Tidurku terganggu oleh azan shubuh yang berkumandang, aku mengeliatkan badan sebelum bangun. Mataku tertuju pada sosok yang berada disebelahku, untung saja aku tidak terpekik karena kesadaranku datang bahwa sejak semalam ada mahluk lain penghuni kamarku ini.
Aku mengoyang badannya pelan, tapi tidak berhasil akhirnya aku mengoyang lebih kencang masih tidak ada pergerakan. Akhirnya dengan kesal aku melangkahi saja badanya untuk turun dari ranjang.
“Tidur mati sepertinya,” Batinku sambil masuk kedalam kamar mandi untuk mengambil wudhu.
“Astaghfirullahal Adzim.” Aku terkejut ketika panel pintu kamar mandi terbuka aku melihat sosoknya berdiri di depan pintu dengan wajah yang sungguh tidak enak dipandang mata.
“Kenapa tidak membangunkannku.” Ucapnya kesal dan langsung masuk ke dalam kamar mandi. Aku mendengus kesal karena entah di sengaja atau tidak yang pasti dia melanggar badanku sehingga aku merasakan sakit di bahuku, menjengkelkan sekali pagi – pagi sudah mengesalkan.
Aku sudah menunggunya untuk sholat berjamah, sajadah untuknyapun sudah aku bentangkan.
“Aku sholat di masjid.” Katanya meninggalkan aku dengan mulut yang mengangga, memangnya terkejar sholat di masjid. Belum aku mengatakannya dia sudah kabur dari hadapanku. Akhirnya aku sholat sendiri.
Selesai mengucapkan salam aku tercengang melihat dirinya sudah berada di depanku dan masih dalam posisi sholat subuh. Setelah dia selesai sholat subuh aku mengemas sajadah yang digunakannya.
“Kenapa tidak sholat di masjid.” Ejekku kepadanya
“Aku kan belum tahu di mana masjid di sini.” Katanya santai, dan melenggang meninggalkan aku dengan kesal yang mendalam, maunya aku mengejeknya malah aku yang dibuat kesal olehnya. Aku mengikuti langkahnya meninggalkan kamar menuju dapur untuk membantu Umi. Aku hanya melihat bagaimana interaksinya bersama Abi yang menunggu sarapan di meja makan.
***
“Mana suamimu.” Tanya Umi ketika aku membantu umi untuk memasak makan siang.
Aku hanya mengangkat bahuku, dan meneruskan membuka kulit bawang untuk menumis sayur nanti. Umi masih fokus dengan ikan yang disiang untuk lauk kami nanti.
“Bagaimana sudah saling mengenal.” Ucap Umi yang membuatku bingung mau menjawab apa. aku hanya tersenyum dan berusaha mengelak menjawabnya
“Dua pekan lagi, kamu akan ikut suamimu bertugas, jangan lupa pesan Umi jadi istri yang berbakti kepada suami jangan buat Abi dan Umi malau.” Panjang lebar Umi menasehatiku.
Aku hanya menghembus napas berat, bagaimana mau berinteraksi jika dirinya suamiku pelit ngomong. Dan aku jadi malas juga untuk berkomunikasi dengannya, biar saja berjalan mengalir saja, bukannya kata Umi kami akan saling mengenal setelah menikah, inikan baru dua hari kami menikah.
***
Sepekan aku sudah tinggal di mess ini, selalu merasa kesepian. Untung saja dia tidak mengatasi kegiatanku jika tidak aku tidak tahu apa yang terjadi dengan diriku. Aku memandang keluar jendela, aku memang diberikan kebebasan tapi aku tidak bisa bebas apalagi tinggal di lingkungan yang displin seperti ini. Dia, suamiku memang tidak melarangku tapi aturan di mess yang membuat aku tidak bebas.
Jika jenuh melanda aku akan bertanya kepada diriku sendiri, sebenarnya aku ini sudah menikah atau masih sendiri. Lihat saja dia yang bergelar sebagai suamiku masih asing, pelit bicara untung saja tidak pelit dalam pengeluaran rumah tangga, batinku.***