dek?” Aku melihat perempuan itu terdiam dan bingung

“Cari siapa?” Sekali lagi aku bertanya, masih muda dan manis batinku.

Melihat tidak ada reaski dari tamuku, aku menarik tangannya mengajak di masuk dan duduk diruang tamuku. Kasihan aku melihat kondisinya yang lagi hamil harus berdiri lama di depan pintu rumahku.

“hiks hiks hiks” tiba – tiba saja perempuan itu menangis, aku jadi bingung.

“Ada yang sakit? Mau di antar ke rumah sakit? Tetap saja perempuan itu tidak menjawab malah tangisnya semakin menjadi.

Aku kebelakang meninggalkannya sendiri diruang tamu, aku kembali dengan membawa segelas teh manis untuknya.

“Diminum dulu airnya.” Aku menyerahkan gelas teh manis kepadanya.

Dengan ragu dia mengambil teh yang aku sodorkan, dan meminumnya. Barulah aku melihat tangisnya berhenti.

“Mencari siapa?” kembali aku bertanya kepadanya.

“Bang Maulana Ada, kak?” aku memandangnya, kenapa dia mencari suamiku.

“Tidak ada, perlu apa mencari Bang Maulana?” tanyaku lagi

“Sudah sebulan  ini Bang Maulana menghindariku, aku bingung.” Bagaikan tersengat listrik volume tinggi aku mendengar perkataannya.

“Ini anak Bang Maulana?” aku menunjuk ke arah perutnya yang hamil.

‘Iya, kata bang Maulana kakak tidak bisa hamil jadi jika aku hamil Bang Maulana akan menikahiku. Dan kakak setuju Bang Maulana menikahiku.” Deg seperti mau berhenti rasanya jantungku mendengar perkataan perempuan di depanku ini, bisa – bisanya Bang Maulana mengarang cerita. Memang kami belum dikaruniai anak, tapi umur perkahwinan kami baru 1 tahun setengah.

“Kamu tahu rumah ini dari siapa?” tanyaku kepadanya

“Bang Maulana pernah membawa aku kesini, dan waktu itu kakak tidak ada di rumah. Kata Bang Maulana waktu itu kakak mau bertemu denganku, setelah dalam perjalanan Bang Maulana mengajakku bertemu dengan kakak, kakak mendapat telephone yang mengatakan Ayah kakak sakit, jadi aku hanya bertemu rumah kosong saja.” sekali lagi aku merasakan jantung mau berhenti.

Aku mngingat – ingat kapan aku tidak ada di rumah, sampai Bang Maulana bisa membawanya datang kerumah kami. Semakin aku mengingatnya semakin sakit kepala dan hati ini. Akhirnya aku lebih baik tidak usaha memikirkannya.

“Berapa umurmu? Bisa – bisanya kamu di tipu sama Bang Maulana.” aku menjeda kalimatku

“Kami baru menikah 1,5 tahun dan aku subur. Ayahku sudah lama meninggal, jadi tidak mungkin aku mendapat telephone yang mengatakan Ayahku sakit.” Aku melihat raut bingung dari perempuan itu.

“Kakak, aku aku aku”

“Ini alamat Mes Bang Maulana, pergi saja kesana cari dia. Jika sudah ketemu sama dia katakan jangan pulang lagi ke rumah saya. Tunggu surat cerai yang akan saya kirim, dan surut dia menandatanganinya.” Aku melihat wajah terkejut dari perempuan itu.

“Ma…” belum lagi selesai kalimatnya(bersambung)

Tinggalkan Balasan